4

41.1K 7.7K 6.1K
                                    

–––––
〃ABINAYA〃
–––––

Abinaya tidak pandai berpuisi apalagi bersajak
Tapi setelah mengenal satu orang, ia tiba-tiba menjadi sastrawan
Setiap melihat ke atas langit ia pasti menjadi puitis
Hatinya selalu bergumam, kenapa bisa ada dua langit dengan matahari di satu waktu?

–––––

PAGI ini di hari Jum'at, menjadi kegiatan rutin bagi seluruh karyawan Human Corp. melakukan olahraga pagi dan kegiatan Jum'at bersih. Seluruh karyawan diizinkan menggunakan pakaian bebas namun tetap sopan. Peraturan ini baru diterapkan setelah Jefri Sanjaya yang memimpin dan tetap dilaksanakan meski kini posisi direktur sudah berpindah tangan pada Januar.

Begitupula dengan Jeno, si manajer pemasaran hari ini memakai kaos lengan pendek berwarna abu dan celana jeans hitam juga sepatu kets senada dengan celananya. Tidak lupa topi putih yang berlogo tanda ceklis dengan kualitas KW 5 kesayangannya.

Setelah ikut serta membersihkan halaman kantor perusahaan yang sangat luas dan mengikuti senam pagi, Jeno kini membawa dirinya ke tukang nasi uduk yang gerobaknya selalu terparkir di dekat pintu gerbang. Hari Jum'at adalah hari yang cukup santai, membuat Jeno sering sekali mengobrol lama-lama dengan para pedagang yang biasa mangkal di sekitaran kantor.

"Eh... Pak ganteng. Pesen uduk gak?" Tanya tukang nasi uduk yang sudah sangat akrab dengan Jeno, Mang Amin namanya.

"Iya dong, kerupuknya dibanyakin kayak biasa." Balas Jeno sambil mendudukkan dirinya di kursi plastik warna merah mentereng yang ditaruh di bawah terpal yang terhubung dengan gerobak.

"Laksanakan!"

Sambil menunggu Mang Amin menyiapkan pesanannya, Jeno mengamati hiruk-pikuk keadaan sekitar. Beberapa karyawan terlihat santai mengobrol di bawah pohon dekat gerbang masuk. Ada juga kumpulan anak SMP yang mengantri di tukang bubur di sebelah gerobak Mang Amin.

Dengan mata tajamnya yang selalu waspada, Jeno melihat sosok familiar dengan menggunakan kaos lengan pendek berwarna hitam sedang berdiri di pintu gerbang. Sosok itu tampak menoleh ke kiri dan kanan seperti orang bingung sambil memegang ponselnya.

"Mang, saya kesana sebentar. Kalo udah jadi taruh aja disini." Jeno menunjuk tempat dimana orang yang tadi ia perhatikan berdiri, kemudian menepuk kursi yang tadi ia duduki pada Mang Amin.

"Siap, Pak ganteng!"

Jeno melangkahkan kakinya mendekat pada pria yang terus ia perhatikan kemudian menyapanya.

"Mau kemana Pak Januar?" Tanya Jeno.

Sosok itu yang ternyata adalah Januar menoleh dengan cukup terkejut. "E-Eh... Itu saya mau beli pulsa. Disini konter sebelah mana ya?"

"Oh... Itu disana sekitar dua ratus meter dari sini. Tapi harus nyebrang dulu." Jeno menunjuk sebuah tempat kecil yang terhimpit oleh bengkel dan warteg.

Januar mengikuti arah yang ditunjuk Jeno. "Jauh juga ya..."

"Sini saya aja yang beliin. Pak Januar maunya yang berapa?" Tawar Jeno.

"L-Loh? Gak ah! Nanti ngerepotin." Tolak Januar sambil memandangi konter yang ditunjuk Jeno.

Awalnya Januar ingin langsung menyebrang dan membeli sendiri. Tapi setelah melihat sekumpulan anak punk bertato yang nongkrong di bengkel ia bergidik, kenapa konternya harus sebelahan dengan bengkel?

"T-Tapi kalo saya nyuruh kamu gapapa kan?" Januar melirik Jeno yang masih setia berdiri di sebelahnya.

"Iya gapapa. Siniin nomernya, biar saya yang beliin."

ABINAYA | NOMINМесто, где живут истории. Откройте их для себя