Dua Sisi Sang Bintang

1.6K 250 29
                                    



Malam itu, tiga belas hari yang lalu. Selesai scene terakhir di mana peran Maudy mati terbunuh oleh pedang Mahesa Agam, Maudy tidak pernah menyangka bahwa kejadian itulah sebuah pertanda, bahwa hatinya juga akan mati karena pria itu.

Restoran di pinggir pantai dipilih salah satu kru sebagai tempat perayaan mereka. Mereka berhasil menyelesaikan syuting tepat waktu dan tanpa hambatan, sehingga pantas mendapat apresiasi. Semua orang menikmati makan malam yang diiringi lagu-lagu yang biasa Maudy temui di klub malam.

Selesai menghabiskan makan malamnya, Maudy sudah ingin berpamitan. Karena Kay sudah pulang tadi pagi, dan jika terjadi sesuatu yang buruk pada dirinya, Maudy tidak bisa percaya pada siapa pun. Jadi pilihan untuk meninggalkan tempat ini adalah yang terbaik. Apalagi saat Maudy ke toilet, dia melihat dapur restoran, salah seorang pelayan sudah menyiapkan botol-botol minuman yang memabukkan.

"Aku duluan ya, Mbak," bisik Maudy pada Putri, sang produser.

"Baru jam segini, sebentar lagi dong. Kita ngobrol-ngobrol dulu, kan dari kemarin kerja terus."

Niat Maudy pun luntur oleh perasaan tidak enaknya. Satu jam berada di sana situasi masih aman terkontrol, Maudy tidak aneh-aneh mencicipi minuman beralkohol sesuai pesan Kay.

Maudy duduk layaknya anak manis yang sesekali menanggapi obrolan para talent dan kru yang ada di sana, selebihnya dia lebih memilih memainkan hpnya.

"Game apa itu?"

Tiba-tiba Mahesa Agam menarik kursi di sebelah Maudy, dan mengambil dua gelas sloki. Gelas pertama digeser persis di depan Maudy sementara tangan kanan Mahesa Agam mengangkat gelasnya untuk mengajak cheers.

"Untuk kerja keras kita selama satu minggu," kata Mahesa Agam, mengajak Maudy untuk bersulang.

Maudy menyentuh gelas kecil di hadapannya. Menimbang apa dia harus menerima tawaran aktor tampan idola para perempuan se-Indonesia Raya ini? kesempatan seperti ini mungkin tidak akan terjadi lagi dalam hidupnya, jika kali ini Maudy menolaknya.

Jemari Maudy mengangkat gelas dan meminumnya. Double shit, ternyata vodka! Untuk pertama dan terakhir kali Maudy mencicipi vodka adalah dua bulan lalu dan cukup sekali itu saja. Tubuhnya belum terbiasa dengan efek panas setelah meminum vodka yang tadi diminumnya. Dan sialnya, hal itu harus terulang lagi. Seharusnya sebelum meminum, Maudy bertanya dulu apa jenis minuman yang tadi dibawa Mahesa Agam padanya.

"Lagi?" tawar Mahesa Agam.

Maudy menolak. Namanya bunuh diri, jika ia tetap memaksakan vodka melewati tenggorokannya. Untung ada pelayan yang melewati mejanya, Maudy memanggilnya. "Mas saya minta Manhattan ya."

Tak beberapa lama seorang pelayan mengantar gelas tinggi berbentuk segitiga berwarna plum untuk Maudy. Dia langsung mengangkat gelasnya dan gantian mengajak Mahesa Agam untuk bersulang. "Terima kasih untuk pembunuhan sadisnya!"

Mahesa Agam kontan tertawa. Perannya kali ini adalah sebagai psikopat dan Maudy adalah saksi kunci dari kejahatan yang dilakukan Mahesa Agam terpaksa harus mati di scene terakhir.

"'Nice words!" balas Mahesa Agam dan dia ikut mengangkat gelasnya.

Obrolan ringan mereka berlanjut pada banyak hal. Maudy tidak henti-hentinya tertawa saat Mahesa Agam mengeluarkan jokes-jokes recehnya. Gelas dihadapan mereka pun bertambah. Maudy sudah tidak bisa mengingat berapa jumlah gelas yang sudah dia minum.

Bisa bercerita dengan Mahesa Agam adalah suatu kemewahan bagi aktris pendatang baru sepertinya. Maudy berkeyakinan, setelah malam ini pasti mereka akan kembali pada peran masing-masing. Mahesa Agam dengan jadwal syuting yang sudah tersusun rapi sementara Maudy masih harus banyak berdoa agar Kay bisa mendapatkan pekerjaan untuknya.

