Empat; Mimpi yang Terlupa

4.3K 601 170
                                    

2021

Hari itu adalah di mana aku mulai mencari alasan untuk melihatmu.
Namamu kusebut lebih dari kemarin.
Lalu saat kita bertemu, aku justru berpaling.

Aku bersembunyi, hanya untuk menjaga hatiku sendiri.

***

2020

"Ada apa?"

Upacara siang itu berakhir dengan singkat, tapi niat Tera untuk langsung menghambur ke kelas batal karena Mamanya memaksa untuk bicara.

Tera benci saat-saat ia harus berjalan di tengah lorong. Ia benci pada tatap-tatap tajam yang seolah menelanjanginya. Ia benci pada pikiran orang-orang yang tak bisa ia terka.

Namun, ia lebih benci pada dirinya yang tak pernah pantas di mana-mana, yang selalu kalut dengan pikirannya.

"Kamu bikin ulah apa lagi kemarin?"

Tera memutar bola mata sembari membetulkan letak ransel dibahunya. "Nggak ada."

"Jangan bohong, Tera."

Bohong apa lagi coba? Tera menghela napas panjang, mengingat kembali hari kemarin yang sepertinya berjalan lancar. Tera tidak terlambat, bajunya juga kemarin rapi sekali, ia juga tidak makan di kelas, kecuali satu hal.

"Aku pura-pura sakit dan tidur di UKS?"

"Kamu pura-pura sakit?" Ekspresi terkejut Mama membuat Tera yakin bahwa bukan itu masalahnya. Sial, jangan-jangan pertanyaan Mama cuma jebakan?

Gadis itu berdecak dan melempar pandangan ke lapangan. Lalu tatapnya bertabrakan dengan seseorang yang lagi-lagi berdiri di tengah sana. Sekilas cowok itu tersenyum, lalu kembali menatap tiang bendera. Sedang Tera mengerjap dan hanya bisa memalingkan muka.

Sejak kapan cowok kepanasan bisa terlihat begitu manis di mata Tera? Menggeleng, Tera berusaha menepis sendiri pikirannya.

Nggak boleh, Tera. Nggak boleh.

"Kamu nggak dengerin Mama?"

"Hah?" Gadis itu kembali dari lamunannya. Ia menggeleng kecil sebelum akhirnya tersenyum tanpa dosa.

"Nilai olahraga kamu kosong, Tera."

Oh, jadi ini masalahnya.

"Harusnya nggak kosong, Ma. Tera udah lari sembilan putaran, tapi Tera kebelet pipis. Daripada Tera batu ginjal, ya mending Tera ke toilet."

Ada hela napas lelah yang ia dengar sebelum Mama menatapnya tajam. "Pengambilan nilai olahraga itu praktek, Tera. Mama nggak bisa bantu apa-apa kalau nilai kamu di situ jelek, ngerti?"

Memangnya sejak kapan Tera meminta bantuan? Selama ini ia hanya diam. Ia berusaha belajar kok meski nilainya pas-pasan. Bukan salah Tera jika mereka melakukan cara belakang untuk membuat nilai Tera tetap terlihat baik-baik saja. Mereka yang tak ingin dipermalukan, tapi Tera yang direpotkan.

"Apa nilai Tera sejelek itu?"

"Iya." Langkah Mama terhenti dan Tera mengikutinya. Ada hal-hal yang tidak bisa Tera baca dari ekspresi Mama, ada banyak rahasia di sana. "Kamu nggak pernah cukup, Tera. Inget itu."

Forget MeWhere stories live. Discover now