[Bab 17] Bukan salah Naina.

107 16 157
                                    

Flashback ke tahun 2005

Matahari mulai terbangun dari peraduannya memancarkan cahaya hangat membawa semangat baru dihari yang baru, suara pisau berpadu dengan talenan terdengar dari dapur, aroma masakan bunda membuat Naila gadis berusia enam tahun bangun dari tidurnya.

Gadis mungil itu memeluk tubuh ibunya, aroma lezat masakan bunda sudah bikin perut Naila keroncongan, Naila anak manja dia suka mencium kening ayah, memeluk bunda rasanya senang walau kadang kesepian andai saja dia memiliki adik pasti seru.

"Unda macak apa?" ucap Naila, nama lengkap gadis kecil itu, Naila Bintang namun dia lebih suka pelangi sehabis hujan daripada bintang, tujuan ibunya memberi nama itu, agar malaikat kecilnya dapat menjadi bintang paling bersinar.

"Bunda lagi masak makanan kesukaan kamu, makan Bunda suapin ya, habis itu sekolah oke anak manis," ucap Nathalia Sekar, usianya masih 26 tahun namun sudah menjadi ibu beranak satu, masih muda terkadang dia sering dapat cibiran entah dari teman atau pun keluarga 'ninggalin pendidikan demi menikah dengan pria miskin, percuma otak cerdas percuma sekolah ujungnya bakal jadi ibu rumah tangga.' Namun baginya tidak masalah, dia ikhlas menjalani ini semua ngurus anak dan suami ibadah untuk bakal akhirat nanti.

"Unda, Ila ndak mau cekolah gak mau, gak! Meleka jahat Unda, mereka ejek aku." Bagi seorang ibu melihat anaknya menangis sudah membuat hatinya teriris.

"Emang nya mereka bilang apa?"

"Meleka bilang Unda gila, ndak Undaku tak sepelti itu." Sekar memeluk tubuh malaikat kecilnya itu, ya terkadang mereka selalu bilang hal yang belum tentu benar.

"Ok, anak manis jika kamu gak mau sekolah hari ini, kita jalan jalan saja mau? "

"Iya Unda."

****

Suasana hujan banyak disukai begitu pula Naila sangat menyukai hujan namun sayang pagi ini hujan turun begitu derasnya membuat rencana jalan-jalan bersama ayah bunda gagal total.

Kini Naila sedang menikmati masakan bunda, bersyukur sekali hari ini bisa makan enak, nasi sambal terasi serta tempe dan tahu, itu saja Naila makan lahap sekali, maklumi saja harga beras mahal, terkadang ayah hanya mampu memeriahkan makan anak serta istrinya singkong rebus saja.

Saat Nanda menikahi Sekar, dia sudah berjanji akan terus menjaganya sampai kapanpun, kehadiran Naila menjadi pelengkap kebahagiaan mereka.

"Maaf ya, aku belum bisa memberikan kamu kebahagiaan," ucap Nadra pada Sekar, dia merasa gagal menjadi seorang suami dan ayah yang baik lantaran tak mampu memberikan uang cukup untuk kebutuhan mereka, namun bagi sekar orang yang dicintainya berada di sisinya itu sudah cukup, karena bahagia gak semua tentang uang.

"Buat aku, kamu selalu bersamaku itu sudah cukup membuatku bahagia, jangan pernah meninggalkan aku ya."

Nandra sangat mencintai Sekar sampai kapanpun akan selalu begitu.

"Iya aku janji akan selalu ada buat kamu dalam suka dan duka."

Nadra bukan pria yang pintar mengucapkan kata-kata romantis dia jarang bilang cinta dan sayang, bukan berarti gak cinta dia selalu memberi bukti bukan hanya sekedar janji-janji.

Sekar memeluk Nandra dan Naila bahagia rasanya bisa terus bersama orang paling berarti di dunia, semoga saja ini selamanya.

Riana Story Donde viven las historias. Descúbrelo ahora