Dengan alasan itulah, Maudy tidak mau menyudahi malamnya dengan Mahesa Agam begitu saja. Siapa tahu kelak pertemanannya dengan Mahesa Agam adalah pembuka jalan bagi karirnya.

"The party is over," Putri berdiri di tengah-tengah. "Terima kasih untuk kekompakkannya, semoga next kita bisa ketemu di projek selanjutnya."

Maudy mencoba untuk berdiri, tapi dia terduduk kembali. Tangan Mahesa Agam menyentuhnya. "Are you okay?"

Kepala Maudy terasa berat, pandangannya buram ... beberapa kali Maudy mencoba mengerjapkan matanya. Tapi hasilnya masih sama.

"Nomor kamar kamu berapa?"

Maudy yang mencoba berdiri sekali lagi belum menjawab pertanyaan Mahesa Agam. Tubuhnya limbung, dan untungnya Mahesa Agam menangkapnya. Menjadikan tubuhnya sandaran bagi Maudy.

"Dy, Maudy..."

Maudy sama sekali tidak menjawab.

***

Maudy bergerak gelisah, tubuhnya terasa tidak nyaman. Kepalanya seperti tertusuk ribuan jarum sementara tenggorokannya seperti terbakar api. Maudy berusaha meraba ranjangnya, mencari sesuatu yang bisa dia genggam.

Kesadarannya perlahan muncul ketika jemarinya menyentuh sesuatu yang empuk, hangat dan bernapas. Dan seseorang sudah mengenggam tangannya. Maudy berusaha mengalahkan rasa pusingnya. Dia harus bangun. Segera...

Dan apa yang dia lihat, membuatnya mulutnya menganga! Apa yang telah terjadi semalam?

"Kenapa kamu di kamar aku?" serang Maudy pada Mahesa Agam. "Jawab aku, Mahesa."

"Panggil Agam, semalam kita sudah sepakat," jawab Agam.

"Kamu gila ya?" ucap Maudy histeris saat menyadari dia dan Agam sama sekali tidak memakai apa-apa.

"Please, kepalaku masih pusing. Kalau kamu mau marah-marah, tahan emosi kamu sampai nanti siang. Aku harus tidur."

Tarik napas, hembuskan. Lalu ulangi sekali lagi. Maudy mengumpulkan pakaiannya yang tercecer sambil menutupi tubuhnya dengan selimut. Maudy berlari ke toilet dan menguncinya.

Semenit. Dua menit dan hingga menit kesepuluh, Maudy benar-benar tidak ingat apa yang terjadi padanya. Maudy buru-buru memakai pakaiannya, mencuci wajahnya. Terserah Agam bilang dia mau tidur, Maudy akan membangunkannya untuk menjelaskan situasi yang terjadi pada mereka.

"Bangun! Mahesa Agam, ayolah aku hanya berharap kamu benar-benar menjadi tokoh dalam film-filmmu yang romantis itu. Beritahu aku, apa kamu meniduriku?" Maudy sudah berusaha mengumpulkan ingatannya, jadi jelas peristiwa penting ini pasti atas inisiatif Agam lebih dulu. 

Agam mengembuskan napasnya kesal. "Inilah yang aku benci, jika bermain dengan perawan! Dan tolong diralat, bukan aku yang menidurimu tapi kamu yang memancingku lebih dulu untuk melakukannya."

Maudy menggeleng. "Hanya lelaki brengsek yang memanfaatkan perempuan mabuk. Kamu nggak ada bedanya sama pemerkosa!"

"Apa kamu bilang? Brengsek? Pemerkosa?" tanya Agam emosi. "Well, harusnya kamu tahu, di dunia kita, kejadian seperti ini cuma hal kecil. Kita sama-sama suka saat melakukannya!"

Maudy mau membantah tapi Agam tidak memberikan kesempatan itu.

"Jangan bilang aku pemerkosa! Atau aku akan melakukannya sekali lagi..." tantang Agam tajam dan berhasil membuat Maudy diam.

***

Vote dan komentnya dong qaqa-qaqa yang cantik. Biar aku semangat gitu nulisnya :D

Jadi gimana Agam?

Kalian suka nggak sama dia?

Aku sih yes-no, yes-no, haghag.


I Wish You Were MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang