Growing In Pain

3K 351 7
                                    

Bel yang berbunyi menandakan jam pulang sekolah telah tiba beberapa anak di kelas menghela nafas lega, dalam hati bersyukur akhirnya mereka bisa pulang.

Guru Yoon menghentikan gerakan tangannya di papan tulis, berbicara sepatah-dua kata sebelum meminta ketua kelas untuk memberikan salam.

"Akhirnya, kita pulang." Taehyung berujar sembari melakukan perengangan akibat duduk terlalu lama.

"Kau mau pulang dengan siapa, Ji?" Jimin bertanya dan ketiga lelaki itu lantas melirik Jian,

"Aku pulang sendiri saja, Jim. Masih ada beberapa hal yang harus ku urus nanti." jawab Jian

"Hal apa?" Jungkook bertanya dan Jian menghentikan aksi membereskan peralatan tulisnya

"Aku harus bertemu Namjoon-sunbae, perihal acara osis bulan depan." Ketiga pemuda itu mengeluarkan suara 'oh' lantas teringat kalau Jian memang tergabung dalam kegiatan osis sebagai seorang bendahara.

"Kau hanya berduaan saja dengan Namjoon-sunbae?"

"Sepertinya begitu," Tepat saat mengatakannya Taehyung memberikan senyum menyebalkannya, "Apa?"

"Tidak, tidak apa-apa." Ucap Taehyung

"Jangan memikirkan hal aneh-aneh deh. Aku dan Namjoon-sunbae hanya mau membicarakan acara osis." Taehyung mengangguk namun masih menampilkan ekspresi jenakanya, membuat Jian kesal setengah mati.

"Ya kalau ada apa-apa juga tidak papa sih, Ji. Namjoon-sunbae terlihat baik." Jimin menambahkan lalu ber-high five ria bersama Taehyun.

Jian baru akan membalas tapi Jungkook sudah lebih dulu, "Don't judge the book by the cover, man. Tidak ingat kejadian yang kemarin itu?"

Tawa Jimin dan Taehyung otomatis terhenti saat Jungkook mengeluarkan suaranya, tidak usah bertanya lebih jelas 'kejadian' apa yang dimaksud Jungkook, mereka bertiga sudah tahu.

"Sudah ya, aku duluan ke ruang osis. Kalian pulang saja." Jian mengalihkan topik pembicaraan, atmosfirnya mendadak menjadi tidak enak.

"Tidak mau kami tunggu?" Jungkook menawarkan dan Jian butuh seperkian sekon untuk memahami maksud Jungkook. Tumben sekali pemuda itu mau berbaik hati begitu.

"Tidak perlu, aku takut lama. Aku bisa naik bus nanti." Jian tersenyum lalu melangkah keluar kelas usai berpamitan dengan teman-temannya dan berjalan menuju ruang osis.

Ruang osis itu terletak tepat di sebelah ruang kelas XII-1, ruang kelas Yoongi, dan Jian mengumpat dalam hati saat melihat segerombolan pemuda keluar dari kelas.

Menunduk dan melembarkan langkah kaki adalah hal yang dapat Jian lakukan sekarang, jalan ini adalah jalan satu-satunya menuju ruang osis.

"Oh, Jian?" Terkutuklah siapa saja yang memanggil namanya saat itu. Jian menoleh dan menemukan presensi Kihyun yang berdiri di ambang pintu,

"Sunbae." Menyunggingkan senyum tipis Jian hendak berlalu saat sebuah suara memanggilnya lagi,

Kali ini suara itu berasal dari mulut Namjoon, pemuda berkaca mata itu berjalan mendekat, "Kau mau ke ruang osis'kan? Ayo sama-sama saja, kuncinya masih ada denganku."

"Oh? Kau ada janji dengan Jian?" Kihyun bertanya dan Namjoon mengangguk,

"Perihal lomba bulan depan,"Namjoon menambahkan, "Ayo, Jian." Jian memberi salam pada Kihyun sebelum berlalu mengekor di belakang Namjoon, merasa bersyukur karena ia tidak harus bertemu Yoongi.

Namjoon itu tipekal pemuda yang perfectionist, ia menginginkan semua berjalan dengan lancar, makanya ia meminta Jian jauh hari sebelum acara dimulai untuk mendiskusikan perihal budget yang harus di keluarkan.

