BAB 26

558 40 0
                                    

"Gue kesel banget tau. Masak gue di tinggal begitu aja," ujar Bintang curhat kepada Jessica lewat vidio call.

"Kayaknya sulit, deh. Si Reval introvert sejati. Vano aja sahabatnya gak tau banyak tentang Reval," jawab Jessica di sebrang sana.

Bintang terdiam dengan wajah gusarnya. Kalau seperti ini, kapan ia bisa bersekolah dengan tenang. Video itu ancaman besar bagi dirinya. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal sama sekali.

"Oh ya, Ntang, gue baru inget. Di video itukan gue nyebut nama Caca juga. Berarti si Caca juga nasibnya sama kayak lo."

Bintang diam, mengingat obrololannya dengan Jessica di uks waktu itu. "Oh iya, ya? Gue baru inget," sahut Bintang.

"Nah, gimana kalau lo kasih tau dia biar dia juga bisa bantu lo. Ini juga menyangkut dia."

"Jangan Jess, kasian tuh anak. Mending Caca gak usah tau."

"Oh, yaudah deh."

"Yaudah ya, gue mau istirahat dulu, capek."

"Oke see you, besok di sekolah."
Bintang mengakhiri video call nya dengan Jessica.

Sekarang masalahnya menjadi doubel. Selain memikirkan dirinya sendiri, ia harus memikirkan Caca juga, karena dalam video itu dirinya dan Jessica menyebut nama Caca, si cewek lugu dan polos.

Ia tak mungkin tega melibatkan Caca dalam masalahya, walaupun ini menyangkut cewek itu juga. Bagaimanapun ini semua salahnya.

"Hadeh," desah Bintang menghempaskan tubuhnya pada kasurnya. "Hmm.... gue harus bikin rencana," ucap Bintang pelan.

Karena sudah cukup lelah, Bintang akhirnya perlahan menutup mata dan terbuai dengan alam bawa sadar.

(*****)

Pukul lima lewat limapuluh dua menit, Bintang sudah rapi mengenakan seragam sekolahnya. Ini sudah berlangsung sejak dua hari yang lalu. Ia harus pagi-pagi sekali berada di sekolah, kalu tidak, Bu Vina akan mendumel.

Bel jam pertama sudah berbunyi. Bintang sedari tadi sudah duduk di bangkunya sambil memainkan ponsel miliknya.

"Tugas udah jadi?" tanya Jessica yang tiba-tiba datang.

"Hm," jawab Bintang tetap fokus pada benda pipih yang di pegangnya.

Jessica kemudian mengeluarkan buku serta pulpennya yang berbentuk setangkai mawar merah. Pulpen itu dibelikan oleh Vano tadi malam.

Bintang menoleh, menatap heran pulpen yang dipegang Jessica.

"Itu pulpen?"

"Iya." Jessica mengangguk, menatap pulpen itu dengan senyuman yang lebar.

"Alay banget pulpen lo," sinis Bintang.

"Terserah gue dong. Sirik aja lo."

Bintang menautkan alisnya. Ia kembali fokus pada ponselnya, dan membiarkan Jessica senyum-senyum sendiri memandang pulpennya.

"Eh by the way, gue boleh liat tugas lo, gak? Gue belom ja--"

"Ambil aja di tas," sergah Bintang, mempersilahkan Jessica menyontek tugasnya. Ini sudah hal biasa Jessica menyontek tugas padanya. Bahkan itu merupakan kegiatan rutin Jessica.

Jessica membuka tas Bintang dan mengambil buku mate-matika peminatan. Ia kemudian mulai menyalin jawaban Bintang ke bukunya. Sesekali ia menoleh kearah Bintang yang sedang serius menatap layar ponselnya dengan telinga yang ditutupi earphone putih.

Karena penasaran, ia lalu merebut ponsel itu, hingga membuat empunya marah.

"Jess, lo apa-apan, sih?!" kesal Bintang tak terima.

Bintang (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang