Reason

3.1K 341 20
                                    

Yoongi menghela nafas, menatap kakinya yang tertutup selimut, "Pertandingan nanti adalah pertandingan terakhirku bersama team sekaligus pertandingan terakhir dengan posisi sebagai kapten. Aku merasa gagal, aku bahkan tidak bisa berkontribusi di pertandingan nanti."

Jian diam mendengar ucapan Yoongi, ia tahu posisi sebagai seorang kapten pasti sangat berat.

"Mereka mempercayaiku untuk memimpin, tapi aku-" Yoongi menghela nafas

Jian meraih tangan Yoongi di tepi ranjang, mengelusnya sebelum berujar, "Ini bukan salahmu, Yoon. Ini kecelakaan. Kau sudah berusaha yang terbaik bagi mereka."

"Kau sudah berhasil membawa sekolah kita memenangkan beberapa pertandingan. Kau kapten team basket terbaik yang kukenal."

Yoongi membalas senyum Jian, "Itu karena kapten team basket yang kau kenal hanya aku." candanya

"Terima kasih sudah mau datang, Ji. Aku tidak tahu kenapa kau masih mau menjengukku setelah semua yang terjadi."

'Sial, kenapa Yoongi membahasnya' batin Jian

"Itu karena... karena kita teman." Kenapa lidah Jian keluh saat mengatakan itu ya?

"Jadi, sekarang aku hanya sebatas temanmu ya?" Jian terdiam, tidak tahu harus membalas apa perkataan Yoongi. Memangnya pemuda itu mengharapkan apa lagi?

Berperang dengan batinnya, Yoongi menjilat bawah bibirnya, merasa sedikit gugup. "Aku ingin menjelaskan semuanya."

"Yoon, aku tidak ingin membahas ini. Aku datang hanya untuk menjengukmu."

"Mungkin ini sudah sangat terlambat. Tapi kurasa kau harus mengetahui semuanya."

"Mengetahui apa lagi? Tidakkah kau harusnya kasihan padaku? Kau mau membuatku sakit lagi setelah semua ini?"

"Justru aku tidak ingin membuatmu semakin sakit. Kau salah menyimpulkan semuanya, Ji "

"Salah bagaimana? Jelas-jelas kau dan Hana-sunbae memang mempunyai hubungan'kan?" Jian tidak menyadari jika suaranya meninggi, ia bangkit dari duduknya dengan gusar. Jian tidak ingin dirinya sakit lagi, menurutnya tidak ada yang perlu dibicarakan karena semuanya sudah jelas.

"Ji-"

"Aku akan pulang." Kalau saja situasinya tidak begini, Yoongi yakin ia sudah mengomeli Jian karena sudah seenaknya memotong pembicaraan.

"Aku dan Hana tidak mempunyai hubungan apa-apa!" Suara Yoongi ikut meninggi, membuat Jian mengurungkan niatnya untuk pergi.

Yoongi memutar tubuhnya sehingga duduk di tepian ranjang-menghadap Jian, "Dengarkan aku dan jangan memotongnya dulu. Kau ini kenapa menyebalkan sekali?" Yoongi mengerutu

"Aku dan Hana memang pernah berpacaran, tapi kami sudah putus jauh sebelum aku mengenalmu. Aku tidak pernah menjalin hubungan dengan Hana lagi "

"Tapi, saat itu aku jelas melihatmu sering bersama Hana, kau jangan bohong!"

"Okay, aku memang sering bersama Hana, tapi itu- hei, hei, jangan menangis dulu. Aku tidak pernah menjalin hubungan lagi dengannya." Yoongi menarik Jian mendekat menatap tepat di mata wanita itu, berusaha menyakinkan kalau dirinya memang tidak pernah berpaling.

"Ayah Hana sakit keras, dan ia tidak mempunyai siapapun. Ia tidak dekat dengan siapa-siapa, tidak sepertimu yang mempunyai tiga kurcaci itu sebagai sahabat." Yoongi berujar

"Hana meminta tolong padaku untuk menemaninya saat ayahnya sedang kritis, aku mengenal beliau, jadi aku menemaninya." Yoongi menerawang saat pertama kali Hana menelponnya dan memberitahu perihal ayahnya yang kritis,

Sebenarnya kala itu Yoongi sudah ada janji dengan Jian untuk merayakan hari jadi mereka, tapi karena mendengar Hana menangis melalui telpon pemuda itu jadi tidak tega.

