Sisa embun hujan tadi pagi masih menempel dibangku dan daun bunga. Nabila memeluk dirinya sendiri, menatap aneka bunga yang sudah berbulan-bulan dirawatnya. Halaman belakang rumahnya yang dulu terlihat sunyi dan kosong kita tak lagi, sesekali beberapa ekor kupu-kupu singgah mencuri nektar bunganya.
Akhir-akhir ini memang hampir setiap hari turun hujan, bahkan disetiap laman berita yang beredar, banjir sudah merendam beberapa wilayah di Indonesia.
Semenit berlalu, gerimis kembali datang bersama angin yang membuat hawa semakin dingin. Nabila melangkah mundur dan menutup pintu belakangnya itu. Barusan, dia tengah menunggu pemanas airnya berbunyi. Membuatkan secangkir kopi untuk laki-laki yang sedang bergulat dengan banyak kata-kata dilaptopnya.
Sembari mengaduk kopi dan mengelus perutnya yang mulai membuncit, ingatan Nabila terlempar pada kejadian sebulan lalu.
Sadar dari lamunannya, Nabila langsung membawa kopi itu ke kamar Kholil.
"Makasih..." ucap laki-laki itu sambil melepas kaca mata radiasi, menatap dalam Nabila yang berdiri disebelahnya. Tangannya tergerak meraba perut Nabila pelan.
"Maaf yaa sayang... Papa lagi ngerjain skripsi, jadinya nggak bisa nemenin mama kamu..." oceh Kholil sambil tersenyum sendiri.
Nabila ikut tersenyum sambil mengacak rambut berantakan Kholil. Laki-laki itu sekarang bisa dibilang mandinya satu hari sekali, mentang-mentang sebulan dua kali ke kampus nya, Kholil hanya mandi sore hari. Pagi-pagi setelah sarapan, laki-laki itu kembali berkutat dengan kertas-kertas hvs yang bertebaran dimeja belajar.
"Makasih yaa Bil... Karena kamu sudah ngerjain laporan-laporan ini, sidang skripsi saya jadi dipercepat. Insyaallah, bulan depan kalau sempat, bisa ikut wisuda sama angkatan lama..."
Nabila tertawa sambil menggenggam tangan suaminya. "Fighting!" ucap Nabila pelan dengan ekspresi menyemangati.
"Habis ini kamu mau kemana? Disini aja yaa temenin saya..." pinta Kholil memohon. "Bentar-" kata Kholil lagi tertahan lalu menarik Nabila dan menyuruhnya duduk di ranjang. "Jangan kemana-mana, tunggu disini aja. Saya ambilin sesuatu biar kamu bisa duduk enak disini." Kholil bergegas keluar kamar.
Tak sampai semenit, laki-laki itu datang sambil mendorong sofa mereka yang ada di ruang keluarga. Nabila geleng-geleng kepala dengan apa yang dilakukan suaminya.
"Ya ampun kak, Bibil kan bisa duduk disini..."
"Kejauhan dari meja belajar saya-" sahut Kholil cepat. Setelah meletakan sofa itu pas disebelah kursinya, Kholil berjalan ke ranjang mengambil beberapa bantal dan badcover. Menyuruh Nabila untuk tidur disana hari ini dan seterusnya hingga pekerjaannya itu selesai.
_________________
"Kamu baru cerita ke saya soal itu..." protes Kholil seraya mengaduk susu Frisomum Gold untuk Nabila. Sebenarnya protesnya itu hanya basa-basi agar istrinya banyak bersuara. "Tapi nggak papa, saya senang kamu melakukan itu." lanjut Kholil seraya meletakan gelas itu dihadapan Nabila.
Nabila meminum susunya sedikit. Lalu menatap Kholil yang duduk disebelahnya. Entah sejak kapan, Kholil merubah tempat duduknya ketika mereka di meja makan. Jika sebelumnya mereka bersebrangan, kini bersebelahan.
"Kayaknya aneh deh, masa nanti kalau anak kita lahir, kak Kholil masih pakai saya ngomong sama Bibil..." celetuk Nabila sambil meraba kumis tipis Kholil yang mulai tumbuh lagi. Sejak kepulangan Kholil sebulan yang lalu, Nabila jadi bersikap manja dengan laki-laki itu.
Kholil tersenyum menatap wajah yang hanya berjarak beberapa senti dihadapannya. "Terus gimana ngomongnya? Saya terlalu baku, aku terlalu kasar, mas terlalu tua, papa anaknya belum lahir..." sahut Kholil melempar kembali pertanyaan istrinya setelah mengemukakan beberapa panggilan dengan alasannya.
Nabila jadi ikut dibuat berpikir. Ikut bingung kata apa yang cocok dan pantas diucapkan oleh Kholil ketika mereka berbincang.
"Iya kak, bingung jadinya..." ucap Nabila sambil menyandarkan kepalanya tanpa sungkan ke dada Kholil.
Kholil mengusap rambut Nabila halus, masih berpikir soal pertanyaan istrinya tadi. Sejak awal rasanya ia nyaman menggunakan kata "saya" ketika berbicara dengan Nabila. Selain baku dan tak terlalu lebay, itu juga seolah menunjukan dirinya sebagai pria dewasa. Nabila sendiri akan menyebut dirinya dengan namanya "Bibil" menunjukan sifat kekanakan dan sosok wanita lembut dan penyayang.
Iseng, Nabila mendengarkan detak jantung Kholil sembari menempelkan tangan untuk merasakan detak jantungnya sendiri. Matanya terpejam merasakan ritme detak yang berbeda.
Tanpa direncanakan, ingatan Nabila kembali ke bulan lalu. Mengingat bagaimana respon Kholil saat mengetahui kehamilannya.
"Kalau tidur, mending kita ke kamar. Nanti punggung kamu sakit..." tegur Kholil pelan. Nabila tak tau berapa menit ia melamun sambil mendengarkan irama detak jantung suaminya.
Nabila mengangkat kepalanya sambil tersenyum. Lalu meneguk kembali susunya yang baru sedikit diminumnya.
"Saya juga bingung mau ganti pakai kata apa..." celetuk Kholil lagi. Rupanya sejak Nabila melamun, suaminya malah berpikir soal pertanyaan Nabila tadi.
"Gak papa kak, gak usah dipikirin. Mending sekarang lanjut ngerjain skripsi kakak..." ajak Nabila lalu meneguk susunya hingga tetes terakhir. Setelah habis, Nabila menatap Kholil yang masih duduk ditempatnya.
"Ayo kak-" ajak Nabila sambil memegang pergelangan suaminya. Kholil langsung turun dari kursinya, membungkuk, menyelipkan tangannya ke bagian belakang lutut Nabila. Mengangkat tubuh mungil namun sedikit berat itu ke pangkuannya.
"Kak... Bibil bisa jalan sendiri-"
"Kamu gak suka saya gendong..." lirih Kholil tertahan.
"Ya sudah jalan." jawab Nabila sambil mencolek hidung mancung suaminya.
__________________
Jangan lupa:
Vote dan Komen
Bagi ke temannya yang belum baca yaa :)
See you again...
KAMU SEDANG MEMBACA
Presiden Mahasiswa & Kupu-Kupu Kampus [SEGERA TERBIT ✔]
Teen Fiction🌻 SEGERA BACA SEBELUM BEBERAPA BAB AKAN DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN 🌻 Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Percayalah, apa dan siapapun yang datang ke kehidupan kamu, itu semua ada alasannya. Tentang Nabila yang menikah denga...