2. Hinata Hyuga

271 13 1
                                    

Selamat membaca dan semoga kalian suka^^

*****

Gadis indigo itu berwajah pucat, bertubuh rintih. Ia lagi-lagi terbangun malam-malam kearena batuk yang tak kunjung sembuh. Entah sudah beberapa kalinya kejadian ini selalu menimpanya.

Hinata Hyuga. Gadis bermata bulan dan berambut panjang berwarna indigo yang cantik berjuta mimpi namun harus menyerah dengan semua mimpinya sejak satu tahun yang lalu.

Hinata turun dari kasur, berjalan mengambil gelas minum. Hinata menuangkan air hangat, hanya seperempat dari gelasnya. Menyendoki air tersebut dan menyeruputnya. Hanya tiga sendok saja. Tidak bisa lebih.

Hinata mendengar suara pintu rumah dibuka, ia menoleh ke jam dinding, hampir pukul tiga dini hari. Hinata mengambil jaket yang tergantung, kemudian berlari keluar rumah.

Hinata menyusul mamanya. Orang yang baru saja membuka pintu rumah dan keluar dari rumah disaat semua orang seharusnya masih tertidur nyenyak.

"Kaasan," panggil Hinata melihat mamanya, yah Hanazi Hyuga sedang mengunci pagar rumah.

Hinata memaksakan untuk mengembangkan senyumnya.

"Kenapa kamu bangun? Masuk sana, diluar dingin!" Suruh Bu Hanazi (karena di anime Naruto nggak di perlihatkan asal-usul Ibu Hinata jadi auto bikin sendiri).

Hinata berjalan mendekat, membuka kembali pintu pagar.

"Sudah Hinata bilang berapa kali, jangan lupa lapisin dua jaket. Udara jam segini sangat dingin, Kaasan bisa sakit," omel Hinata, memakaikan jaket bulunya ke tubuh sang Mama.

Buat Hanazi tersenyum kecil, mengelus lembut rambut indigo putrinya.

"Mama nggak papa Nata. Mama bisa melawan dingin malam."

Hinata terdiam sejenak, menatap matanya. Kulit wajah yang sudah tidak kencang lagi, kedua mata sayu karena tidak mendapat jatah tidur yang cukup. Lelah yang ditahan selama enam bulan ini.

"Nata nggak boleh ikut Kaasan kerja?" Tanya Hinata memohon.

"Nggak! Nggak! Kamu istirahat dirumah. Jangan ngelakuin hal macam-macam!" Tolak Bu Hanazi.

"Ma... Nata bi...

"Pokoknya nggak! Mama harus berangkat sekarang. Sudah mau telat! Kamu cepat masuk rumah."

Tanpa menunggu balasan Hinata, Bu Hyuga pergi begitu saja, meninggalkan Hinata sendiri didepan pagar rumah.

Hinata menghela nafas cukup panjang, kedua mata lavendernya berkaca-kaca, menahan untuk tidak menjatuhkan setetespun air mata.

"Gomenasai Kaasan."

Hanya kalimat itu yang bisa Hinata ucapkan setiap harinya. Rasa bersalah Hinata bertambah besar setiap detik, apalagi jika melihat Mamanya berjuang keras untuk menyelamatkan hidupnya. Bekerja dini hari sampai malam hari, semua pekerjaan dilakukannya yang penting halal tanpa rasa lelah hanya demi Hinata. Mulai dari tukang cuci piring cleaning service Mall, penjaga kasir cafe, dan banyak lainnya.

Hinata sangat bersyukur, Mamanya tetap mau berada di sisinya, menemaninya berjuang. Bagi Hinata Mamanya adalah segalanya di dunia ini.

Wanita paruh baya yang selalu mendukung Hinata dalam keadaan bahagia maupun sedih. Hinata menggap Mamanya seperti jelmaan malaikat berwujud manusia yang telah diturunkan oleh Tuhan untuknya.




12 Cerita Naruto NamikazeWo Geschichten leben. Entdecke jetzt