BAB 22

669 38 1
                                    

Hari ini adalah hari yang menegangkan bagi Bintang. Bagaimana tidak, sejak semalam ia tidak bisa tenang. Ia selalu terpikikran dengan videonya yang ada di ponsel milik cowok yang sok dingin itu.

Sedari tadi ia terus menerus mondar-mandir di koridor depan kelasnya. Berusaha mencari ide agar videonya itu bisa dihapus, agar ia bisa bersekolah dengan tenang.

Jessica yang melihat tingkah Bintang mendengus kesal, Ia memutar bola matanya malas. Entah sudah berapa lama Bintang mondar-mandir tak jelas seperti itu.

Jessica menengok ke arah jam tangan putih yang melingkar di tangan kirinya. Sebentar lagi bel jam pertama akan berbunyi. Itu berarti kurang lebih 30 menit ia sudah duduk di sini, setia melihat Bintang yang mondar mandir. Dan sudah 30 menit juga, Bintang sama sekali belum mendapatkan ide.

Jessica berdiri melipat tangan di depan dada. Mendengus, ia lalu berucap, "woy, Ntang. Udah mau bel, lo masih belom nemu ide."

Suara bel sukses mengehentikan langkah kaki jenjang milik Bintang. "Noh, udah bel juga. Nanti aja pas jam istirahat lo nyari idenya, mending masuk kelas dulu, yuk."

Bintang menuruti ucapan Jessica. Ada benarnya juga. Mungkin nanti saat jam istirahat, otak Bintang akan berfungsi maksimal sehingga ia bisa mendapatkan ide.

(*****)

Seorang cowok dengan tubuh tegap, rambut hitam, dan kulit putih yang bersinar ketika terpapar sinar matahari, berjalan bersama kedua temannya menuju lapangan basket, tepat di mana sekumpuulan siswa memakai baju olahraga, berkumpul.

Reval dengan pesonanya mampu membuat adek-adek kelasnya gagal fokus. Bahkan hanya dengan berjalan biasa di bawah sinar matahari.

Beberapa siswa yang tak sengaja lewat, berhenti untuk melihat sang pangeran yang biasanya hanya ada di cerita dongeng.

"Reval, lo liat cewek itu, kan?" Dino menunjuk seorang cewek yang ada di pinggir lapangan, menatap mereka takjub. Bukan, menatap Reval lebih tepatnya.

Reval dan Vano menoleh. Sebelah alis tebal milik Reval terangkat, matanya sedikit menyipit akibat sinar matahari.

"Dia cantik, udah itu kaya. Kalau enggak salah, dia anak 11 IPA 1," beber Dino dengan pandangan yang tak putus dari cewek yang di maksudnya.

"Terus?" tanya Reval dingin.

Dino tersenyum licik, sebuah ide muncul di otaknya.

Reval yang mengerti isi otak Dino hanya bisa geleng kepala. Sedangkan Vano, ia mengerutkan dahi tanda tak mengerti. Entahlah, iq nya terlalu rendah untuk memahami semuanya.

"Terus mau lo apain?" tanya Vano polos, yang membuat Dino menatapnya sinis.

"Mau gue pacarin, lah. Lumayan kan?"

Vano mengerutkan dahi, sungguh ia tak mengerti jalan pikiran temannya yang ini.

"Dasar fakboy."

Reval diam, tak mau ikut campur urusan Dino. Ia tak tertarik sama sekali. Ia kemudian memilih pergi bergabung dengan teman yang lain.

"Gue kesana dulu." Reval menepuk punggung kedua mahluk yang tengah berdebat. Yang satu emosian, dan yang satu baperan.

Reval mendribble bola yang kini berada di tangannya. Keringat mulai membasahi, wajahnya tampak memerah akibat terlalu lama berada di bawah sinar matahari.

Namun itu tak sedikitpun membuatnya terlihat jelek di depan para cewek. Ia malah terlihat lebih tampan dan mempesona.

(****)

Bintang (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang