(Twee)

16 9 1
                                    

"Rein"panggil Rheanna.

Yang dipanggil pun menoleh kesamping. Melihat wajah cantik nan lugu gadis yang duduk disampingnya.

"Ada apa?"tanya Rein dengan lembutnya.

"Apakah kau mau menemaniku hari minggu besok kepemakaman tanteku?"tanya Rheanna.

"Hehe, beritahu aku bagaimana cara menolak permintaanmu Rheanna. Aku tidak mungkin tidak menemani adikku yang satu ini"jawab Rein, mencubit pipi Rheanna.

"Ishh sakit, kau ini"ucap Rheanna, mengerucutkan bibirnya.

Rheanna mengusap-usap pipinya yang memerah karena ulah tetangganya itu. Sedangkan Rein hanya tertawa dengan santainya, melihat Rheanna kesakitan.

"Rein"panggil Rheanna lagi.

"Hmm?"balas Rein, menoleh lagi.

Rein memperhatikan Rheanna yang menatap kosong jalanan beraspal. Tatapan Rheanna menyiratkan kedukaan yang sangat dalam.

"Apakah seorang directeur sepertimu tidak malu berteman denganku yang hanya seorang cleaning service?"tanya Rheanna.

Rein menerbitkan senyum diwajahnya. Ia menghembuskan nafasnya kasar, lalu bersandar disandaran kursi taman sebelum menjawab.

"Berikan aku alasan mengapa aku harus malu berteman denganmu Rheanna"jawab Rein.

"Kau tidak perlu sungkan untuk jujur Rein. Kau lihat sendirikan penampilanku yang kumuh ini. Hehe, jangankan untuk membeli pakaian yang bagus. Untuk makan setiap hari pun sangat sulit bagiku. Sedangkan kau, kau dapat membeli semua yang kau inginkan dengan mudah"jelas Rheanna.

"Kau iri padaku?"tanya Rein, membuat Rheanna menatap Rein.

"Tentu saja Rein, aku iri pada kehidupanmu. Aku selalu dicemohkan oleh orang-orang diluar sana. Jangankan diperhatikan, dipandang pun tidak Rein. Semua orang yang aku sayangi pergi meninggalkanku. Sahabatku Defras, dengan mudahnya ia pergi dan membuatku menunggu kedatangannya lagi. Tanteku, satu-satunya orangtua, sahabat, temanku. Ia juga pergi meninggalkanku selamanya karena penyakit yang dideritanya. Dan sekarang hidupku terasa sangat hampa tanpa mereka Rein"ucap Rheanna.

Rein menegakkan tubuhnya. Ia merangkul dan menyandarkan kepala Rheanna kedada bidangnya.

"Tidak perlu iri padaku Rheanna. Jika kau tahu kehidupanku yang asli pun kau pasti tidak mau berada diposisiku. Aku seperti ini karena aku tidak mau dianggap lemah"ucap Rein.

"Tetapi sesulit apapun hidupmu. Kau masih memiliki orang tua yang mendukungmu dimasa-masa sulitmu itu. Sedangkan aku, kenal saja tidak"ucap Rheanna, sembari memainkan jari-jemari Rein.

"Lebih baik seperti itu Rheanna"ucap Rein.

Rheanna menegakkan posisinya, ia menatap Rein dengan penuh pertanyaan.

"Ya, lebih baik tidak mengenal. Daripada memiliki orang tua tetapi tidak merasakan keberadaannya"ucap Rein, dengan senyuman yang tidak pernah luntur dari wajah tampannya.

"Apa maksudmu Rein?"tanya Rheanna tidak mengerti.

"Hehe, kau ini bodoh sekali. Aku terlahir dikeluarga yang memiliki harta melimpah. Kukira hidupku akan bahagia karena itu, tetapi nyatanya tidak sama sekali. Aku dibuang oleh ibuku sendiri, aku dititipkan kepanti asuhan ketika aku baru berusia 9 tahun"jelas Rein dengan tenangnya.

"Tetapi mengapa ibumu tega menitipkanmu dipanti asuhan?"tanya Rheanna penasaran.

"Karena aku anak hasil dari perselingkuhan ibuku dengan orang lain. Suami ibuku marah ketika mengetahui itu. Dia menyuruh ibuku membuangku jika ibuku masih ingin tinggal dirumah dia. Aku memohon kepada ibuku agar dia tidak menitipkan aku dipanti asuhan, tetapi itu sia-sia. Dari situlah aku tidak mau bertemu, bahkan menganggap mereka keluargaku. Hanya kebencian yang ada dihatiku untuk mereka"jelas Rein.

Rheanna (On going)Where stories live. Discover now