(6) "The Best Way" (Angsat AU)

5K 191 10
                                    

Gulf POV

Aku duduk menatap kearah luar jendela. Melihat laki-laki yang sudah aku sukai setelah 3 tahun lamanya. Hari ini mew mengajakku bertemu setelah 2 minggu mew sibuk dengan pekerjaannya sebagai public figure. Aku selalu senang kita mew minta bertemu, tetapi ini juga akan menjadi kesedihanku karena mew menemuiku hanya untuk menceritakan dirinya dan semua wanita-wanita yang sedang mendekatinya.

Mew masuk kedalam cafe dengan senyum khasnya. "Eh sorry ya gue lama"

"Iya gapapa. Kan emang kebiasaan lo." Aku menjawabnya santai.

"Hahaha yaa kan lo tau.. ada aja cewe yg ngajak gue foto dijalan tadi. Padahal baru turun dari mobil." Mew mulai memamerkan dirinya. Seperti biasa aku hanya akan membalasnya dengan gelengan kepala dan senyum.

Mew kembali dengan pembahasannya. Hanya seputar dirinya, karirnya, dan fansnya. Aku hanya mendengarkan, sesekali membalas pembahasan mew yang mulai menyimpang. Selama bertahun-tahun berteman, seperti ini lah kondisinya menjadi pendengar terbaiknya. Aku hanya akan menceritakan kesusahanku kepada mew ketika aku benar-benar sudah tidak bisa menahan fikiranku.

"Eh gulf gue lagi bingung. Kenapa ya 3 tahun terakhir ini gue betah gitu ga punya pacar. Padahal dulu gue ga bisa banget kalo gada  cewe." Mew mulai menanyakan hal yang tak terduga.

"Yaaa, mungkin belom nemu yang tepat aja. Lagian apa sih yang lu butuhkan dari cewe-cewe itu? Perhatian? Kasih sayang? Kan lo selalu dapet dari fans-fans lo itu.. ga perlu lah lo punya pacar." Aku menjawab.

"Iya juga si. Lagian kalaupun gue butuh apa-apa kan ada lo ya hahaha.. ga ada cewe juga gue ngerasa punya cewe karena ada lo, thank's ya bro." Mew menepuk tanganku. "Eh btw gue cabut duluan ya, udah 3 jam juga ternyata. Gue ada pemotretan jam 4. Bye." Mew langsung pergi tanpa menunggu persetujanku.

Aku megangguk dan hanya bisa melihatnya pergi tanpa berkata apa-apa. Dia memang selalu seperti itu dan akupun sudah terbiasa. Rasanya dada ini mulai terasa sesak, tak terasa air mataku terjatuh, rasa sakit itu selalu terasa ketika mengingat apa yang selalu dia katakan. 'Aku hanya sebatas teman yang selalu ada ketika dia butuhkan.'

Aku mengambil handphone, mencari kontak 'mild' lalu menghubunginya.

Gulf : lo dimana? Sini kemari gue dicafe biasa.
Mild : dijajanin ga? Otw nih kalo di jajanin.
Gulf : iyaa. Sini buru.
Mild : oke otw!

Setelah 30 menit menunggu. Mild datang dan langsung menghampiriku, seperti biasa dia pasti akan langsung menyemburkan banyak pertanyaan dan aku hanya bisa tersenyum kecil melihat tingkahnya.

"Ngaku. Mew lagi kan?" Mild melihatku tajam.

"Hmm.." aku membalasnya dengan menaikan alis.

"Ga capek lo kaya gini terus? Mau sampe kapan? Ini udah 3 tahun gila!" Mild mulai menaikan nada bicaranya.

"Tapi gue ga tau kan dia gay atau bukan. Gue takut dia malah jauhin gue setelah dia tau gue itu gay! Ini ga main-main mild."

"Lo selalu ngomong kaya gitu. Lo belom pernah coba bilang kan? Cinta ga kenal gender gulf! Lo harus bilang biar lo tau! Kalo seandainya dia pergi juga dari lo ya baguslah, berarti lo bisa cari orang lain yang tulus sama lo! Tapi coba lo fikir lagi, seandainya dia juga suka kan keuntungan juga buat lo." Mild menepuk pundakku.
"Jangan terus-terusan kaya gini. Ga ada gunanya gulf!"

"Iya mild gue paham." Aku menjawabnya lesu.

"Nanti malem lo suruh aja dia ke condo lo. Lo omongin baik-baik." Mild menyarankan.

"Hmm.. tapi apa itu ga..."

"Udah ga ada tapi tapi. Buru! Jangan sampe gue yang hubungin mew!" Mild memotong omonganku.

One shoot story about Mew Suppasit and Gulf KanawutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang