28. Jangan Berharap

976 220 70
                                    


"Mau kemana lo siang-siang gini?"

Charis sedang mengenakan jam tangannya saat Bekti masuk ke dalam kamar. Dia tidak membalas. Sebagai gantinya, dia menarik tas selempang yang ada di atas kasur.

"Mau ketemu Teya sebentar."

Tentu ada yang aneh. Bekti adalah kekasih Teya. Dan Charis akan bertemu dengan kekasihnya tanpa memberitahukannya dulu. Bekti yang tidak terima kalau dia tidak tahu apa-apa, menarik tangan Charis yang sudah bersiap pergi.

"Ngapain lo ketemu Teya?" tanyanya dengan memicingkan mata.

Charis mendenguskan napasnya, "Nggak usah mau tau aja sih. Gue ada urusan sama dia. Mumpung lagi di Taipei."

"Ya nggak bisa gitu, gue harus tahu. Pertama, dia pacar gue. Dua, lo ganteng."

Lelaki itu sejenak terdiam, "Hubungan antara premsi satu dan ke dua apaan? Lo suka gabut deh. Menciptakan hal-hal yang rancu termasuk premis itu."

Bekti tidak terima. Baginya pendapat yang dia keluarkan adalah pendapat paling realitas. "Heh, ya jelas nyambung. Teya perempuan yang bisa tertarik dengan laki-laki kaya lo. Ganteng dan kaya. Jadi lo jangan memberikan dia harapan!"

Charis berusaha melepaskan genggaman jemari Bekti. "Bek, gue bilangin aja yah, tipe cowok Teya tuh udah mentok di lo. Nggak usah berkhayal dia mau sama gue. lo sendiri yang pelet dia biar nurut sama lo!"

"Asal aja lo ngomong! Gue ikut kalau gitu!"

Charis tidak tahan lagi dengan sikap Bekti yang takut pacarnya pergi itu. Dia menggelengkan kepala, "Terserah deh. Lo mau ikut kek. Mau apa kek. Gue mau pergi sekarang!"

Charis mengenakan sepatunya, lalu pergi dari kediamannya di Taipei itu. Tidak peduli dengan teriakan bekti. Melenggang ke arah basemen dimana mobil yang dia gunakan itu terparkir. Mengarahkan mesin GPS ke lokasi dimana Teya sudah menunggunya.

Teya adalah kakak kelasnya saat menempuh pendidikan di Singapura. Sebelum bertemu dengan Bekti, dia sudah lebih dulu bertemu dengan Teya. Perempuan berusaa 34 tahun itu kini berkerja di salah satu perusahaan teknologi di sini.

Sepanjang perjalanan Chars ingat bagaiman Teya malu-malu mengenalkan kekasihnya yang berusia dua tahun lebih muda dibandingkannya. Laki-laki yang sudah berkerja di Taiwan semenjak kelulusannya. Lelaki yang membuat Teya memutuskan bahwa mungkin akan lebih baik jika gadis itu juga berkerja di sini. Bekti.

Teya melambaikan tangan di pintu masuk sebuah butik. Perempuan itu mengenakan pakaian super santai. Sebuah dres berbahan wolvis yang jatuh. Memperlihatkan kulitnya yang putih bersinar.

"Lama ya Te? Gue berantem dulu itu sama pacar lo. Posesif banget sih?"

Teya tertawa kecil, lalu membuka pintu, menggiring Charis masuk ke dalam. "Patas aja dia chat gue. Nanya gue dimana segala. Peletnya dia di gue udah mau abis. Makanya doi bawaannya was-was aja kalau gue lagi jalan sama orang lain."

Topik Bekti yang melet Teya seakan menjadi guyonan yang sering digunakan oleh mereka. Teya adalah perempuan yang punya banyak penganggum. Tapi, dengan rendah hati, dia memilih Bekti dan bertahan hingga hampir 10 tahun.

"Makanya Te, jadi orang tuh jangan sok-sok rendah diri. Pas dikasih rejeki pas-pasan sampe awet gitu. bawannya pasti was-was. Sekali-sekali egois gitu."

Teya melirik Charis yang seolah tidak terbebani membahas hal tersebut. dia bersedekap tangan. "Tuh kaca di belakang. Ngaca gih. Orang egois itu kaya apa."

Charis benar-benar menoleh ke arah cermin. "Gue egois?"

"Kalau bukan egois apa?" sahut Teya. Kini dia sudah berjalan di tengah-tengah rak pakaian. "Lo yang lebih egois Ris. Nyokap lo sama Bokap lo udah pengen banget lo nikah. Tapi lo masih leye-leye aja."

Sebuah Cerita Dari Masa Depan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang