13 - 𝓣𝓾𝓻𝓶𝓸𝓲𝓵

7.3K 302 4
                                    

Miracle menutup pintu kamar Agatha lalu berjalan menuju tangga berputar yang menuju lobi. Ia resah.

"Ada apa, nyonya?" Tanya seseorang yang berpakaian jas yang menunggu di ruang tamu. Petugas keamanan yang dipekerjakan Tuan Markus untuk Miracle. Miracle mendelik kearahnya lalu kembali menggigit kuku ibu jarinya, ia sedang berpikir.

"Agatha pulang," katanya. "Lalu?" Tanya pria itu.

Miracle memijit kepalanya yang berdenyut. Ia terpikirkan banyak hal kalau melihat wajah Agatha. "Anthony, aku harus bagaimana? Dia disini. Sekarang." Kata Miracle.

Anthony menatap nyonya-nya yang kelihatan resah. Mungkin lebih ke antusias, tapi perasaan positif itu tidak bisa mendominasi keraguan hati Miracle untuk melakukan sesuatu. Anthony sering mendengar cerita kerasahan dan keraguan Miracle. Wanita itu ingin dekat dengan putri angkatnya, tapi ia tidak tahu bagaimana.

"Mungkin Anda hanya perlu berbicara dengannya." Kata Anthony singkat. Ia benar-benar tidak mengerti dunia keluarga Agatha. Ia masih lajang, dan tidak ada rencana menikah sama sekali.

Miracle menggeleng lalu menghela napas lelah. "Aku ngomong apa sih. Dia pasti tidak mau ngomong samaku. " kata Miracle.

Miracle kadang-kadang mengutuk dirinya yang datang dari kelas lebih rendah daripada Markus. Ia mencintai pria itu, begitupula sebaliknya. Tapi cinta saja tidak cukup di dunia ini. Cinta bukanlah alasan yang kuat yang bisa membuat orang-orang berhenti membuat mereka menjadi bahan omongan. Cinta juga bukan alasan yang cukup bagi Agatha untuk memercayai Miracle ketika gadis itu pun sudah melalui terlalu banyak hal sampai ia sendiri sudah merasa asing dengan rumah ayahnya ini.

"Nyonya," panggil seseorang lembut. Miracle menoleh kepada gadis pelayan rumah itu. "Nona Agatha mencari nyonya." Katanya.

Kedua mata Miracle membulat. Begitupula dengan Anthony. Miracle menoleh kepada Anthony dengan tatapaan penuh harap. Seakan ia berkata 'Bisakah? Inikah kesempatan yang diberikan semesta untukku?'

Anthony mengangguk. Memberikan dukungan tersiratnya kepada Miracle untuk mengambil kesempatan ini. Miracle menelan ludahnya lalu berdehem dan memperbaiki rambutnya. Entah untuk apa, tapi dia merasa dia harus kelihatan layak untuk bertemu kembali dengan Agatha.

"Agatha, sayang?" Sapanya dari balik pintu kamar. Agatha menoleh kepada Miracle, tidak ada kata-kata keluar dari mulut gadis itu. "Kamu memanggilku?" Tanya Miracle.

"Ya," jawab Agatha singkat. "Ada apa?" Miracle menutup pintu di belakangnya. Ia sedikit berharap kalau Agatha ingin menceritakan sesuatu tentang Tuan Isaac. Segelintir pengakuan tindak kekerasan dari Agatha sudah cukup untuk membuat Miracle mengadu kepada suaminya.

Agatha terdiam sejenak lalu kembali menatap kertas-kertas yang ada di pangkuannya. "Aku ingin ke salon." Kata Agatha singkat. Miracle memukul jidatnya di dalam hati. Tuan Isaac tidak merawatnya? Kenapa seorang tuan putri seperti Agatha harus meminta dulu meski hanya untuk pergi ke salon? Pikirnya.

"I.. Iya. Aku akan segera memanggil pak Sapra."

"Kamu mau ikut?" Tanya Agatha.

Miracle menganga mendengar ajakan Agatha. Agatha? Menginginkannya ikut? Apa ini mimpi? "Ya! Tentu! Um.. Ehem.. maksudku. Ya.. Tentu.." Kata Miracle yang berusaha menyembunyikan perasaan antusiasnya.

Ia segera keluar dari kamar Agatha dan menutup pintu kamarnya rapat-rapat. Ia berdiri sejenak disana. Jantungnya memacu karena perasaan antusiasnya. Agatha mengajaknya keluar. Jalan-jalan. Seperti teman. Mungkin kalau Miracle beruntung, seperti anak dan ibu.

Miracle berlari kecil kegirangan. Ia turun dan bertemu dengan Anthony yang hendak naik ke lantai dua. "Dia mengajakku ke salon!" Pekik Miracle sambil mengitari Anthony lalu kembali berlari menuju bagian belakang rumah, tempat Pak Sapra, supir Miracle, biasanya minum kopi sambil membaca koran.

Toy For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang