24. Meminjam Artinya Mengembalikan

10 0 0
                                    

Saya cuma editing sekali. Maaf kalo tiponya ngga kekontrol.

⚪⚪⚪

Kelu terbangun dari tidurnya. Yang pertama ia lihat adalah suasana sore yang tenang dengan beberapa gumpalan awan dari jendela kamarnya.

Ia ke kamar mandi. Gagang gayungnya kasar. Mungkin efek dari terlalu lama dibiarkan mengering. Siapa sih yang akan keluar-masuk kamar mandi kalau penguhi rumahnya saja hanya satu orang?

Kelu membasuh wajah. Dalam pantulan cermin, Kelu memerhatikan kantung matanya semakin menghitam. Padahal, ia baru saja bangun dari tidur.

Kelu kembali ke kamar. Ia sempat melirik Warik yang sedang menonton televisi. Atau sebaliknya. Kelu duduk di kursi meja rias. Kemudian mengubungi Pak Aa dengan ponselnya. Namun, nomor Pak Aa tidak bisa dihubungi.

Ia men-scrol kontaknya. Jarinya berhenti di nomor ponselnya Hamdi.

Sejenak, Kelu mengingat-ingat kenangan mereka. Jemputannya dengan mobil, suaranya yang khas, ketewanya saat di kantor, kejahilannya, permintaannya untuk makan malam yang selalu Kelu tolak, tatapannya, senyum manisannya, dan pelukan hangatnya, terngiang-ngiang di kepala Kelu.

Hingga ingatannya mencapai; ia memukul Ejja. Juga menampar dirinya.

Kelu langsung menghapus nomor itu begitu saja. Ia tak sudi menyimpannya lagi.

Kelu benci mengakuinya bahwa ia juga sudah menyimpan rasa pada Hamdi. Walaupun tak sebesar rasa yang Hamdi punya. Yang Kelu kira bahwa lelaki itu bisa membantu, tapi ternyata malah membuat isu malam jumat ini semakin ruwet.

Bayangkan saja kalau Hamdi tahu isu malam jumat ini lebih awal. Apa jadinya? Atau, karena jangan-jangan sebab Hamdi tidak diberi tahu Kelu tentang isu malam jumat, akhirnya Hamdi merasa bahwa dirinya tak lagi Kelu butuhkan. Siapa yang tau cara pikirnya?

Kelu pikir, analisa yang kedua lebih tepat sasaran. Tapi, walaupun Kelu tak menginginkan Hamdi tahu masalah ini, sama saja seperti menghancurkan perasaan Hamdi. Siapa yang bisa disalahkan kalau sudah seperti ini? Hamdi? Atau dirinya? Atau perasaan saling suka yang terlanjur mengakar pada mereka?

Kelu menengok ke arah jendela. Langit mulai keorenan. Ia menarik kursinya mendekati jendela. Ia ingin menatap kepergian sang mentari. Menatap kawanan burung yang hendak pulang. Menatap seseorang di jalan---itu pun kalau ada. Serta, menikmati udara segar dari luar saat Kelu membuka jendela kamarnya.

Jarang sekali Kelu menikmati suasan seperti ini, sendirian. Biasanya Susan selalu menemaninya. Atau, kadang mereka hanya bisa menikmati senja dari balik kaca mobil. Atau tidak sama sekali.

Kelu mengembus napas. Angin menyentuh kulitnya berulang-ulang. Mungkin, ini alasan mengapa para penjahat suka tinggal di daerah Maha Raya.

Sampai menjelang maghrib, Kelu masih duduk di sana. Tanpa memikirkan apapun. Ia tidak boleh memikirkan apapun selain menanti matahati benar-benar tenggelam. Dan ya, ia benar-benar melakukannya.

Warik memanggil Kelu. Kelu menoleh ke arah pintu. Warik tidak memanggilnya dari depan pintu. Sepertinya di dapur.

Kelu keluar kamar. Ia melihat Warik sedang duduk di kursi meja makan. Di meja, telah tersedia mi goreng yang dihidangkan di piring, sebakul nasi, dan ceret teh, beserta dua piring dan dua gelas yang diletakan bersandingan di mana mereka harus duduk. Apa ini makan malamnya?

Apa Warik selalu makan mi tiap hari setelah Menik meninggal? Karena Kelu ingat, saat ia dateng ke sini sekitar dua minggu yang lalu---menginap untuk mengenang kepergian Menik---Warik juga hanya menghidangkan mi goreng.

Aku Bisa Membaca Pikiran dari Pakaian yang Kamu Kenakan [TAMAT]Where stories live. Discover now