lima

375 67 14
                                    

warning!! Konten mengandung unsur boyslove, Yaoi, boyxboy

•diharapkan untuk menjadi perhatian bagi kaum homopobic untuk tidak coba coba membacanya

•Diharapkan para pembaca untuk tidak menjadi silent reader. Karena sebuah komen dan vote merupakan sebuah semangat untuk author
.
.
.
Enjoy
.
.
.

"Dah, Ras, Ga duluan ya" Galang berujar sembari menjalankan motorny.

"Dah Rasya!" Caca menimpali dengan lambaian tangannya.

"Daa..." Rasya membalas lambaian tangan Caca. Sampai motor besar Galang hilang diantara padatnya jalanan sore ini.

Kini ia memang benar benar sendirian. Ketiga teman Galang sudah pulang lebih dulu.

Rasya lebih memilih mundur. Lalu duduk di salah satu tempat duduk yang tersedia di dekat parkir motor.

Terududuk dengan kedua tangan yang ia letakkan disisinya. Meremas kursi kayu itu dengan kepala menunduk.

Akhirnya. Setelah beberapa jam berlalu. Ia bisa meluapkan apa yang di tahannya sedari tadi.

Terisak pelan. Dengan tetes demi tetes air mata yang membasahi celana abu abunya. Ini benar benar terjadi. Hal yang ditakuti Rasya benar terjadi.

Hal yang ia harapkan sebelumnya kini sirna sudah. Mengharapkan Galang sadar akan perasaannya. Atau berharap akan Galang memiliki perasaan yang sama dengannya.

Namun naas. Kenyataan begitu menamparnya. Kenyataan bahwa Galang sudah dimiliki orang lain.

Ia tak bisa apa apa sekarang. Yang ia bisa lakukan adalah. Menerima. Mencoba mematikan perlahan perasaanya. Membiarkan Galang bahagia dengan pilihannya.

Rasya mencoba menahan tangisnya. Namun apa yang terjadi. Semakin ia mencoba melupakan tangisnya. Malah semakin banyak air mata yang turun dari pelupuk matanya.

Rasya menangis tersedu sedu. Mengabaikan hari yang kian menggelap. Mengabaikan seseorang yang kini tengah menatapnya iba, jauh di luar sana.

***

Rasya berjalan pelan sembari menenteng tas sekolahnya. Pandangan matanya yang membengkak nampak kosong. Ia hanya terus berjalan. Melewati beberapa halte bus yang seharusnya menjadi tempatnya untuk menunggu bus. Jujur, ia lelah. Lelah, jiwa, pikiran dan hati.

Sampai gerimis datang. Mengguyur tubuh lusuh Rasya. Membuatnya seakan tersadar. Dengan pelan. Rasya menghentikan perjalanannya. Mendongak menatap langit senja yang menggelap akibat mendung.

Hujan menderas. Rintikan terdengar meraung. Seakan ikut merasakan rasa sakit yang di rasakan Rasya. Tetesan air hujan menerpa kulit wajah Rasya. Rasanya amat menenangkan untuk Rasya. Membuatnya enggan beranjak. Lebih memilih menikmati guyuran hujan yang membasahi tubuhnya.

Satu jam berlalu. Hujan kian mereda. Rasya berjalan lagi. Berteman udara dingin dan baju basah kuyup.

Terlihat sangat memprihatinkan. Sorot tatapan kosong dengan Mata yang membengkak. Bibir menebal dan memutih. Tubuhnya bergetar kedinginan. Berjalan seorang diri di tritoar dengan penerangan jalan yang kurang.

Sampai tubuh ringkihnya sampai pada rumah megah miliknya. Tubuhnya langsung ia bawa menuju depan pintu. Memutar kenop pintunya. Bahkan ia tak sadar. Bahwa kini pintu rumahnya tak terkunci.

[1] Friendzone [COMPLETE] Where stories live. Discover now