|BAB 32| Rumah Sakit

998 85 15
                                    

Kasih sayang seorang ibu itu tak pernah terbatas oleh apapun

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kasih sayang seorang ibu itu tak pernah terbatas oleh apapun. Bahkan samudera Pasifik tak bisa menjadi ukurannya.

Bukankah cinta yang mengajarkan kita suka dan duka? Jika bukan karena cinta, kita tak tahu apa yang terjadi dengan perasaan kita. Kasih sayang dan cinta dari seorang ibu tak pernah terbatas. Terus mengalir seperti air di pegunungan. Memberikan banyak manfaat bagi yang menantikan, memberikan banyak kasih dan suka bagi yang menunggu. Bahkan samudera Pasifik dan Hindia tak bisa menjadi tolak ukurnya.

Jika ditanya apa yang menjadi seorang ibu rela berkorban untuk anaknya? Maka jawabannya cinta dan kasih sayang yang ada. Mungkin beberapa dari mereka terlihat tak peduli, tapi dibalik itu semua, mereka selalu mendoakan kita. Tanpa kita ketahui, tanpa kita pikirkan. Mungkin tanpa sadar kita melukai hatinya, lewat kata-kata yang kita ucapkan. Seorang ibu akan memendam dan mencoba untuk tersenyum, rela disakiti hatinya. Badai cobaan, sakit, duka, dan cinta kita lewati sepanjang hari bersamanya.

Lampu ruang operasi sudah menyala, pertanda bahwa operasi pengangkatan peluru sudah berlangsung di dalam sana. Anita hanya bisa berdoa dan terus saja meminta, agar ibunya tetap baik-baik saja. Yang bisa ia lakukan hanya berdoa, ketika ibunya justru menyelamatkan dirinya. Ibunya tak sejahat itu rupanya.

"Apa aku harus telepon Bapak?" tanya Anita mengarahkan pandangan pada Renata.

Renata pun mengangguk. "Telepon aja. Orang tua lo perlu tahu hal ini. Jangan pernah sembunyikan apapun, Ta."

Anita pun mengangguk. Ia meriah ponsel dari saku celananya. Dengan tangan yang bergetar hebat, ia mulai memencet nomor Bapaknya. Sambungan pun tersambung, membuat Anita menghela napas.

"Eneng opo, Nduk?"

"Pak, Ibu tertembak karena Anita. Ibu nyelamatin Anita. Anita butuh Bapak. Anita takut di Jakarta."

"Astaghfirullah! Sopo seng wani karo kuwe!"

"Pak, Anita rak papa. Anita ingin bapak merene."

"Iyo. Bapak emang arek ke sana. Malam ini sampai."

Tut

Sambungan telepon pun terputus secara sepihak. Anita yakin, bahwa Bapaknya tengah marah sekarang. Anita menghapus air matanya. "Ini salah, aku, kan?" Anita bertanya pada Renata.

"Bukan. Ini semua musibah. Siapapun gak akan tahu itu. Mending sekarang kita berdoa, untuk kesembuhan Ibu lo." Renata menggegam tangan Anita.

Tiba-tiba suara dari pembawa berita menyiarkan sesuatu tentang ibunya. Anita dan Andalas pun melihat televisi yang berada di lorong rumah sakit itu.

Setinggi Mimpi (Completed)Where stories live. Discover now