#23

503 108 4
                                    


"...Dia sudah pergi," kau berbisik ke tamu dadakanmu. "Aku tidak yakin dia akan kembali ke sini. Ada sorotan cahaya dari tetanggaku, jadi ia akan tertangkap kalau ia berani melakukannya."

Ia memejamkan mata, napasnya jadi sedikit lebih tenang walaupun masih terengah. "Aku tahu aku bisa mempercayaimu agar tetap tenang," ucapnya susah payah. "Kerja bagus."

Kau meraih tangannya dan membantunya untuk duduk, namun ia benar-benar lemas. "Ayolah. Kau harus mengeringkan tubuhmu dulu agar kau tidak sakit."

Ia menghela napas dan membiarkanmu menariknya sampai ia berdiri, badannya menggigil. Ia bersandar padamu begitu lututnya tak mampu lagi menopang beban tubuhnya.

Ia jelas-jelas lebih berat dari rata-rata berat hewan peliharaan pada umumnya.

"Bagaimana cara melepas ini? Apa ada resleting atau semacamnya?" Kau mencermati punggungnya, namun kau malah merasa menjadi perjaka yang baru pertama kali melepaskan kaitan bra. "Sial."

"Aku saja yang lepas. Tolong,  aku ingin duduk."

Kau memilih untuk mendudukkannya di salah satu kursi dapur ketimbang di atas permukaan yang berkain. Jika ia membasahi kursi macam itu, kau tahu ia hanya akan merasa semakin tidak enak denganmu. "Lepas bajumu, aku akan mengambil handuk dan selimut. Tunggu di sini, ya."

Kau bergegas ke kamar, mengambil segumpal selimut dari kasurmu, sebelum kembali ke kamar mandi. Walaupun gelap gulita, kau tahu persis tata letak furnitur di apartemenmu sehingga pergerakanmu tidak akan ada bedanya dengan biasanya. Kau meraih handuk terlebarmu dan kotak P3K dari bawah wastafel.

Ia baru setengah jalan saat kau kembali. Kau mengumpat pelan dalam kegelapan melihatnya bertelanjang dada walau kau hanya bisa melihat posturnya saja. Kau meyakinkan dirimu sendiri kalau kau hanya ingin melihat apakah ada luka di sana, tapi kau tahu kau juga penasaran akan sekekar apa tubuhnya di balik pakaian yang ia biasa kenakan.

Setengah dari kostum heronya melekat di pahanya. Ia bersandar pada dinding, berharap bertumpu di sana bisa membantunya segera melepaskan seluruh kostumnya. Kau menangkap bahunya sebelum ia tersungkur lalu membuatnya kembali duduk. "Aku akan memegangmu agar tidak jatuh. Tarik napas."

Ia meringis saat kau mengeringkan rambutnya dengan handuk. Surai pria itu benar-benar kusut walau setidaknya sekarang sudah tidak meneteskan air lagi. "Lilit ini di pinggangmu, biar aku bantu melepaskan celanamu."

Ia tersenyum mendengar perkataanmu.

Mungkin saja pipimu memerah sekarang, tetapi masalah ini serius. Kau bisa memikirkan Aizawa yang tak berpakaian nanti.

Sial, kau sudah memikirkan itu tadi.

Kau bisa memikirkan detailnya nanti.

Setelah satu tarikan, gumpalan pakaian basah itu akhirnya teronggok di lantai apartemenmu.

Kau melingkari tubuhnya dengan selimut sebelum ia kembali duduk. "Terima kasih," gumamnya. Kepalanya bersandar di sisi kepalamu. Bibir atasnya menyentuh sejenak daun telingamu.

Ia kembali menggigil.

Kau menumpukan beban tubuhnya pada bahumu lalu menyeretnya menuju sofa. Ia menenggelamkan dirinya di sana, mengerang, lalu menarik selimut semakin merapat ke tubuhnya. Kau membuka kotak P3K dan menyalakan lampu baterai kecil yang melekat pada bagian dalam tutup kotak.

"Kau pucat sekali," ujarmu dengan tangan yang menyentuh pipinya. Sentuhanmu membuatnya membuka kelopak mata sejenak, dan ia mengerang pelan sekali lagi. "Apa yang barusan terjadi?"

"Dia punya quirk penyerap energi." Ia mencoba menyembunyikan kepalanya di balik selimut, tetapi kau menghalangi pergerakan tangannya. "Aku saja tidak ingat apa yang terjadi. Awalnya semua terlihat baik-baik saja. Tiba-tiba tidak."

Kau mengecek denyut nadinya, walaupun kau tidak yakin kau tahu denyut seperti apa yang normal ada pada manusia. "Dan kau tidak meminta bantuan orang lain? Kau harus tahan mendengar omelanku nanti."

"Terserah kau saja. Biarkan aku tidur," protesnya lemah. Aizawa pasti tidak sengaja mengintonasikannya seperti itu, karena kau ragu ia sebenarnya mau menunjukkan sisi lemahnya yang seperti ini kepadamu. Kau merasakannya. Kau merasakan kelemahan itu menggema di dalam dadamu. Suaranya terdengar semakin pelan, nyaris seperti bisikan, dan kau tahu ia kesulitan menyeret kata-kata keluar dari tenggorokannya.

Kau tidak tahu banyak tentang manusia.

Tetapi kau tahu hewan. Dan manusia tidak lain hanyalah hewan yang memiliki ego.

"Kau boleh tidur nanti, aku janji. Tapi kau harus makan dan minum sesuatu dulu. Apapun. Apakah kau cedera? Ada luka?"

Ia menggeleng. Bisa dibilang begitu. Ia hanya menggeser kepalanya sedikit ke satu sisi, lalu menarik napas dalam-dalam.

Tbc.

---

😏😏😏😏

Lazy Egg [Aizawa x Reader] Translated ficWhere stories live. Discover now