#19

535 117 0
                                    


"Baguslah, karena aku masih ingin menertawakan hal itu. Konyol sekali!" Ia menggebrak meja. Kau bisa membaca ekspresi Aizawa dengan baik sampai kau yakin bahwa pria itu sedang ingin menjatuhkan kursi teman di hadapannya. Mungkin kau akan mendukung rencana itu kalau si berisik ini tidak mau berhenti juga. "Kau memukul preman itu dengan tulang mainan anjing! Pertunjukan paling menarik yang pernah aku temukan selama patrol bulan ini! Ah, izinkan aku memfoto wajahmu agar bisa kuunggah di Hero Network!"

"Jangan!" Kau melotot. Sadar tidak sadar, quirk-mu tiba-tiba aktif. Kau bisa melihat segala hal yang Yamada sukai, Aizawalah yang bersinar paling terang. Tidak terlalu mengejutkan.

Ada sesuatu berwarna hitam tertangkap netramu, di lantai. Sesuatu yang bisa kau simpulkan sebagai hal yang Yamada benci.

"Ayolah. Satu foto saja?" Ia merogoh ponsel dari sakunya.

Kau memungut hewan tersebut dari lantai. Mengayun-ayunkannya ke hadapan wajah si pria konyol.

"AAAAHHHH!!"

"Aku bersumpah, kalau kau mengunggah apapun tentang diriku agar aku bisa jadi bahan tertawaan orang-orang, aku akan meletakkan ini di makananmu. Serius."

Bahkan kau meringis saat mengangkat kaki seribu kecil itu dengan telunjuk dan ibu jarimu. Kau mengalihkan pandang dari serangga itu ke pria yang semakin menjauh dari uluran tanganmu. Lalu ke Eraserhead, yang memperlihatkan senyuman teraneh yang belum pernah kau lihat seumur hidupmu.

"Aku tidak akan melakukannya! Jauhkan itu dariku, jauhkan, jauhkan sekarang!"

Kau lega, meletakkan kembali hewan itu di pot tanaman hias yang berada di sampingmu.

Pria yang satu lagi telihat kecewa. Ia menggerutu, merogoh saku celananya, lalu mengeluarkan obat tetes mata dari sana. Ia meneteskan obat itu ke masing-masing bola matanya dan memejamkan mata beberapa saat. Kau kagum melihat gerakannya yang begitu luwes. Tangan itu terlihat begitu lihai walau banyak bekas luka di sana.

Hizashi merenggut kerah bajunya sendiri seakan ia sedang jantungan. "Aku... aku kehilangan selera makan. Shouta, aku akan menitipkan makananku kepadamu. Bawa saja pulang, nanti aku ambil."

"Terserah kau saja."

Ia mengangguk. "Aku akan kembali berpatroli di ruteku."

Kali ini, Aizawa yang terlihat tidak senang. "Itu bukan rencana awal—"

"Kalian berdua, bersenang-senanglah!" Entah kenapa ia mengedip kepadamu lalu berlalu pergi. Ia bahkan sudah menghilang dari balik pintu sebelum kau sempat menyadarinya.

Kau yakin Aizawa tidak senang karena harus berduaan denganmu. Kau tahu kenapa. Tidak satupun dari kalian suka banyak bicara. Berceloteh setiap waktu itu sangatlah sulit, dan kau berharap Yamada bisa mengambil peran itu. Si Pria Penggerutu ini pasti memikirkan hal yang sama. Kau merasa lelah hanya dengan memikirkan apa yang harus kau katakan.

Kalian hanya memiliki satu ketertarikan yang sama.

Kucing.

Suatu keajaiban jika dalam percakapan ini kau bisa membahas hal lain selain kucing.

"Jadi..." Kau menusuk-nusuk brokolimu dengan garpu. "Terima kasih sudah menolongku agar tidak ditangkap hari ini. Itu keren sekali."

"Sama-sama." Ia menyeruput minumannya dengan sedotan, bahunya tegang.

"...Kau sering mengajak kucingmu berjalan-jalan ke luar?"

"Begitulah."

Keheningan menerjang cepat.

"Gudetama... baik-baik saja."

Kau mengangguk. "Aku sudah melihat fotonya. Terima kasih."

Keheningan itu kembali menerjang, bagai ombak mengempas pantai.

"Makanannya lumayan enak."

"Biasa saja."

Kau rasanya mau mati saja. Semua ini terlalu canggung.

Ia menggaruk dagunya, mencoba untuk menatap matamu sebisa mungkin. "Kau suka sekali memakai celana krem."

"Ya... Kau juga sering mengenakan pakaian yang sama tiap kali aku melihatmu."

"Itu... benar."

Situasi ini benar-benar tak tertolong lagi.

Kau memejamkan matamu dan berpikir sekeras mungkin tentang apa yang kira-kira orang lain ingin bicarakan saat bersama denganmu. Kau benar-benar berpikir keras sampai rasanya sebentar lagi kepalamu meledak.

Kau mirip dengan Aizawa. Ia sopan, santai, dan ia tidak mudah bergaul dengan orang baru. Ia mengingatkanmu kepada sahabat berbulumu yang sangat kau rindukan. Kau selalu tahu bagaimana cara menyikapi Gudetama; kenapa kau tidak bisa menerapkannya sekarang, ke versi manusianya?

Tentu saja kau tidak bisa mengelus kepalanya.

Kecuali kalau...

Tidak, tidak. Tidak boleh.

"Hey, bagaimana kalau kita tidak usah berbicara? Bukannya aku tidak suka atau bagaimana, tapi aku benar-benar tidak tahu harus berbicara apa, dan aku suka kesunyian." Kau meringis, membenci caramu mengucapkannya. "Kesunyian yang nyaman kebih baik daripada pembicaraan yang buruk, bukan?"

Ia mengangkat sebelah alis. "Ide yang bagus."

Kau tak berkata apa-apa. Dan kau merasa tidak perlu berbicara lebih jauh lagi.

Tbc.

Lazy Egg [Aizawa x Reader] Translated ficWhere stories live. Discover now