27. Oleh-oleh Apa?

1K 235 76
                                    

"Ini sih kayaknya Maminya Charis ikutan pergi sama lo ke masa depan deh. Kok instingnya kuat ya?" Seulgi mengunyah apel yag dipotong Dio kepadanya. Dia tidak habis pikir, kalau Mami Charis yang Wanda ceritakan benar-benar membantu takdir antara Wanda dan Charis.

Wanda tertawa kecil, kemudian meringis karena daerah pinggulnya terasa sakit. "Kayaknya sih gitu. Yakin lo? Kalau yang punya mesin waktu cuma lo doang?"

Seulgi mengangguk, mulutnya masih tidak berhenti untuk mengunyah makanan yang juga tidak berhenti disediakan Dio. "Ya gue sih yakin. Tapi kan orang pintar nggak cuma satu. Bisa jadi, ada yang punya mesin waktu lain, bisa jadi juga lebih bagus," kata Seulgi.

Wanda mengangguk. Benar juga pendapat Seulgi.

Kedatangan Mami kemarin memberikan sekali lagi sumbu yang pernah redup. Dia jadi merasa bahwa mungkin dia perlu mencari jalan lain untuk melakukan pendekatan kepada Charis. Itu akan dia pikirkan nanti. Kalau Charis sudah kembali ke Indonesia atau dirinya yang sudah sembuh.

Dengan situasi seperti ini, tentu saja Wanda merasa ada banyak keterbatasan. Jangankan melakukan misi pendekatan kepada Charis. Untuk menggerakkan tubuhnya saja, Wanda merasa sangat payah. Dia tidak bisa melakukannya.

"Jadi pengen cepet sembuh," ujar Wanda lirih. Dia ingin cepat sembuh untuk memperjuangkan masa depannya. Charis, maksudnya.

"Mau ngapain lo cepat sembuh? Mending sakit, nggak kerja. Tapi tetep dapet makan perhatian."

Wanda menatap kesal ke arah Seulgi, "Kalau gini mana bisa gue ke kantornya Charis. Nengokin dia atau pedekate. Yeuh."

Mengenal Wanda lebih dekat belakangan waktu ini, membuat Seulgi tahu bagaimana sifat dan sikap gadis itu. Jadi, Seulgi memaklumi Wanda yang seperti ini. "Sumpah ya, gue nggak nyangka. Masih inget bener ini gue, gimana gesture lo ke Charis pas di masa depan."

Wanda menoleh, membahas masa depan memang tidak pernah ada habisnya. Padahal mereka tidak sampai 24 jam menghabiskan waktu di sana. Namun, selalu ada kisah menarik yang dibahas. Kecuali, kematian Seulgi yang menyedihkan.

"Kenapa emang? Soal gue?"

"Iyalah, siapa lagi," sungut Seulgi kesal. "Gue pikir baik di masa depan atau masa sekarang. Yang bucin itu si Charis. Lah ini, elo. Gila sih seorang Wanda gitu bisa sebucin ini. Tepuk tangan untuk Charis."

Wanda merungut, dia mencebikkan bibirnya kesal. Seulgi tidak paham. Dia hanya tidak ingin berakhir dengan Mark. Si tukang selingkuh. Melihat Charis yang begitu mencintainya cukup untuk membuatnya menetapkan hati. Baginya, untuk mendapatkan cinta yang tulus seperti itu di masa depan, maka apa yang dia lakukan saat ini akan saangat setimpal.

"Kan, bengong lagi," Seulgi menggelengkan kepalanya. Merasa bahwa Wanda sering kali merasa hilang fokus. Terutama ketika dia sedang bicara mengenai Wanda.

"Dia tu ya Gi, play hard to get banget. Kaya gue loh yang ngejar-ngejar nih. Nggak mikir apa ya, seorang Wanda Sonia itu yang ngejar-ngejar dia astaga."

"Ya kalau dilihat Charis secinta itu di masa depan sih wajar."

"Tapi, Gi, udah mau berapa bulan coba ini. Kemaren nelepon pun karena mungkin Maminya yang minta, kaya kalau nggak pentiing-penting banget ya nggak bakal ngehubungin gue kayaknya," Wanda tertunduk mengingat soal keadaan ini. Setelah melakukan perjuangan. Charis belum mendapatkan kemajuan apapun.

"Sabar neng, pelan-pelan. Lagian ka emang awalny lo juga yang rada pecicilan."

"Ya itu, harusnya dia tahu. Kalau gue kan jarang banget pecicilan. Harusnya dia mikir, gue tuh beda sikap kalau ke dia."

Sebuah Cerita Dari Masa Depan ✔Onde histórias criam vida. Descubra agora