Seharusnya Jian melakukan diskusi bertiga, tapi karena Jinyoung- si wakil ketua osis absen jadi Jian hanya berdiskusi dengan Namjoon.
.
.
.
.
.
Jian mendengus saat mendengar suara rintikan hujan dari tempat ia berdiri, kenapa harus hujan sekarang? Ia tidak membawa payung dan kalaupun menerobos sepertinya itu sama saja dengan cari mati.

Jian mendudukkan dirinya di kursi dekat pintu keluar, keadaan sekolah sudah sepi sekarang, hanya ada beberapa murid yang ikut berteduh.

Melirik jam di ponselnya wanita itu lalu mendesah, '16.00' rupanya ia sudah menghabiskan waktu satu jam lamanya untuk berdiskusi dengan Namjoon.

Merasa menyesal karena memilih mengemban jabatan sebagai bendahara, kalau tahun besok ia terpilih lagi Jian akan memilih menjadi anggota biasa saja seperti ketiga temannya itu.

Hampir 15menit Jian duduk seorang diri di sana, udara mulai semakin dingin dan ia tidak membawa apapun untuk menghangatkan tubuh.

Wanita itu terlonjak saat merasakan sesuatu melingkupi tubuhnya, jantungnya berkerja dua kali lebih cepat saat mengetahui siapa yang berada di sampingnya sekarang.

"Pakai itu." Suara berat itu dulu menjadi favoritenya.

"Aku tidak butuh ini." Yoongi menghentikan gerakan tangan Jian yang ingin melepas jaket pemberian Yoongi,

"Pakai itu, udara sedang dingin," Yoongi mengulang perkataannya, "Aku tahu kau marah. Anggap saja jaket itu dari seseorang yang peduli padamu."

Yoongi menyandarkan punggung dan melirik sekitar mengabaikan pandangan aneh Jian pada dirinya, dalam hati berusaha mati-matian mengontrol degub jantungnya.

Rasanya cuaca hujan saat itu masih kalah dengan dinginnya atmosfir antara Yoongi dan Jian. Biasanya Yoongi benci dengan keributan dan ingin suasana tenang tapi justru sekarang ia merasa muak dengan keheningan dirinya dan Jian.

"Kau sudah sembuh?" Yoongi membuka suara melirik sekilas Jian di sampingnya,

"Iya." Singkat, padat dan jelas.

"Baguslah."

"Hmm." Yoongi sekarang mengerti bagaimana perasaan teman-temannya bila berbicara dengannya.

"Kudengar kau bertemu Namjoon tadi?"

"Iya." Kalau saja situasinya tidak serumit ini mungkin Yoongi sudah mengeluarkan sumpah serampahnya, 'Kenapa kau singkat sekali bicaranya?' Tapi tidak mungkin'kan? Itu sama saja dengan bunuh diri.

"Membahas masalah osis?" Lagi-lagi hanya jawaban 'iya' yang keluar dari mulut Jian. Walaupun kesal Yoongi tahu ia tidak bisa menyalahkan Jian, sudah bagus wanita itu mau menjawab.

"Ji," Yoongi membasahi bibirnya, ia rasa kini saat yang tepat untuk meluruskan semuanya. Yoongi tidak sanggup lagi.

"Aku mau menjelaskan sesuatu," Melirik hati-hati gadis di sampingnya, Yoongi melanjutkan kalimat lagi, "Masalah di lapangan olah raga tempo hari itu-"

"Aku tahu," Jian memotong, tersenyum tipis, "Kau sudah berkencan dengan Hana-sunbae'kan? Ini salahku. Aku terlalu over acting, padahal kita tidak ada apa-apa lagi."

Menoleh dan menatap Yoongi yang tengah balas menatapnya dengan tatapan tak percaya,

"Aku terlalu berlebihan ya saat itu? Kau pasti terkejut melihatku menangis. Jangan khawatir, aku tidak akan menganggu hubungan kalian lagi, aku terlalu bodoh dan salah mengartikan tindakan baikmu padaku beberapa hari lalu."

"Ji-"

"Aku tahu kau masih menyukai Hana-sunbae, bahkan saat kita masih berkencan saat itu." Okay, kali ini Yoongi terdiam bingung. Kenapa Jian bisa menyimpulkan begitu?

Jian menyunggingkan senyum tipis melihat reaksi Yoongi, 'Kau bahkan terdiam' batinnya.

Memaksakan senyum Jian berujar kalimat yang tanpa disadari membuat hatinya dan Yoongi terluka,

"Selamat ya. Kalian terlihat serasi."

===TBC===

Gotta Be You [✔]Where stories live. Discover now