19. Satu Lagi Hambatan

959 221 45
                                    

Charis menyugar rambutnya. Tangan sebelah kanannya dimasukan ke dalam saku jas yang dia kenakan. Dia menyusuri lobi, dengan bekal informasi dari resepsionis tempat syuting talk show yang baru saja dia streaming.

Semua orang yang melihatnya berpikir, mungkin dia adalah salah satu investor yang akan bertemu dengan salah satu director sebuah acara. Padahal, Charis datang ke sana hanya berniat untuk menemui seseorang yang juga kebetulan punya pekerjaan di sini. Wanda.

Saat dia tiba tepat di pintu masuk studio lima, dia mempertimbangkan apakah dia perlu sejauh ini? Membalas kekecewaan Wanda soal kesempatan pertemuan mereka yang memang tidak tepat dengan jadwal yang Charis miliki. Seharusnya dia hanya perlu menghubungi Joice dan mengatakan bahwa hari ini dia punya waktu untuk bertemu dengan Wanda.

Tapi sekarang. Karena rasa bersalahnya, dia ada di lokasi syuting Wanda. Dia kira dia sudah gila karena melakukan ini. Karena Charis mengenal dirinya sendiri. Dia tidak mungkin melakukan hal sejauh ini untuk orang lain. Bahkan untuk teman-temannya sendiri.

Baru saja Charis akan membuka pintu studio tersebut, tapi pintunya terbuka lebih dulu. Beberapa orang keluar dari sana dengan wajah yang sedikit kesal. Membuat Charis menautkan alisnya. Apakah dia benar berada di dalam sebuah studio yang benar?

"Harusnya Wanda paham dong dia bakal dateng ke acara apa? Tahu Mas Bambang suka aneh-aneh. Undang mantannya sekalian."

Charis mendengan samar-samar nama Wanda disebut dalam percakapan tersebut. Dia rasa dia benar berada di lokasi tempat Wanda berkerja. Sekarang, dia hanya perlu mencari keberadaan gadis itu dan berbicara dengannya. Kalau bisa dia meminta maaf karena sudah menolak pertemuan berkali-kali.

Charis mendongakkan kepalanya ke arah studio yang kini mulai sepi. Dia jadi ragu apakah Wanda masih ada di dalam atau sudah pergi. Mengingat perjalanan yang dia tempuh untuk sampai ke tempat ini tidak sebentar.

"Eum, permisi. Apa Wanda masih ada?" Charis menahan lengah seorang teknisi yang sedang membereskan kabel-kabel yang berserakan di sana.

Lelaki itu menautkan alisnya, lalu menoleh ke arah ruang rias artis yang berada di samping stage. Membuat Charis juga ikut menoleh ke arahnya.

"Kayaknya masih. Tadi Mas Bambang mau ketemu dulu soalnya. Mas dari mana? Nanti saya sampaikan kalau ada kepentingan sama Mbak Wanda."

Charis menggaruk tengkuknya. Dia tidak yakin menjelaskan hubungan yang terjadi antara dirinya dan Wanda. Mereka baru sekali bertemu. Wanda berkerja dengannya. Sehingga mungkin mereka saling mengenal.

Tapi, mereka tidak lebih dari itu. Mereka bukan teman. Hanya saja Wanda selalu ingin bertemu dengannya. "Wanda dan saya sedang berkerja dalam satu project. Dan saya ingin menemuinya."

Lelaki itu hanya mengangguk dan meletakkan kabel di ujung kakinya. "Akan saya sampaikan kepada Mbak Wanda. Mas silakan duduk dulu."

Charis mengangguk lalu mencari kursi kosong. Sambil melihat apa yang dilakukan beberapa staf setelah sebuah tayangan TV selesai. Studio ini tentu saja tidak hanya sekali pakai. Sehingga mungkin beberapa peralatan yang tidak digunakan akan dikembalikan ke gudang atau tempat lain. Sementara staf membawa kelengkapan lain untuk acara yang lain.

Charis tidak pernah tahu bahwa dalam sebuah tayangan TV, staf akan berburu waktu untuk merapikan ini semua. Dia melihat staf hilir mudik mengitarinya. Seolah tidak terganggu dengan kehadirannya. Tapi, memang tidak ada yang peduli dengan keberadaannya sekarang. Karena mereka punya kewajiban masiing-masing.

Di dalam ruangan, Wanda masih memijat pelipisnya yang sakit. Bayaran yang tidak utuh karena Wanda enggan muncul setelah Mark hadir dalam acara. Dia harus bertanggungjawab atas apa yang terjadi. Dia tidak mungkin tidak mendapat bayaran mengingat ada beberapa persen yang harus disetorkan ke agensi untuk membayar Dio.

Sebuah Cerita Dari Masa Depan ✔Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