Marga

7 3 0
                                    

HAYOO HAYOO HAYOO, JAN LUPA VOTE DAN COMMENTNYA KAKAK ><


Hari baik itu enggak akan terlupakan, hari di mana luka perlahan menutup dan sembuh. Perlahan kami belajar mengikhlaskan apa yang terjadi, seiring berjalannya waktu kami semua menjadi dewasa dengan cara kami masing-masing. Satu tahun kemudian, 2009, adalah tahun yang sangat baik dan membahagiakan, ibu dan tante Rita berhasil merintis usaha, membuka toko oleh-oleh dan kafe di dalamnya, mendapatkan pinjaman modal dari bank dan berhasil melunasi hutang-hutang ibu. Begitu juga dengan bapak, hampir berbulan-bulan bapak sering berkunjung ke toko tempat ia bekerja dulu untuk belajar merintis usaha yang sama, atasan bapak baik, dia mau berbagi ilmu dan modal. Dia meminjamkan Bapak modal untuk membuka toko yang menjual alat dan perlengkapan bangunannya sendiri, dengan syarat menjadikan toko tempat bapak bekerja tersebut menjadi distributor dari toko bapak dan mengembalikan modalnya ketika sudah mendapatkan untung, aku tidak begitu paham tentang kewirausahaan. Yang aku tau, bapak berhasil, bapak membuka tokonya sendiri, hingga seiring waktu yang berjalan, karyawan bapak bertambah, isi toko semakin lengkap dan meluas, bapak berhasilmembuat kehidupan kami semakin baik dan berubah drastis, itu bisa dilihat dari rumah kami yang direnovasi dan bapak yang membeli mobil, walaupun cuma mobil second. Nampak gampang sekali sepertinya ya jika dijadikan sebuah tulisan, padahal, sungguh banyak banget perjuangan bapak dan ibu sampai mereka bisa berhasil dengan caranya masing-masing.

Di tahun 2010, Minggu 25 Oktober, mas Lukman resmi menikah di umurnya yang masih muda, 20 tahun, bapak dan ibu merestui, karena menurut mereka mas Lukman sudah cukup dewasa, dia juga udah punya pekerjaan tetap, dia menikah dengan seorang gadis bernama Dewi Anastasya, kami memanggilnya mba Dewi, dia cantik, baik, pinter juga, sampai sekarang juga masih cantik, masih baik juga, tapi gak tau masih pinter atau enggak. Dulu selama pacaran sama mas Lukman dia sering main ke rumah, bantuin aku ngerjain PR bahkan pernah bantuin aku memompa ban sepedaku, mas Lukman memang pandai memilih. Saat ini mas Lukman tinggal di Bandung, dia membeli rumah di sana, hidup bahagia bersama anak laki-lakinya, Kenzi Hanif Purnomo, dedek Kenzi, begitu kami memanggilnya, usianya masih tujuh tahun, lebih tampan dari ayahnya.

Oh iya, jika kalian perhatikan nama belakang dedek Kenzi sama dengan nama belakangku, begitu juga mas Lukman, karena kami sekeluarga memiliki nama belakang yang sama, dengan nama bapak dan ibu, ya bisa dibilang marga keluarga kami. Anak laki-laki dari keluarga kami memiliki nama belakang yang sama seperti bapak dan anak perempuan memiliki nama belakang yang sama seperti nama belakang ibu.

Nama panjang Bapak adalah Rudiansyah Hanif Purnomo, begitu juga dengan mas Lukman dan aku, Lukman Hanif Purnomo dan Fahri Hanif Purnomo. Nama panjang ibu, Murni Syahiddan Anissa, begitu juga dengan kak Lia dan kak Karin, Aulia Syahiddan Anissa dan Karina Syahiddan Anissa. Keluarga yang kompak (dulu).

Sepertinya sampai sini dulu aku mengenalkan anggota keluargaku, secara bertahap akan aku ceritakan kembali melalui apa yang akan aku alami esok, lusa dan seterusnya. Aku terlalu candu menghadap ke laptop sampai melupakan jam dinding, sekarang sudah jam 02.45 Pagi, kalender laptop sudah menunjukkan hari selasa 13 Februari 2018. Aku benar-benar berhasil melewati hari senin. Empat jam lagi menuju sekolah, entahlah masih sempat tidur atau tidak, sepertinya bakal ada yang dipanggil mata panda disekolah nanti.

Aku lanjut tulisan ini besok malam, atau mungkin lusa, entahlah.


Kita Hanya Perlu MengertiWhere stories live. Discover now