#25

541 114 14
                                    


"Tidak apa. Aku hanya ingin mendengar suaramu."

Panas di balik kerah bajumu semakin menjadi. "Aku... Baiklah..." Kau mencoba kembali fokus pada percakapanmu tadi. "Kurasa karena itulah aku berakhir melamar kerja di Penangkaran Hewan Organa. Orang-orang tidak pernah benar-benar menyukaiku, tapi kucing dan anjing menyukaiku. Aku tidak ingin hanya hidup tanpa menggunakan quirk-ku; itu merupakan bagian dari diriku, sama seperti warna iris pada mataku atau jumlah jari pada tanganku. Aku hanya ingin merasa setidaknya quirk-ku berguna."

Kau mengintip ke luar melalui jendela; perkotaan gelap gulita. "...Aku tidak pernah menyadari ini sebelumnya, tetapi tempat ini ternyata banyak polusi cahaya. Sekarang kau jadi bisa melihat banyak sekali bintang di langit."

"Mm."

"Biasanya hanya ada sedikit yang bertaburan di langit, ya 'kan? Tetapi sekarang, aku bersumpah tadi aku melihatnya saling berderet, berombak-ombak, saling menyatu dan bertebaran di langit. Cantik sekali. Aku belum pernah melihat yang seperti itu sebelumnya."

"Mmm... Hmm..."

Kau yakin ia sudah tertidur, hanya bergumam tidak jelas untuk menjawab suaramu. Baik sekali ia mencoba bersikap ramah seperti itu. Setidaknya ia sekarang sudah bia beristirahat dengan tenang. Ia tidak lagi menggigil, dan wajahnya sudah tidak terlalu pucat lagi saat kau menyorotkan sejenak lampu emergensi ke wajahnya sebelum kau mematikannya kembali.

Kau menggenggam tangannnya dan mendengarkan deru napasnya. "Kau sangat tampan, Shouta. Kau tahu itu?"

"...Mm..."

Dia pasti sudah benar-benar tertidur.

Melihatnya seperti ini? Entah kenapa ia terlihat menggemaskan.

"Kau tampan," ucapmu kepada pria yang tengah tertidur. "Dan perhatian. Dan berani. Aku suka menghabiskan waktu bersamamu, walaupun aku tahu kadang aku menyusahkanmu. Kuharap kau masih mau terus meladeniku."

Ia tidak menjawab kali ini.

Kau beranjak. "Tidurlah dengan nyenyak. Aku akan ada di sofa, berjaga." Kau menyapu rambut hitamnya lalu pergi mengambil selimut dan dua buah bantal dari kamar tidurmu.

---

Kau kembali ke apartemen dan mendapati Aizawa sudah bangun, terlihat kesulitan mencari cara untuk memutuskan sambungan panggilan di telepon genggamnya yang sangat berisik, keras sekali sampai kau bisa mendengar tiap perkataan lawan bicaranya.

"AKU KIRA KAU SUDAH MATI!!"

"Aku baik baik saja," gerutu Aizawa. "Tolong urus kucingku, oke? Kau tahu di mana letak makanannya, dan mungkin dia juga butuh air. Jangan biarkan dia kabur lagi."

"Tidak akan! AKu akan menjaganya dengan sangat baik, dan aku akan menunggumu di sini, jadi cepatlah datang!"

"Terserah," desisnya. "Aku akan ke sana saat aku sudah mau ke sana. Jangan terlalu mencemaskanku."

Kau mencondongkan tubuhmu menuju punggung sofa dan berbicara kepada telepon, tepat di atas kepala Aizawa. "Halo, Yamada! Aizawa baik-baik saja, aku janji!"

"Hah?? Siapa itu?!"

Aizawa memelototimu. "Aku tidak memberitahunya di mana aku berada sekarang karena suatu alasan."

"Oh.... Maaf."

"Tunggu! Aku tahu suara itu! Bukankan dia--"

Aizawa langsung memutuskan sambungan telepon genggamnya.

Tamumu itu menghela napas lalu melirikmu dari gumpalan selimut yang membungkusnya "Maaf aku sudah merepotkanmu semalam. Aku berhutang budi kepadamu."

"Tidak, tidak udah pikirkan hal itu. Kau sudah sering menyelamatkanku dari berbagai masalah. Lagipula, aku juga tidak tahu aku menginginkan apa darimu." Kau berdehem. "Aku baru saja memasukkan pakaianmu ke mesin pengering, setidaknya sejam dua jam lagi sebelum kau bisa memakainya kembali. Kecuali kalau kau sangat butuh pergi sekarang."

"Aku tidak ingin merepotkanmu lebih lama lagi."

"Hm kalau begitu, aku punya beberapa pakaian yang mungkin ukurannya pas untukmu jika kau mau."

"Bagus. Kalau begitu aku pinjam pakaianmu."

Kau menyodorkan  kemeja Hawaii berwarna biru dan kuning mencolok dan celana pendek bertulisan 'Yas Qween'.

"...Sepertinya lebih baik aku menunggu di sini saja sebentar."

Tbc.

Lazy Egg [Aizawa x Reader] Translated ficWhere stories live. Discover now