-Prolog.

768 86 112
                                    

            Seorang gadis duduk di teras seraya menatap langit malam, langit masih sama gelap nan hitam ia benci gelap namun jika ada bintang dan bulan ia sangat menyukai pemandangan langit dimalam hari. Nama gadis itu Naina ia sangat menyukai bintang, cita-citanya, ingin menjadi bintang paling bersinar  diantara bintang lainya.

"Hai Nai. Lagi apa? Lihat bintang lagi," ucap seorang laki-laki yang sudah dia anggap seperti kakaknya sendiri.

"Kak bagaimana rasanya punya seorang ibu?"

Sejak Naina kecil, dia tak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Ibu Naina meninggal beberapa hari setelah ia dilahirkan ke dunia, sejak kecil hingga kini ia sangat ingin merasakan kasih sayang seorang ibu.

"Mengapa kamu bertanya soal hal itu? Denger kakak Nay apapun yang terjadi kita harus bersyukur masih punya keluarga. Kakak yakin di luaran sana banyak anak yang lebih menderita dari kita. Lihat anak jalanan yang gak punya keluarga kamu yang kuat ya ... Tuhan pasti tau kapan kita bahagia."

Ucapan Afrian benar-benar menusuk hatinya. Gadis itu tak kuasa menahan air matanya perlahan tetesan air bening menetes. Naina menangis tersedu-sedu. Dia sangat ingin merasakan kasih sayang seorang ibu.

"Hai. Hapus air mata kamu Nay! Jangan jadi gadis lemah, aku yakin kamu kuat." Afrian mencoba menguatkan Naina.

Afrian pandai selalu memiliki cara agar Naina tak bersedih padahal dia sendiri memiliki luka hati yang sulit untuk disembuhkan ya ... Afrian sangat merindukan sosok ayah dalam hidupnya sejak kecil ia tak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah, pria jahat itu tak pernah perduli selalu menganggapnya sudah mati.

"Kak. Aku ingin melihat ibuku andai beliau masih hidup pasti aku bakal bahagia. Ibuku meninggal karena melahirkanku, aku sudah membunuh ibu ku sendiri." Tangisan gadis itu pecah dia sudah tak kuat lagi selalu di tuduh pembunuh oleh kakak kandungnya sendiri.

Lelah tak kuasa menahan perih pukulan tamparan luka itu membuat Naina kesakitan Naila sang kakak memang tak memiliki hati selalu menyakiti dan menyalahkan adiknya atas kesalahannya sendiri.

"Nay. Kematian itu sudah takdir dari Tuhan jangan menyalahkan diri sendiri. Kalau memang sudah takdir kita bisa apa?"

"Kak Afrian tetaplah disini jangan pernah meninggal aku ya."

Afrian memeluk Naina menghapus airmata adiknya, hanya dengan Afrian lah Naina berbagi luka. Mereka saling menguatkan satu sama lain.

Persahabatan yang indah. Afrian dan Naina dua orang kuat dalam menjalani kehidupan. Mampu kah mereka menjalani persahabatan tanpa melibatkan perasaan?

Hm tidak akan pernah hubungan antara mereka hanya sebatas kakak dan adik kita lihat saja nanti apakah akan ada benih-benih cinta yang merekah dihati mereka?

Hanya waktu yang dapat menjawab ....

Terimakasih sudah membaca

Riana Story Where stories live. Discover now