26 - 𝓣𝓱𝓮 𝓢𝓮𝓪 𝓣𝓱𝓪𝓽 𝓝𝓲𝓰𝓱𝓽

3.8K 135 1
                                    

Isaac tersenyum melihat perubahan wajah Agatha yang kini bersinar ketika melihat jalanan sepi yang mereka lewati saat ini. Agatha jelas-jelas suka perjalanan malam seperti yang mereka lakukan saat ini. 

Isaac sempat dibuat heran oleh Agatha yang  terlihat jauh lebih senang pada hal-hal kecil seperti yang mereka lakukan saat ini. Bukan ketika Isaac memberikan kartu kredit dengan limit yang besar atau barang-barang mewah untuk Agatha kenakan.

"Agatha, kamu begitu suka langit malam sampai tidak sekalipun ingat  aku disini?" Tanya Isaac sambil menahan senyum. Agatha segera menarik tangan yang ia julurkan keluar lalu menoleh kepada Isaac dengan kedua mata yang membulat. "Anu.. Maaf..-"

"Kamu tidak perlu meminta maaf. Kenapa kamu meminta maaf?" Kata Isaac sambil mengernyitkan dahinya. Agatha mengerjapkan matanya dengan cepat lalu tawa kecil meluncur dari bibirnya. Gadis itu kemudian menggeleng sambil mengaitkan sedikit anak rambutnya ke belakang telinganya. "Aku tidak pernah lihat jalanan malam tanpa takut diculik." Kata Agatha malu-malu.

Isaac meledak dengan tawa dan menggunakan tangannya untuk menahan perutnya agar tidak jatuh ke lantai. Pernyataan itu  muncul dari mulut anak cewek umur delapan belas tahun yang lahir dari keluarga kaya raya yang notabene punya kekuatan dan cukup uang untuk memenjarakan siapa saja. Untuk apa seorang Agatha takut?

"Aku tahu yang ada di pikiranmu. Ayahku kan punya uang, untuk apa aku takut." Isaac tertangkap basah tanpa perlu membeberkan apa yang ada di pikirannya. Sepertinya, Agatha sudah memikirkan hal ini dalam waktu yang cukup sampai ia bisa menebak-nebak seperti itu.

"Yah, kau tidak sepenuhnya salah. Ayahmu memang punya uang dan seharusnya kau tidak takut apapun pada poin ini." Kata Isaac sambil menoleh sekilas untuk melihat Agatha yang berpaling, melihat ke jendela yang sudah ditutup Isaac karena udara yang masuk ke dalam semakin dingin dan ia tidak mau Agatha sakit. "Tapi kenapa kamu takut begitu Agatha?" Tanya Isaac dengan suara yang pelan.

"Aku hanya.. Ah tidak. Bukan hal yang terlalu penting kok." Kata Agatha sambil menoleh dan tersenyum sekilas. Isaac mendengus lalu menarik rem tangan. Mereka berdua terdiam dan tinggal suara penanda kenakan sabuk pengaman yang memenuhi mobil Isaac itu. "Kita sampai." Kata Isaac, menoleh kepada Agatha, hendak mengatakan kalimat lain. Tapi mata Isaac membuka lebih lebar dan ia mengatupkan bibirnya ketika melihat binar di wajah Agatha yang kelihatan takjub.

Agatha sedang melihat pemandangan itu. Pantai di malam hari. Seperti di lagu yang sering ia dengarkan kala ia sedih. Agatha sedang melihat adegan yang sama. Meski tanpa piano transparan atau alunan lagu dari sudut manapun. Tapi Agatha sedang berada di pantai, di malam hari.

"Kenapa?" Tanya Isaac. Agatha menggeleng, mengumpulkan kembali dirinya yang telah pecah lalu utuh kembali lalu pecah lagi mengikuti ombak yang memecah di batu karang di ujung lain pantai itu. "Aku mau kesana." Katanya menunjuk batu karang itu.

"Di luar dingin, Agatha." Kata Isaac. Tapi Agatha tidak mendengarkan. Matanya malah semakin berbinar dan terkunci pada ombak yang tarik ulur dengan pasir pantai yang seperti berlian kecil diterpa cahaya bulan yang penuh malam itu. "Baiklah, kita kesana." Isaac menghela napas dan membuka kuncian pintu mobil.

Agatha membuka pintu mobil dengan terburu-buru lalu segera berdiri dan merasakan sensasi itu. Sensasi aneh yang membuatnya merasa tenang dan aman. Dari semilir angin malam yang dingin, suara seretan ombak di pasir pantai, Agatha merasa asing dari sensasi itu.

Tapi ia menyukainya. Sangat teramat.

Gadis itu turun, mendekat ke pantai dengan tatapan yang takjub. Pantai malam itu memanggilnya mendekat. Pasir dibawah kakinya memeluk, mendekap jari jemari kaki gadis itu dengan lembut. Angin malam itu membuat hidungnya terasa beku, tapi pasir pantai terasa sehangat  siang hari di kaki Agatha.

