|BAB 29| Terbuka

821 84 29
                                    

Ketika kita saling mencintai, lalu bagaimana dengan kenyataan yang tak bisa di pungkiri?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika kita saling mencintai, lalu bagaimana dengan kenyataan yang tak bisa di pungkiri?

Kenyataan itu seperti jamu, pahit namun bermanfaat. Ketika kebohongan sudah merajalela, maka kenyataan yang akan membinasakan semuanya. Kapan dan dimana, kita tak akan pernah tahu. Seperti mencintai, harus terpisahkan oleh kenyataan yang tak bisa di pungkiri. Kenyataan yang akan membuka dua insan berhenti untuk saling memiliki. Anita dan Andalas tak salah, namun perihal kebohongan yang ada, membuat mereka terjebak dalam situasi serba salah.

Senja sudah menampakkan wujudnya. Langit sudah berwarna orange sekarang.  Mereka tengah berada di salah satu rumah kontrakan yang bisa di bilang cukup kecil. Salah satu dari mereka membantu jalan dan menopang tubuhnya.

"Pelan-pelan, lo lagi gak sehat," ucap Andalas sembari memapah tubuh Anita yang bisa dibilang masih sangat lemas.

"Iya," balas Anita kemudian membuka pintu rumahnya.

Kesan pertama yang Andalas rasakan, adalah rumah sederhana yang hanya bisa menampung satu orang saja. Ruang tamu yang hanya terdapat dua kursi plastik, juga tak ada meja membuat ia terus saja memperhatikannya. Kontrakan ini sangat kecil, untuk Anita. Bagaimana bisa Anita tinggal di rumah seperti ini? Jika ia yang berada di sana, maka ia tak akan betah untuk tinggal lama-lama.

Andalas memperhatikan Anita yang sedang terduduk lemas. "Keadaan lo udah agak baikan?"

"Alhamdulillah, tinggal lemas saja." Anita tersenyum pada Andalas.

"Lo udah masak? Kalau belum gue beli sebentar aja," tanya Andalas membuat Anita menggeleng lemah.

"Aku belum masak, tapi aku gak mau kamu beli makanan. Aku udah biasa gak makan malam." Anita menjawab dengan santai.

Andalas terkejut mendengar itu. Tidak makan malam? Pantas saja badan wanita itu cukup kurus. Apa kehidupan Anita sesedih ini? Ia pun hanya bisa menatapnya.

"Kenapa jarang makan malam? Seharusnya calon dokter harus bisa jaga kesehatan, dong. Makan minimal tiga hari sekali. Terus kenapa jarang makan malam?" tanya Andalas membuat Anita menunduk malu.

Bagaimana bisa ia makan malam? Di saat hidupnya harus mengirit uang seperti ini. Mungkin hidup di Jakarta bagi kalangan atas seperti Andalas sangat enak, namun jika di bandingkan dengan dirinya yang notabene anak rantau, kehidupan itu sangat mencengkam. Pikirannya harus terus berputar, mencari jalan bagaimana bisa ia hidup di kota orang. Bahkan untuk biaya dan gajinya saja kadang tidak cukup untuk membiayai dirinya di kota. Mode irit yang harus ia lakukan.

"Kenapa hanya diam?" tanya Andalas dengan raut wajah dingin, menyadarkan lamunan Anita.

"Eh, kamu tanya apa tadi?" tanya Anita membuat Andalas menghela napas secara kasar.

Setinggi Mimpi (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang