31. Sel dalam Semalam

7 0 0
                                    

Pratsua sudah duduk di bangkunya dari tadi. Sebelah lengannya sudah menggenggam gagang telepon. Entah berapa lama ia menunggu Kelu datang menemuinya dalam keadaan seperti itu.

Kelu duduk. Ia mengambil gagang teleponnya. Pandangannya tak lepas dari wajah Pratsua. Bukan. Tapi penutup mata yang Pratsua kenakan

"Halo?"

"Halo?" jawab Pratsua.

"Ada apa?" tanya Kelu.

"Aku ke sini untuk menengokmu." Senyumnya mengembang.

"Kenapa?"

"Kenapa harus kenapa?"

"Aneh aja. Rasanya ...."

"Tadi pagi, saya lihat berita tentang kamu. Saya khawatir."

"Khawatir?"

"Iya."

Kelu tak suka dikhawatirkan seseorang. Dia tidak butuh itu. Kelu mengusap matanya, lalu turun ke tengkuk. Pratsua tidak memberi tahu alasan mengapa ia mengunjungi Kelu hari ini. Itu yang membuat Kelu merasa aneh.

Perlahan, Kelu mulai melunakkan semua pertanyaan itu. Ia membuang jauh-jauh pertanyaannya dan mulai dengan pertanyaan yang baru.

"Kok kamu pakai penutup mata?"

"Mataku rentan sinar matahari," jawab Pratsua. Ia menambahkan kekeh di akhir kalimatnya.

"Masa, sih?" Memang aneh. Apalagi melihat Pratsua di malam-malam yang lalu ia terlihat baik-baik saja.

"Haha. Saya bawa tongkat ke sini." Pratsua mengangkat tongkatnya dengan tangan satunya.

"Saya dituntun sama salah satu penjaga untuk duduk di sini." Pratsua menoleh ke arah kanan. Menunjukkan.

Kelu menatap ke kanan. Siapa yang dimaksud Pratsua? Tidak ada petugas di sana.

"Saya ngga benar-benar gak melihat. Kain ini jahitannya ngga terlalu rapet."

"Itu penutup mata baju gramis 'kan?"

"Iya. Saya memakainya sejak umur 10 tahun."

Aslinya Kelu ingin menanyakan umurnya sekarang. Tapi, mungkin itu privasi.

"Kelu, kalau kamu butuh bantuan, bilang, ya."

Entah mengapa senyum Kelu mengembang. Ternyata keinginannya di malam itu---saat mengembalikan jaket---terkabul sekarang. Pratsua benar-benar mengatakan hal itu dari telepon di hari pertamanya masuk penjara.

"Ya," jawab Kelu.

"Ya sudah. Sampai jumpa."

"Iya."

Pratsua meletakkan gagang teleponnya. Kelu melihat lelaki itu menengok ke kanan dan ke kiri. Entah apa yang dicarinya. Pratsua mengambil tongkatnya. Dan berdiri. Kemudian meninggalkan tempat ini. Meninggalkan Kelu.

Kelu kembali ke dalam penjara. Petugas itu berhenti mengikuti Kelu saat Kelu sudah sampai di tempat tujuan. Yaitu, halaman belakang penjara.

Sinar matahari menyapanya. Entah mungkin karena ia terlalu lama di dalam sel, saat ia keluar, matanya menyipit seperti sedang beradaptasi dengan sinar matahari.

Kelu pikir, ia tidak akan bisa melihat langit lagi. Ternyata, penjara ini tempat yang terbuka. Serta, halamannya luas. Walau hanya ada pasir seluas mata memandang.

Di sekeliling halaman penjara, tembok setinggi kira-kira lima belas meter yang membentang dari ujung ke ujung, membatasi dunia dalam penjara dan dunia luar yang bebas.

Kelu berjalan sendiri melewati banyaknya orang yang lalu lalang. Jelas, mereka menatap Kelu. Ia berputar, menatap atap gedung. Matahari menyilaukan dan hangat. Kelu menyukainya. Saat ia kembali menatap ke depan, ia melihat Usa berjalan mendekatinya.

