3. caught

203 51 20
                                    

Hal yang terjadi saat ini benar-benar di luar dugaanku. Belum ada dua jam aku menolak ajakan Sashi untuk berkenalan dengan gitarisnya Frank, tapi di sinilah aku saat ini, duduk bersebrangan dengannya bersama satu cup McFlurry dan satu paket Happy Meal milik Rex.

"Lo mau?" Rex menawarkan chicken nugget dari tempat makannya.

"Nope, thanks. Lo beneran suka Happy Meal apa cuma mau ngoleksi mainannya?" tanyaku penasaran. Karena pada saat sedang memesan tadi, Rex secara khusus meminta pada petugas kasir untuk busa memilih mainannya sendiri.

"Dua-duanya." Rex menyengir lebar dan kini dirinya terlihat seperti anak kecil.

"Gue semacam ngoleksi mainannya gitu? Hehehe," Imagenya saat ini terlihat cukup kontras dengan dia berada di atas panggung tadi. Kalau di panggung, garis wajahnya yang sudah tegas itu semakin diperkuat dengan minimnya senyuman dan seriusnya wajahnya saat dia memainkan gitarnya. Jadi, kelihatan dingin dan galak. Sedangkan saat ini dia terlihat seperti bocah lima tahun tidak berdosa.

"Lucu banget."

"Lo juga."

Sumpah, hampir saja aku tersedak McFlurry yang sedang aku makan. Maksudnya apa coba? Hmmmm.

"Hah? Apanya?" pura-pura bodoh adalah jalan ninjaku.

"Lo, Aletta, Lucu." dengan santainya Rex mengucapkan kata-katanya barusan sambil mengunyah makanannya.

Yah, bisaan banget nih si Rex. Mungkin karena anak band kali ya, suka menulis lirik-lirik lagu yang sangat puitis sehingga membuat mulutnya itu sangat handal mengeluarkan kata-kata manis.

Aku pun mencoba mengalihkan topik. Jujur, aku suka kikuk sendiri kalau habis dipuji orang seperti itu. Tapi, sebenarnya aku kurang tahu juga, kalau dibilang lucu itu sebuah pujian atau bukan.

"Jadi, Frank itu tadi nama band lo ya?"

Rex menangguk, "Yep."

"Gue kira itu nama vokalisnya lho."

"Nooo. Orang emang suka salah sih nangkep sih."

"Keren tapi namanya."

"Thanks." ucap Rex sambil menyisir rambutnya ke belakang. Mungkin kalau yang duduk di tempatku saat ini adalah salah satu cewek-cewek yang berteriak histeris tadi, mungkin mereka sudah pingsan melihat Rex tadi.

Cakep banget, bro!

"So, what do you think about Frank?"

"Kalian keren sih tadi. Meski gue nggak ngerti musik-musik banget, tapi kalian oke. Genre kalian tuh rock ya?"

Rex menangguk. "Yep. Lebih ke Indie rock gitu sih lebih tepatnya."

"Fans kalian gila banget. Serius. Gue kaget banget kalian lumayan terkenal, karena gue gak tahu kalian siapa tadi," ucapku. "But, I believe you guys will make it big."

"Ah, kita emang belum sebesar itu namanya. Masih kecil banget. Terkenal kata lo tadi karena sering manggung dari kampus ke kampus aja. Apalagi kampus lo."

"Fans lo tapi gila banget teriaknya. Tadi pas bagian solo gitar lo, Ya Tuhan, kuping gue pengang."

"Gitu ya? Hehehe," Si Rex terkekeh lalu menunduk malu saat mendengar ucapanku barusan. Mendadak kedua telinganya memerah membuatnya terlihat sangat menggemaskan!

Kalau gini jadi inget Ale. Dia kalau sudah malu, telinganya juga akan berubah warna seperti Rex saat ini.

Setelah hampir satu jam kami saling bercengkrama, aku dan Rex memutuskan untuk menyudahi acara makan malam mendadak ini. Tadinya, Rex dengan baik hatinya mau mengantarku pulang tapi saat mengetahui bahwa rumahnya yang berada di daerah Sektor 9, yang mana lawan arah denganku, aku memutuskan untuk pulang sendiri.

LabyrinthWhere stories live. Discover now