K.D 22.1

7.6K 1K 177
                                    

Riuh tepuk tangan pengunjung cafe lebih riuh dari hujan diluar. Bahkan beberapa dari mereka ada yang mengusap air mata karena penampilan Jae tadi. Tetes air mata Jae juga sempat terjatuh saat Jae membawakan beberapa lagu yang sesuai dengan keadaan hatinya saat ini.

Jae mengucapkan terima kasih dengan dingin. Beberapa fans Jae mengurungkan niatnya untuk berfoto saat melihat raut mendung Jae yang tergambar di wajahnya,

Aji mengulurkan segelas air lagi, "Kenapa sih lo?"

Jae menceritakan kejadian tadi, "Gue kebawa emosi, Ji. Abis pulang kerja malah disodorin cerita begitu. Udah capek, ditambah cemburu pula," Aji mendengarkan sambil tetap mengelap cangkir,

"Terus gue juga kesel, bukan sama Nat, tapi sama diri gue sendiri. Gue marah, kenapa produser brengsek itu selalu ada buat Nat. Padahal gue suaminya, Ji. Mikirin itu ngebuat gue semakin mikir kalo gue gapantes buat Nat." Aji mengangguk-angguk,

"Gue ngerasa ga berguna. Istri gue udah hampir kehilangan nyawanya 2 kali, dan sekalipun gue gaada di sampingnya saat itu. Bahkan, gue penyebab Nat hampir kehilangan nyawa, Ji."

Aji mulai menanggapi, "Hah, kok bisa lo yang jadi penyebabnya?"

Jae terdiam, ia tidak mungkin memberi tahu Aji soal hubungannya dengan Karina.

"A-ada lah pokoknya, masalah rumah tangga. Lo mana ngerti!"

"Ye, sialan lo. Udah gue dengerin juga nih curhatan lo. Malah ngeledek gue,"

"Gue gabisa kehilangan Nat lagi, tapi gue juga ga mau bikin Nat dalam bahaya terus. Itu bocil bukan kucing yang punya 9 nyawa. Yang pertama kali aja gue udah mau gila saking takutnya,"

"Nataya tau kalo lo penyebabnya?" Jae menggeleng,

"Nah ini dia. Lo nya aja udah ga jujur, gimana mau berjalan dengan baik? Fondasi terbesar suatu hubungan selain komitmen, adalah kejujuran. Kalo salah satunya gaada, ya bisa roboh itu hubungan."

"Trus gue harus gimana, Ji?"

"Pikirin sendiri, ah! Lo yang punya rumah tangga, gue yang pusing, anjir."

***
Dengan badan lemas— kelelahan menangis, Nat berjalan. Niat hati ingin ke kamar untuk menenangkan diri. Tapi kakinya malah membawanya kesini.

Nat memegang knob pintu yang dingin. Memaksa hatinya sinkron dengan otaknya. Bukan ini tempat yang ingin Nat tuju,

Pada akhirnya, ia tetap membuka ruangan itu. Mengedarkan pandangan, alat musik berjejer rapi dengan komputer dan alat alat yang Nat tidak tahu namanya.

Ini tetap sama, seperti studio pada umumnya. Ada satu perubahan kecil yang dilihat Nat, tapi mampu melanjutkan tangis yang tadi sempat terhenti. Ia meraih benda persegi itu,

Nat menatap foto dalam figura kecil itu, terlihat Jae sedang duduk di sebuah bangku dan merangkul Nat, mereka sama-sama tersenyum bahagia. Tentu saja Nat ingat, ini sewaktu mereka pergi ke taman kota.

Tangis Nat makin berderai saat membaca tulisan tangan Jae berukuran kecil di bagian bawah foto tersebut.

"Treasure."

***
Jae mengedarkan  pandangan, mencari keberadaan makhluk mungil yang menjadi alasannya pulang.

Jae baru akan berbelok ke arah kamar sebelum mendengar isakan dari studionya. Ia langsung berlari menghampiri asal suara itu. Untuk ke sekian kali, hatinya hancur malam ini.

Tidak ada yang lebih menyakitkan dari melihat orang yang paling disayang menangis.

Jae merengkuh tubuh mungil yang sedang bersimpuh berlumuran air mata, dibawanya ke pelukan hangatnya. Nat yang kaget, semakin menangis mengetahui bahwa Jae memeluknya.

Jae mengeratkan pelukannya, sambil membisikkan kata maaf dan segala penyesalannya.

***
Hujan masih menyiram bumi, membuat dua insan ini mengeratkan pelukannya. Padahal selimut sudah cukup membuat hangat. Malam semakin malam, tapi mereka masih belum mau terpejam.

Jae baru saja selesai menceritakan semuanya, kemudian keheningan menghampiri mereka,

"Yaya," Nataya yang sedari tadi menatap dada Jae, mendongak menatap sang pemanggil.

"Aku sama produser itu, kamu tetep milih aku kan?"

"Always."

Jae tersenyum mendengarnya

"How about you? Me and her..."

"I'd choose you. And I'd choose you over, over, and over. Without pause, without doubt, i'll keep choosing you in every goddamned time." Nataya terdiam, degup jantungnya tidak terkendali.

Jae tetap mengunci tatapannya pada perempuan mungil di dekapannya. Menatap takjub, terpana dengan betapa cantiknya Nataya bahkan di keadaan gelap gulita dan dengan jarak sedekat ini.

Sedangkan Nataya, ia sedang berkelahi dengan setan didalam pikirannya. Setan dalam dirinya terus menggodanya agar mencium tempat dimana kata kata manis tadi keluar. Di jarak sedekat ini, ditemani mata Jae yang teduh menatapnya.

Nataya memejamkan mata, sebelum menyatukan kedua bibir mereka. Jae yang terkejut, tidak membalas. Nataya melakukan hanya sebentar, kemudian canggung mulai menyeruak.

Jae berdeham, "Udah? Cuma segitu aja?" Nataya tidak menjawab, jadi Jae melanjutkan,

"Kalo tadi kamu ciumnya di leher, aku gatau deh apa yang bakal terjadi..." Kalimat Jae terpotong oleh gerakan tiba-tiba Nat,

Nat mengecup lehernya.

Gelap yang menenangkan, kehangatan yang menjalar, ditambah hujan diluar yang berisik, sebuah kombinasi yang pas, bukan?

Shit...

"You asked for this, baby." Jae berbisik parau.

🌱🌱🌱

UPDATE TENGAH MALEM✌✌
hayo jgn bayangin lanjutannya si Jae bakal ngapain ya🤡🤡
nih yg minta uwu, piyo kasih nih wkwk. Part selanjutnya enakan uwu lagi apa tida??
tergantung inspiresyen aing~~~

OIYA DENGERIN 50 PROOF(yg ada di mulmed) SEKARANG!!!
PIYO MAKSA SOALNYA ENA BGT😭😭
bisa ga sih ga jatuh cinta sama ayam satu ini?

stay safe and healty, pal!

see ya, next
p i y o

🌱 k a r e t   d u a 🌱

[1] karet dua • parkjaeWhere stories live. Discover now