Usa mengajaknya ke kerumunan orang-orang yang duduk mendeprok di pasir. Omong-omong, pasir di sini lembut. Warnanya putih. Seperti pasir pantai. Bahkan beberapa orang pun memilih untuk tidak menggunakan sandal.

Kelu berhenti melangkah. Dalam posisi berdiri itu, Ia menatap keenam orang yang duduk bersama Usa. 

"Sini, Mba, duduk di sini," ajak salah satunya yang memakai kerudung sambil menepuk pelan pada ruang duduk untuk Kelu.

Usa duduk di samping Kelu. Dia tampak akrab dengan mereka semua yang dominan adalah anak-anak gadis.

Tak ada obrolan berat yang disampaikan mereka. Hanya sekadar hiruk piruk di penjara. Usa selalu tertawa kalau mendengar lelucon yang mereka buat. Namun, Kelu tidak demikian. Kelu hanya menyimak. Tetapi tidak benar-benar menyimak. Pikiranya setengah kosong. Melalang buanan memikirkan nasib masa depannya. Apa yang terjadi bila ia sudah keluar dari penjara? Bagaimana reaksi orang-orang? Apa semua orang akan semakin membencinya?

Kelu berdiri. Ia izin ke kamar mandi. Bukan ingin buang hajat. Tetapi hanya ingin mencari tempat sendiri. Di mana, ia bisa fokus dengan isi kepalanya sendiri. Ia butuh ruang untuk sendiri.

Seharian ini, ia belum melihat Inayah dan adiknya. Ke mana mereka? Mengapa tidak berkumpul bersama Usa?

Sesampainya di kamar mandi, ia duduk di bibir bak yang sisinya kering. Ia menyandarkan punggungnya di tembok. Salah satu kakinya naik ke atas. Dan satunya menuntai di sisi wc. Tidak ada kamar mandi ber-closet di penjara ini.

Ia mengusap matanya, lalu turun ke tengkuk. Kelu menulis kalimat rancu dengan jari telunjuknya di bak mandi sebagai perantara bahwa otaknya sedang melamun. Matanya menatap kosong pintu kamar mandi yang dicantelkan tali tambang. Entah siapa yang meninggalkannya.

Ia menatap ke jendela sirkulasi cahaya kamar mandi yang tebal dan buram itu. Kelu menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya. Ia menarik pandangannya.

Ia menutup kedua matanya sambil mengingat-ingat kedatangan Pratsua tadi pagi.

Apa benar mata Pratsua rentan sinar matahari? Rasanya kurang meyakinkan.

Apa yang membuat Pratsua datang ke sini? Apa dia mengkhawatirkan Kelu? Atau mengkhawatirkan kandungan Kelu? Karena anak yang dikandung Kelu ini adalah juga anaknya. Bukankah Kelu sudah bilang padanya bahwa dia bisa mengurus anak ini sendiri. Tapi apakah wajar bila seorang ayah datang untuk mengkhawatirkan anaknya? Ya jelas itu wajar. Malah memang seharusnya demikian. Tapi jujur, Kelu bisa hidup sebagai single parent. Ia pasti bisa.

Ada yang mengetuk dari luar. Itu seorang petugas. Kelu sudah hapal bagaimana suara-suara tegas dari petugas di penjara ini.

* * *

Seharian, setelah dari kamar mandi, Kelu hanya berada di dalam sel. Padahal, ia  belum mencuci pakaiannya hari ini. Apa ia akan memakai pakaian ini sampai ia tidur? Ya. Kelu melakukannya.

Di malam yang dingin itu, Kelu tak bisa tidur karena badannya gatal dan ingin buang air kecil.

Kelu bangkit dari kasurnya. Ia mendekati jeruji selnya.

"Mau ke mana, Mba?" tanya Usa. Kelu pikir, hanya dirinya yang belum tidur.

"Mau ke kamar mandi, Usa."

Usa duduk. "Mba harus nunggu sampai pagi. Soalnya, kalo malam, pintu sel ngga dibuka."




Aku Bisa Membaca Pikiran dari Pakaian yang Kamu Kenakan [TAMAT]Where stories live. Discover now