Ia tahu dirinya salah karena tidak berbicara dengan jujur dan malah berbohong pada Jian, Yoongi hanya takut bila kekasihnya marah dan cemburu.

Tapi memang tidak ada apa-apa diantara dirinya dan Hana. Semua yang Yoongi lakukan untuk Hana adalah murni pertemanan, ia merasa kasihan karena wanita itu tidak memiliki siapa-siapa.

"Lalu kenapa saat di lapangan itu, kalian- Yoon, jangan bohong." Mata Jian sudah berkaca-kaca, dan Yoongi menyadari itu, makanya ia menangkup pipi Jian dan mengelusnya.

"Hana datang menghampiriku untuk mengucapkan terima kasih. Ia mengatakan ingin membalas kebaikanku, aku tidak tahu kalau ia akan membalasnya dengan menciumku." Suara Yoongi mengecil diakhir,

"Aku tahu aku salah karena tidak mengatakan padamu yang sejujurnya. Aku takut kau marah bila mengetahui kalau aku sering menemani Hana." Ini menjadi kebodohan terbesar yang Yoongi buat selama hidupnya.

Jian hanya diam tidak tahu apa yang Yoongi katakan benar atau tidak, pasalnya semua yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri menghasilkan suatu kesimpulan kalau Yoongi memang  masih mempunyai hubungan dengan Hana.

"Percaya padaku, Ji. Kumohon. Aku tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan Hana. Aku tidak mengerti kenapa kau bisa menyimpulkan begitu."

"Karena semuanya terlihat seolah kalian memang ada hubungan."

"Kalian para wanita harus bisa berhenti membuat spekulasi yang aneh begitu. Kalau aku ada hubungan dengan Hana untuk apa aku berusaha menjelaskan padamu? Bukankah harusnya aku membiarkan saja semuanya dan bersenang-senang dengan Hana?" Memikirkan Yoongi bersenang-senang dengan Hana membuat Jian bergidik. Tidak yakin hatinya akan baik-baik saja kalau hal itu benar terjadi.

"Jian," Yoongi menatap lurus ke arah mata Jian, "Aku minta maaf atas semuanya. Tapi aku benar-benar menyayangimu."

"Hei, kenapa menangis?" Sedikit terkekeh, Yoongi mengusap air mata yang turun ke pipi Jian, "Kau ini kenapa jadi cengeng begini?"

"Semua hik- karenamu." Yoongi tertawa kecil mendengar jawaban Jian karena wanita itu berbicara sambil cegukan, menurutnya itu terlihat lucu.

Jian tidak mengelak saat pemuda itu menarik tubuhnya mendekat, saling berbagi kehangatan dan rindu dengan berpelukan,

"Aku sangat menyesal tidak mengatakan yang sesunguhnya padamu sehingga menyebabkan salah paham begini."

"Tapi kenapa kau mengiyakan ajakanku untuk putus?"

"Karena aku merasa egois bila tetap menahanmu, kupikir aku akan menjelaskan padamu nanti. Tapi nyatanya semua semakin runyam, kau sudah menyimpulkan yang tidak-tidak. Terlebih ketiga temanmu itu juga berpikiran sama."

Jian melepas pelukan dan menatap wajah Yoongi yang waktu itu menjadi samsak Jungkook, "Berani berbohong aku akan meminta Jungkook menghabisimu"

"Astaga, Jian. Kenapa kau jadi seram begini? Iya, iya. Kalau aku berbohong kau bisa meminta bodyguardmu itu untuk menghabisiku." Jian terkekeh

"Jadi?"

"Hm? Jadi apa?"

Yoongi merotasi bola matanya, "Kau memaafkanku?"

Jian terdiam, menatap tangannya yang kini bertautan dengan milik Yoongi, "Kau benar-benar mengatakan yang sejujurnya kan Yoon? Aku tidak mau merasakan sakit untuk yang kesekian kalinya."

"Aku mengatakan yang sebenarnya. Maaf telah membuatmu sakit." Menerawang ke dalam mata Yoongi, mencari-cari kebohongan yang mungkin saja Yoongi buat, tapi itu nihil. Apa yang Yoongi katakan benar adanya.

===TBC===

Gotta Be You [✔]Where stories live. Discover now