[ Six ]

18 4 2
                                    

Selamat membaca!
  
   
Aku terbangun oleh sebuah suara di dekatku.

"Aku minta maaf. Aku tidak bermaksud membangunkanmu," jawabnya terduduk di lantai.

Rupanya manusia setinggi enam kaki ini baru saja terjatuh.

"Tidak masalah. Jam berapa ini?"

"Jam dua."

"Kau mau kemana? Tidakkah kau ingin tidur lagi?"

"Aku-aku akan tidur di luar."

"Kemarilah."

"Tidak, tidak. Aku akan tidur di luar."

Seriously? Dia menolakku?

***

Sepanjang hari itu aku mendiamkan Harry. Harry sebenarnya tidak salah. Mungkin saja ia menghargai privasiku dan tidak ingin melanggar batas, tapi tetap saja aku kesal ia menolak tidur bersamaku. Jelas-jelas aku yang memintanya.

"Selamat pagi, Zoey."

"Sarapan sudah siap. Aku akan bersiap mengajar."

Belum sempat Harry merespon, aku sudah berjalan ke kamar.

***

Setelah beberapa jam yang cukup melelahkan, Harry mengetuk pintu kamar. "Zoe, apa kau marah?"

"Sebentar, akan kubuatkan makan siang."

"Zoey, ada apa?" Ia memegang tanganku. "Apa aku salah?"

Aku menggeleng cepat. "Kau mau makan apa?"

"Apa saja. Bisa aku membantumu?"

Aku tidak meresponnya. Aku masih kesal. Biar saja.

"Zoe."

"Aku sedang memasak. Tolong mengerti."

"Zoey."

Aku meletakkan piring yang kupegang, sayangnya tidak sengaja terlalu keras hingga akhirnya pecah. "Aku minta maaf. Bisa kau selesaikan masakanku? Tinggal digoreng."

"Aku akan membereskannya. Kau lanjutkan saja masaknya."

***

"Jadi, yang perlu kau lancarkan adalah halaman 23 hingga 25. Secepatnya aku akan kirimkan partitur baru untukmu. Ada yang ingin kau tanyakan, Richard?"

"Kurasa sejauh ini tidak ada. Terima kasih, Nona Reynolds."

"Sama-sama. Selamat beristirahat dan tetap jaga kesehatan. Salam untuk ibumu ya."

"Zoey, apa kau sudah selesai?"

Dia lagi, dia lagi. Jika ini rumahku, pasti sudah kutendang dia.

"Ada apa?"

Ia masuk dengan membawa satu piring dan gelas di tangannya. "Ini makan malammu. Kau pasti lelah setelah seharian mengajar."

Kau sedang marah, Zoe. Jangan luluh begitu saja.

"Terima kasih," kataku lalu menyantap makanan yang disediakan Harry.

"Bagaimana rasanya?"

"Biasa saja."

Sebenarnya rasanya enak, tapi aku gengsi jika harus memujinya sekarang.

"Kau tidak makan?" tanyaku.

"Ini mau makan. Boleh aku makan di sini? Aku ingin menonton televisi."

Aku mengangguk. Beberapa saat kemudian, ia kembali dengan makanannya dan ia pun makan di sebelahku. Tidak ada kata yang terucap. Hening. Sesekali hanya terdengar suara sendok dan garpu yang beradu.

Fourteen DaysWhere stories live. Discover now