34| KENAPA HARUS DIA?!

868 71 3
                                    

Suasana malam ini dingin dan sepi, bikin gue merinding. Mungkin anggota yang enggak kebagian tugas jaga memilih tidur lebih awal. Wajar juga, mereka pasti kecapekan sehabis latihan sore.

Gue melangkah di atas batuan kerikil, baru keluar dari ruangan Suster Rara. Menoleh kesana-kemari, siapa tau ada orang. Tapi, cuma ada gue, sisanya angin malam.

Heksa lagi keluar. Tadi sehabis nyeret gue dari gerbang penghubung rumahnya, dia bilang mau ngecek tempat buat perekrutan anggota. Lagi-lagi, gue dilarang ikut. Menyebalkan.

“Ehm,” Seseorang berdeham.

Gue menatap sekitar, kemudian menemukan bayangan yang berjalan dari arah berlawanan. Meski gelap, tapi dari postur tubuh dan cara dia jalan, agaknya gue kenal. Bukan Heksa. Ini aura menyebalkan yang sedang ingin gue hindari.

Oh, Sial! Bang Miko.

Dalam waktu cepat dia menemukan gue. Langkahnya tetap konstan dengan tatapan lurus yang menusuk. Sedangkan gue menghentikan langkah. Bingung harus terus berjalan atau berbalik. Tapi berbalik kemana? Enggak ada jalan menuju asrama kalau gue balik kanan.

Semakin Bang Miko mendekat, semakin gue takut. Tapi gue pikir, ruangan Suster Rara pun dekat. Jadi, kalau gue teriak, dia pasti bisa mendengar. Ok, gue bisa hadapi ini.
Gue kembali melangkah. Satu, dua, tiga ... .

“Nyx,” katanya.

Seketika kaki gue beku. Dengan horor gue menoleh. “K-kenapa, Bang?”

“Heksa baru pulang, barusan nyariin lo.” ujarnya lantas berlalu.

Masih dengan posisi sama, kepala gue berputar mengawasinya yang sekarang menjauh. Gue juga baru sadar, dari tadi dia berjalan santai, bukan seperti ingin melabrak. Hingga sosoknya menghilang ke lorong asrama cowok, gue bisa bernapas lega.

Gue pikir dia akan mengungkit soal ruang senjata itu, tapi apa? Kelihatannya dia justru lupa. Malah, gue enggak melihat sedikitpun marah dalam wajahnya. Apalagi ketika dia bilang Heksa nyariin gue. Membingungkan.

“Bodo, ah.” Sejurus gue mengedikkan bahu, kembali berjalan.

Berita Heksa yang bau pulang bikin gue ingin cepat ketemu dia. Kemungkinan, Heksa ada di bagian depan markas. Jadi, gue berbelok ke kanan, mengambil arah lurus dari situ. Sesuai dugaan, Heksa dan beberapa anggota lain sedang berkumpul tepat di depan pintu utama markas. Agra ada diantaranya, berbicara dengan semangat sedangkan Heksa fokus mendengarkan.

Gue berhenti beberapa langkah sebelum sampai. Baru sadar kalau mereka mungkin lagi bicara serius. Dan gue cuma akan mengganggu. Jadi, gue memilih mengamati dari kejauhan. Tapi Heksa keburu noleh. Tanpa pamit dia keluar dari lingkaran obrolan mereka, terus mendekati gue.

“Hai,” sapa gue pelan.

Heksa ngasih senyum tipis. “Habis dari mana?”

“Dari Suster Rara.”

Mendengar hal itu, Heksa kelihatan senang. “Bagus, sering-sering saja temui dia. Kalau perlu, kita juga bisa ke dokter besok.”

“Oh, gak usah. Gue gak mau nyusahin lo.” tolak gue halus, tertawa kecil. “Nanti gue minta ditemenin Della aja.”

“Apaan, nih, sebut-sebut nama gue?” Mendadak Della muncul, menurunkan kupluk jaketnya.

“Della?” Gue terperanjat.

Della tersenyum miring. Jaket dan angkle boot yang dipakainya menjadi penanda kalau dia habis dari luar. Berarti sejak tadi, dia mengobrol juga dengan Heksa dan yang lainnya.

“Kenapa nyebut nama gue?” ulangnya lagi.

“Lo ikut ngecek tempat perekrutan juga?" tanya gue, justru mengabaikan pertanyaan Della sebelumnya.

REMBAS [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang