17.

12.3K 2K 1K
                                    


Berdasarkan banyak kisah, urusan perempuan selalu rumit. Entah karena laki-laki, urusan sepele, menggosip, semuanya terlihat menyeramkan. Oke, aku sendiri juga perempuan. Untunglah aku tidak (belum) memiliki pengalaman mengerikan seperti yang aku sebutkan tadi. Mudah-mudahan tatapan yang diberikan Cho tadi cuma perasaan kesal sesaat, lagipun aku juga tidak menyukai Harry. Cho kakak tingkatku, dia populer, memiliki banyak teman perempuan yang siap mendukungnya kapan saja. Tidak lucu jika aku dan dia bermusuhan, sudah pasti kalah telak.

Madam Pince seperti biasa sibuk membaca sambil menyesap minuman di cangkirnya. Memberi salam padanya, yang juga dibalas 'malam'. Saat akan melangkah lebih lanjut, beliau selalu mewanti-wanti agar tidak mengotori, merusak, mencoret segala sesuatu yang ada di perpustakaan. Aku mengangguk. Toh yang aku coreti bukuku sendiri.

Momen Pansy dan Draco yang sedang menjalankan tugas bersama sebagai prefek berkelebatan di kepalaku. Sebenarnya wajar saja kegiatan mereka, tapi aku dengan tidak normalnya merasakan cemburu. Aku terus merutuki diriku sendiri—bodoh sekali. Ditambah lagi, aku berusaha terlihat marah untuk menyamarkan rona wajah. Kekanakan. Pasti akan terasa aneh kalau aku mendatangi detensi dengan perasaan biasa seperti biasanya. Maka sekarang aku sedang berusaha mempertahankan tampang sebal.

Draco belum ada di dalam, tubuhku rasanya ingin merosot. Aku jadi tidak berminat sama sekali untuk mengerjakan detensi ini. Apa dia tidak sedikitpun merasakan ada yang aneh denganku tadi siang? GR—gede rasa banget deh—aku. Dengan sebal aku membanting buku keras-keras dan menulis bab lanjutan dengan ketidakikhlasan. Aku sempat dibuat kesal dengan perkataan Draco yang tiba-tiba. Katanya, walaupun aku selesei menyalin buku PTIH, secepat apapun itu, detensi akan tetap berlangsung. Yang artinya adalah semua kerja kerasku supaya detensi segera usai adalah sia-sia. Mungkin saja sih, Draco akan memberiku hukuman lain. Tapi pasti tidak akan sesantai menulis ulang buku.

Sudah lama semenjak kedatanganku, dan Draco belum juga muncul. Madam Pince bahkan sudah meninggalkan perpustakaan. Aku bisa saja membolos, sayangnya itu tidak kulakukan karena aku ingin tahu apa yang membuatnya terlambat. Memang banyak tugas yang dia emban. Dia pasti bia 'kan? Dia memang hebat bagaimanapun menyebalkannya ia. Argh, daritadi sosoknya terus menghantui pikiranku!

"Hah... aku lelah sekali,"

Draco masuk ke perpustakaan dengan wajah kusut sambil meregangkan kedua tangannya. Lantas dia duduk di sofa dekat jendela. Tampang lelah dari wajahnya. "Tugas prefek dan Tim Penyelidik datang bersamaan,"

Aku belum mengatakan apa-apa, tapi dia sudah memberitahuku. "Aku bahkan tidak menanyakan apapun,"

Draco membuka matanya yang tadinya terpejam, "Kalau-kalau kau cemburu lagi," seringai terpasang di wajahnya.

"Coba bilang sekali lagi, kupukul mulutmu," kesekian kali, itu sangat memalukan. Aku menyesali sikapku yang ceroboh dan sama sekali tidak keren, huh.

Bayangan hitam mendekat ke arahku, Draco bangkit dari duduknya. Aku mendiamkannya—ingin tahu apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Di posisiku yang sedang menulis, aku bahkan tahu saat ini dia tengah menyeringai. Ia merendahkan badan dan berbisik di telingaku.

Hembusan napasnya terasa, aku kegelian. "Kau cemburu,"

Aku refleks menoleh ke samping dan memukul mulutnya dengan jemariku. Yang tak disangka-sangka adalah, jarak kami begitu dekat. Mataku membelalak lebar, dan mata Draco seperti biasa selalu membuat orang betah menatapnya lama-lama. Biru keabuan.

Kutarik tanganku dan mendorong dadanya menjauh, "TIDAK!"

Draco tertawa dan terlhat bahagia—senang—puas berhasil memerlakukanku seerti ini.

NEAR ✔  [Draco Malfoy x Reader]Where stories live. Discover now