20| SELAMAT MALAM, SA

1.1K 81 1
                                    

Malam ini udara terlampau dingin. Gue baru membasuh tubuh dengan air dan menyesal karena dibikin menggigil. Selesai mengganti perban sikut, gue duduk di pojokan kasur- memeluk kedua lutut.

Kejadian di kios pasar tadi berputar lagi. Mengingatkan posisi gue di sini yang mulai terancam. Meskipun berhasil lolos, Arvind bisa aja tetap stand by di sekitar terminal dan pasar. Gue juga bingung harus minta tolong siapa.

Nata? Dia orang asing yang akan meminta penjelasan tentang siapa Arvind sebenarnya. Della? Gue enggak mau melibatkan dia dalam masalah ini. Heksa? Ya, bisa aja kalau mau cari mati.

"Nyx?" sebuah panggilan terdengar dari balik pintu.

Gue terlalu malas bergerak. Akhirnya cuma membetulkan posisi duduk, berseru, "Masuk aja!"

Kenop pintu berputar. Gue sudah bisa menduga bahkan sebelum kepalanya menyembul- pasti Della. Dan benar, dia menyelippkan badan rampingya ke celah yang sengaja dibuka sedikit, terus ditutup lagi.

"Lo dikejar orang?" todongnya, langsung menghempaskan badan di kasur.

Gue bersedekap. "Tunggu, lo tau dari siapa?"

"Nata."

Tentu saja. Lagipula enggak mungkin Della tahu dari Heksa. "Bilang apa aja dia?"

"Gue yang nanya, sih. Lagian kalian tiba-tiba pulang aja. Nata cuma bilang, kalo kalian dikejar orang. Jadi, siapa orang itu?"

"Manusia," jawab gue acuh.

Dia memberikan tatapan tajam sebelum menatap langit-langit kamar. "Gue tau manusia, tapi siapa? Lo kenal?"

"Mantan gue." Itu lebih mudah. Gue hafal sifat Della yang pantang menyerah. Bakal ribet kalau berusaha menutupi, sama halnya dengan kejadian di lorong waktu dia nanya soal Heksa.

"Mantan? Tinggal di Bandung juga?"

"Del, jangan bicarain ini, please. Cukup lo tau dia mantan gue aja."

Della kembali menoleh, merasa bersalah. "Sorry, gue gak bermaksud kepoin privasi lo. Tadi gue cuma-"

"Gak papa, gue tau lo peduli." potong gue dengan senyum. Meyakinkan dia bahwa tindakannya belum melanggar privasi terlalu jauh.

Kecanggungan menyelimuti beberapa saat. Gue merosot, ikut telentang di sebelah Della. Menatap langit-langit kamar yang putihnya mulai kusam. Mencari-cari topik obrolan tapi susah ditemukan.

"Nyx," kata Della. Membuat gue bersyukur bahwa keheningan sudah pecah. "Gue baru inget tujuan ke sini mau ngasih surat sama lo."

"Surat?" refleks gue menyampingkan tubuh, bertemu dengan tatapannya. "Dari siapa?"

Della angkat bahu. Dengan keadaan masih telentang, dia merogoh kantong celana jeans-nya. "Bukan surat sih, tapi gue bingung mau nyebut apa." ujarnya, kemudian menyerahkan sobekan kecil kertas.

Gue menarik tubuh duduk, menerima dengan dahi mengernyit. Ini memang lebih mirip ke memo ketimbang surat. Kertasnya disobek sembarangan dan kelihatan kusam.

"Gue gak buka kok, jadi isinya masih sepenuhnya milik lo."

Sebagai balasan, gue mengangguk berterima kasih. Begitu dibuka, gue mendapati tulisan jelek yang seolah ditulis asal. Tapi masih cukup kebaca.


Kebohongan lo lama-kelamaan bakal ketahuan. Gue cukup baik dengan jemput lo pulang. Besok, jam tiga sore, di tempat ketemu kemarin. Itu kesempatan terakhir kalo lo mau balik bareng gue.

A.

Tanpa sadar gue meremas kertas tersebut menjadi gumpalan kecil. Della mengangkat alisnya, menuntut penjelasan. Beberapa saat gue enggak merepons, dia menghela napas pelan, menekan rasa penasarannya.

REMBAS [Tamat]Where stories live. Discover now