[ One ]

34 5 4
                                    

"Selamat, Nona Reynolds. Kau begitu mengesankan. Aku harap kau bisa bekerja mulai minggu depan. Bagaimana?"

Sambil menjabat tangan Nyonya Woods, aku menjawab, "Tentu saja, Nyonya Woods. Aku akan sangat senang."

"Akan ada beberapa hal yang perlu kau ketahui sebelum mulai bekerja. Aku akan mengirimkannya lewat email. Senang bekerja sama denganmu."

"Aku juga, Nyonya Woods. Semoga harimu menyenangkan."

Selamat pagi, Nona Reynolds.

Masih satu minggu lagi, tapi pikiranku sudah membayangkan bagaimana anak-anak itu nanti memanggil namaku dengan ucapan yang belum jelas. 

***

"Tebak siapa yang akan mulai bekerja minggu depan?"

"Kau diterima di HMM? Astaga, Zoey! Ibu sangat bangga padamu!" Ibu mendekapku sangat erat.

HMM:salah satu agensi model

"Sunnyside."

"Apa? Sunnyside? Ibu tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya."

"Hmm kau tahu umm, taman kanak-kanak Sunnyside."

Ibu membuang pandangannya dariku. "Sebentar lagi makan siang sudah siap. Sebaiknya kau ganti baju."

"Oh ya, nanti malam aku akan mulai memberikan kursus piano. Hasilnya cukup besar, Bu."

Ibu hanya tersenyum tipis lalu kembali memotong bawang merah.

Ada apa dengan ibu dan obsesinya menjadikanku seorang model?

***

"Selamat pagi, anak-anak. Hari ini kita kedatangan guru baru. Katakan hai pada Nona Reynolds."

"Hai, Nona Leynolds."

Aku terkekeh. Manis sekali anak-anak ini. "Selamat pagi juga, semuanya. Senang bertemu dengan kalian semua."

Pagi itu aku habiskan untuk mengenal anak-anak di sini. Tammy, Sophia, Naomi, Orlando, Griselda, dan Edward. Setidaknya itu yang berhasil aku hafal pagi ini.

"Nona Reynolds, hari pertamamu mengesankan. Aku harap kau bisa segera menyesuaikan diri. Kau tahu sendiri Nyonya Brown sebentar lagi akan pensiun."

"Aku sangat paham, Nyonya Woods. Apa kau tidak keberatan jika suatu hari nanti aku bertanya banyak hal padamu? Maksudku jika aku mengalami kesulitan."

"Tentu saja. Pintuku akan selalu terbuka untukmu."

Hari pertama yang sangat menyenangkan! Kupikir aku akan mendapatkan masalah, tapi justru sebaliknya. Semua berjalan lancar.

***

"Zoey!"

"Tidak perlu berteriak, Gigi. Aku tidak tuli."

Gigi terkekeh. "Aku hanya merindukanmu. Sudah lama sekali kita tidak bertemu."

"Ya, aku tahu. Bagaimana kabarmu dan Zayn?"

"Kami sangat baik. Oh ya, dua minggu lagi aku akan mengadakan baby shower. Kuharap kau bisa datang."

"KAU HAMIL, GI?!"

"Tidak perlu berteriak, Zoe. Aku tidak tuli," katanya mencibirku.

"Bagaimana kau bisa menyembunyikan hal ini dariku?"

"Zayn yang memintaku. Sebenarnya ia kurang setuju dengan baby shower ini, tapi dengan rayuan mautku, akhirnya ia menyetujui."

"Apa kau bisa membuat acaranya pada sore hari? Aku harus bekerja di pagi hari dan perjalanan ke San Fransisco juga membutuhkan waktu."

"Apa kau diterima jadi model?"

"Gigi, please. Cukup ibuku yang berkata seperti itu."

"Hahaha, aku hanya bercanda. Apa kau berhasil menjadi guru seperti yang kau impikan?"

"Tentu saja!"

"Ceritakan semuanya padaku."

Terpisahkan beberapa puluh kilometer, tidak bisa membuat persahabatanku dengan Gigi, yang sudah terjalin semenjak SMA, renggang. Gigi tinggal bersama kekasihnya, Zayn, di San Fransisco sejak satu tahun lalu. Aku bahkan belum sempat mengunjunginya. Sekalinya aku berkunjung, aku hampir menjadi seorang tante.

***

"Bukan seperti itu. Jika kau menemui tanda seperti ini, itu artinya kau harus menekan tutsnya selama 4 ketuk."

"Seperti ini?" tanya Rose lalu melakukan apa yang baru saja aku katakan.

"Benar. Kau hebat, Rose. Bisa kau memainkannya sekali lagi untukku?"

"Apa kau mau memainkannya sebagai duet denganku?"

"Tentu saja!"

Aku memainkan bagian bassnya, sedangkan Rose mengambil melodinya. Apakah seorang model bisa membuat anak-anak menjadi lebih pintar? Tentu saja tidak, ibuku tersayang.

"Kita akan bertemu dua minggu lagi di hari yang sama."

"Bukankah seharusnya minggu depan?"

"Aku harus ke luar kota, Sayang. Aku sudah membicarakan ini dengan ibumu. Sampai jumpa, Rose."

"Sampai jumpa, Nona Reynolds."

***

Mengajar di taman kanak-kanak sekaligus memberikan kursus piano pada empat anak dalam seminggu memang bukan pekerjaan mudah. Tak jarang aku harus terjaga hingga tengah malam untuk mempersiapkan bahan ajar. Hingga aku menemukan kebiasaan baru, membeli kopi di kedai pojok sebelum pergi ke Sunnyside.

"Decaf espresso. Zoey."

"Baik. Silahkan menunggu."

Duduk di salah satu kursi untuk menunggu pesananku, mataku menangkap televisi yang sedang menyiarkan kondisi terkini dunia. 

How it all started: China's Early Coronavirus Missteps

Virus ini sudah menjadi epidemi di China, aku yakin beberapa saat lagi akan menjadi pandemi. Yang bisa kulakukan hanya berharap agar para ilmuwan berhasil menemukan obatnya.

"Zoey!"

"Ah, ya. Maaf, aku tidak mendengarmu. Terima kasih."

"Dasar anak muda zaman sekarang," kata si penjual yang cukup keras hingga terdengar olehku.

"Nona?"

"Apa?"

"Maaf, sepertinya minuman kita tertukar."

Mataku langsung menelusuri gelas kopi di tanganku yang bertuliskan "Harry" dan bukan "Zoey".

"Oh, ini milikmu, Harry?"

"Ya, benar. Aku Harry," katanya.

"Aku tahu. Namamu tertera di gelas tadi," balasku terkekeh.

"Dan kau Zoey?"

Aku mengangguk. "Senang bertemu denganmu, Harry, tapi aku harus pergi. Semoga harimu menyenangkan. Dah!"

"Dah, Zoey."

Little did I know how we will meet again.
 
   
 
  
TO BE CONTINUED.

Fourteen DaysWhere stories live. Discover now