[ Nine ]

16 2 0
                                    

Selamat membaca! Hope you enjoy this chapter.

"Selamat pagi, Yang Mulia. Sarapan sudah siap," ujarnya sambil menyajikan pancakes lengkap dengan maple syrup di atasnya.

Yummy.

"Biar kutebak. Ini adalah kali pertama kau membuat pancake?" tanyaku yang disambut tawa Harry.

"Berdiam diri di rumah membuat kemampuanku meningkat. Siapa tahu mungkin besok aku sudah bisa menggantikan dirimu sebagai guru kursus piano."

"Aku akan senang sekali melihatmu mencoba, tapi jangan panggil aku jika muridku menertawakanmu. Ngomong-ngomong, pancakenya enak juga."

"Akhirnya kau mengakui masakanku enak!"

"Aku memujimu hanya karena aku ingin kau semakin bersemangat memasak. Ya, mungkin kau bisa sekaligus memasak makan malam hehe."

Harry mengacak rambutku. "Dasar kau ini. Untung cantik."

Apa? Baru saja ia mengatakan aku cantik? Kendalikan dirimu, Zoe. Kau tidak ingin terlihat seperti bocah di depan Harry.

Aku tersenyum untuk menghindari salah tingkah lalu kembali menyantap pancake yang tersaji di hadapanku. Harry benar-benar tahu bagaimana cara membuatku merasa tidak karuan.

"Selamat bekerja, Bu Guru."

"Terima kasih, pengangguran. See you in a few hours."

***

Tidak kusangka hari ini cukup melelahkan. Jika saja sekarang sedang bebas virus sialan ini, aku pasti sudah memanggil tukang pijat kemari. Punggungku cukup lelah setelah beberapa jam harus duduk tegap menghadap laptop dan mengajar anak-anak yang entah mengapa hari ini sangat susah diatur.

"Zoe, apa kau sudah selesai?"

"Tentu," jawabku sambil tetap berbaring di atas kasur.

"Apa kau punya agenda untuk kita hari ini?"

Aku tersenyum mendengar bagaimana ia selalu bersemangat mengetahui hal baru apa yang aku miliki untuk dilakukan bersama.

"Well, sebenarnya hari ini aku ingin kau mengambil beberapa fotoku, tapi aku terlalu lelah. Mungkin aku hanya akan menonton Netflix dan kau kupersilahkan untuk bergabung."

Tiba-tiba saja Harry tersenyum seperti orang idiot. "Tunggu sebentar. Jangan kemana-mana. Aku akan segera kembali."

"Kau mau kemana?"

"Sebentar!" teriaknya. "Tunggu saja!"

Mungkin sudah lima belas menit aku menunggu manusia keriting itu. Lima belas menit yang terasa seperti satu jam karena mataku berat sekali, membuatku nyaris tertidur beberapa kali. Hampir saja aku sungguh tertidur jika Harry tidak menepuk pundakku.

"Kau lama sekali."

"Hehe. Apa kau siap?"

"Aku tidak akan pernah siap menghadapi sesuatu yang tidak kuketahui."

Harry membantuku berdiri lalu menutup mataku dengan kain.

Astaga! Ia tidak benar-benar akan melamarku kan?

"Kau sungguh akan mengajakku keluar? Harry, kau dengar sendiri bagaimana bahayanya virus ini. Aku tidak ingin kau, aku, bahkan kita terinfeksi virus sialan ini."

"Ssshh.. Semuanya aman. Jangan mengintip."

Harry membimbingku melewati beberapa tikungan dalam rumahnya yang entah bagaimana terasa menantang, padahal kami hanya di rumah saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fourteen DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang