10

34.1K 6.8K 3.9K
                                    

–––––
〃ABINAYA〃
–––––

Hari ini adalah hari yang tidak akan terlupakan
Abinaya merasakan rasanya sakit bagai nadinya diiris belati
Juga merasakan manisnya menelan madu di tengah kepahitan

–––––

PAGI ini di hari Sabtu, Jeno sudah disibukkan oleh beberapa pekerjaan rumah. Salah satunya mengecat pagar dan mencabut rumput di halaman. Ia tidak melakukannya sendiri, ia dibantu oleh Jauzan yang melanjutkan mengecat pagar rumah kontrakan Jeno yang berkarat. Mumpung dirinya sedang libur dari pekerjaan kantor, Jeno ingin meluangkan waktunya untuk berbenah.

Rumput yang sudah Jeno cabuti ditaruh ke dalam ember plastik bekas yang ia jadikan tempat sampah untuk nanti di buang. Di sampingnya berdiri si Onet memperhatikan kedua majikannya yang sedang bekerja, membuat Jeno mendengus.

"Enak ya kerjaannya cuma makan, tidur, boker, ngapelin pacar. Gitu aja terus!" Cibir Jeno sambil menyapu sisa-sisa rumput dengan sapu lidi. Si Onet langsung berpindah ke samping Jauzan saat Jeno mengomel.

Tiba-tiba ponsel di saku celana training Jeno bergetar. Sebelum mengangkat panggilan, Jeno mencuci tangannya asal di selang yang sengaja ia buka. Setelah mengelap tangannya ke belakang celana, Jeno mengambil ponselnya. Ternyata Emak yang menelepon.

"Halo? Tumben Emak telepon pagi-pagi?"

Bukannya jawaban riang seperti biasa yang Jeno dengar dari Emak, ia mendengar suara tangisan dari seberang. Emak menangis, jantung Jeno terasa berpacu dua kali lipat. Ia yakin terjadi sesuatu sampai Emak menangis sesegukan sambil memanggil namanya.

Sebelum bertanya lebih, Jeno mengubah panggilan menjadi mode loud speaker agar Jauzan ikut mendengar. Bahkan anak itu sudah menghentikan pekerjaannya dan menghampiri Jeno saat mendengar Emak yang menelepon.

"Emak? Ada apa? Emak tenang dulu, bicara sama Abi sekarang ya?" Jeno mencoba berbicara setenang mungkin saat Emak semakin mengeraskan suara tangisnya.

"Abi... Bapak nak..."

"Bapak kenapa, Mak? Bapak baik-baik aja kan?"

"B-Bapak... Bapak ketimpa pohon bayur waktu bantu nebang di kebun..."

Seakan dihantam satu ton besi, Jeno merasa kedua kakinya melemas. Ia menatap wajah Jauzan yang sudah pucat. Dengan tangan kanannya Jeno menggenggam kedua tangan adiknya yang gemetar. Jauzan pasti sangat terkejut sama sepertinya.

"A-Abi pulang sekarang ya Mak, sama Jauzan. Bapak sekarang gimana? Udah dibawa ke rumah sakit?"

"Belum... Bapak masih di rumah nunggu tetangga nyariin mobil... Bapak masih belum sadar, pendarahan parah di kaki..."

Jeno semakin lemas saat Emak menjabarkan apa yang terjadi pada Bapak. Ditambah kalimat Emak yang putus-putus, Jeno ingin sekali menangis sekarang.

"Emak t-tunggu Abi ya sama Jauzan. Emak tenang, Bapak pasti baik-baik aja..."

Setelah mengatakan itu Jeno langsung memutuskan panggilannya. Ia merangkul bahu Jauzan, ternyata anak itu sejak tadi menangis dalam diam. Jeno mengabaikan halaman yang masih terlihat berantakan lalu membawa Jauzan masuk ke dalam rumah.

ABINAYA | NOMINOù les histoires vivent. Découvrez maintenant