Agatha berjalan mendekat ke arah air laut yang terdorong lalu terseret di atas pasir pantai yang hangat. Ia berjalan tanpa ragu tapi kemudian berhenti. Ia berhenti seinci dari titik terjauh air laut terdorong ke pantai. Ia melihat kedua kakinya yang telah penuh dengan pasir pantai, lalu perhatiannya teralihkan pada air laut yang terdorong mendekat kepada kedua matanya yang sedang melihat ke bawah. Kedua mata Agatha bergerak bersama dengan air laut yang kembali tertarik menjauh darinya lalu tatapannya berhenti disana.

Seakan laut sedang menatapnya balik. Menunggu kalimat apapun dari gadis itu, entah sanjungan atau mungkin makian. Tapi lidah Agatha kelu. Laut secantik itu malam itu sampai mulut Agatha baginya serasa tak pernah ada.

Ia rasa ia telah pulang. Laut memanggilnya lagi dengan sebuah suara deburan yang lebih lantang, Agatha mulai mengambil langkah lagi, hendak memasukkan kakinya ke dalam air laut yang beku pada malam itu.

Tapi sebuah tangan besar melingkar di perut Agatha lalu menariknya kembali ke arah daerah yang berpasir. Isaac. Pria itu daritadi menyaksikan Agatha yang membisu, takjub dengan laut malam itu. Gadis itu menoleh dengan wajah yang kaget tapi kemudian ia tersenyum. Ia mundur dari air laut seperti maunya Isaac tapi kemudian tetap menatap laut dalam diam. Pria itu melepas jas miliknya dan meletakkannya di pundak Agatha. Gadis itu sadar sejenak lalu kedua tangannya menerima jas itu dan ia berterima kasih.

"Agatha." Kata Isaac sambil mengusap tengkuknya yang terasa kaku. "Ya, Isaac?"

Isaac terdiam sejenak ketika mendengar Agatha memanggil namanya secara kasual. Gadis itu melakukannya tanpa sadar dan ia melakukannya tanpa menoleh kepada pria itu. Isaac menggeram kecil lalu menarik pinggang Agatha agar gadis itu mendekat. "Lihat aku kalau aku berbicara padamu." Geramnya. Kedua mata Agatha menoleh kepada Isaac ketika tubuhnya dikunci Isaac pada miliknya. "Y.. Ya, Isaac?" Ulang Agatha, kali ini sambil melihat Isaac tepat di kedua matanya.

Rahang Isaac mengeras melihat wajah setengah takut yang ada di hadapannya itu. Masa ia cemburu pada laut hanya karena Agatha lebih senang melihatnya ketimbang Isaac? Ia menghela napasnya lalu membenamkan wajahnya pada pundak Agatha. "Aku tidak tahu harus apa kalau ada di sekitarmu." Katanya.

"Y.. ya?" Agatha antara tak bisa mendengar jelas atau tak mengerti perkataan Isaac. Pria itu mengangkat kepalanya lalu mengunci tatapannya kepada Agatha. "Aku tidak tahu harus apa kalau ada di sekitarmu." Ulangnya.

Ok, kali ini Agatha yakin ia lebih ke tidak mengerti ketimbang tidak mendengar jelas perkataan Isaac. "Kau tidak banyak ngomong. Yah, baiklah, aku suka itu, aku jadi bisa banyak ngomong. Tapi aku jadi sama sekali tak mengenalmu." Kata Isaac sambil mengernyitkan dahinya. "Aku mau mengenalmu."

Jantung Agatha terseret bersama air laut ke dasar mendengar kata-kata Isaac itu. Ia rasanya meleleh dan kedua kakinya jadi mi yang sudah dimasak. Gadis itu kehilangan keseimbangan dan merasakan tubuhnya lunglai. Isaac berusaha menangkapnya tapi tak cukup cepat sehingga ia dan Agatha kini terduduk di pasir. "Kamu kenapa? Ada yang sakit?" Tanya Isaac. Agatha menggeleng. "Ada apa?" Tanya Isaac sambil mencoba melihat dan menafsirkan ekspresi yang tercetak di wajah Agatha. "Apa aku salah bicara?" Tanya Isaac dengan nada pelan.

"Tidak." Sergah Agatha sambil menggeleng. "Tidak ada yang salah dari kata-katamu."

"Lalu kenapa kau kelihatan lesu begini setelah aku ngomong?"

Agatha mengangkat kedua matanya dan menatap Isaac dengan binar yang baru untuk Isaac. Isaac tak mengerti cara menafsirkan ekspresi biasanya dan ia pun tak begitu peduli dengan reaksi orang. Tapi Agatha kelihatan penuh harapan saat ini untuknya. Ia tidak tahu darimana ia tahu ini, tapi ia tahu bagaimana tatapan penuh harap ketika ia melihatnya.

"Aku.. Tidak pernah diperlakukan seperti ini." Kata Agatha. Hati Isaac mencelos mendengar pernyataan Agatha yang kini menarik kedua ujung mulutnya untuk mencetak senyum di wajahnya yang semakin pucat. "Apa maksudmu?" Kini Isaac yang tidak mengerti perkataan Agatha. "Apa.. kamu mau cerita?" Tanya Isaac. Agatha menghela napasnya. Tidak ada lagi yang ia sembunyikan sebenarnya.

"Tentu." Katanya sambil mencetak sebuah senyuman lagi di wajahnya yang terasa dingin dan kaku. "Kamu mau dengar darimana?"

***

Saatnya Agatha-Isaac curhat cuyyy

Toy For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang