Empat Belas

3.5K 421 65
                                    

Tubuh Lena merasa lebih segar dibanding tadi pagi. Setelah dibawa tidur, energinya seperti terisi penuh. Dia memilih membolos setelah jam olahraga hingga bel pulang berbunyi. Jika tau akan seperti ini, dia pasti memilih izin tidak masuk sekalian. Putri juga ikut-ikutan membolos. Meski lagi-lagi harus beradu argumen dengan Haris, yang sempat datang dengan beberapa teman sekelas mereka dijam istirahat,  membawakan Lena sepiring ketoprak dan teh hangat tidak mengizinkannya ikut bolos full. Putri akhinya kembali masuk kelas  setelah istirahat pertama.

Setelah mengembalikan gelas dan piring ke kantin, Lena dan Putri berbalik ke parkiran.

"Lo pulang bareng Abang Haikal gantengkan?"

"Kagak. Gue bawa motor sendiri." jawab Lena tanpa memandang Putri. Dia sedang fokus membalas pesan maminya yang mengabari akan pulang telat lagi.

"Wihhhh...jalan-jalan kuy! Mumpung gue nggak bawa motor nih."

"Kuy lah. Lo yang di depan ya tapi."

"Siap bosku."

"Untung aja hari ini gue nebeng abang tetangga.  Ada faedahnya juga motor gue di bengkel. Mana kunci motor lo?" Lena memberikan kuncinya. Tetap melanjutkan langkah ke parkiran.

"Lo nggak bilang tetangga lo dulu kalo mau balik sama gue?"

"Nggak usah. Paling udah balik duluan sama ceweknya. Tadi pagi berangkat barengkan gara-gara babe gue nyetop dia di depan rumah. Padahal mah gue tau dia mau jemput ceweknya."

"Siapa namanya gue lupa?"

"Bang Rizal. Itu lhoo yang kelas dua belas tapi ceweknya kelas sepuluh. Sebel gue kalo liat ceweknya. Sok yes banget. Cakepan juga gue. Pengen gue cekek aja rasanya masih kelas sepuluh udah belagu."

"Lo juga kelas sepuluh kalo lo lupa."

"Oh iyaya... Gue lupa." Putri nyengir

Mereka bergegas ke parkiran. Kapan lagi ada kesempatan seperti ini. Cuaca juga mendukung.

"Len, Len. Arah jam tiga." Putri menepuk-nepuk heboh lengan Lena yang masih memakai helm. Lena yang tak paham maksud Putri, melirik jam tangan yang ada di lengannya.

"Jam tiga kenapa put? Ini udah jam setengah empat lebih. Hampir jam empat malah."

"Elahhh. Noh, liatt!" Putri membalikkan badan Lena yang semula berdiri berhadap-hadapan dengannya. Menghadapakan lurus agar menatap Romeo yang tengah duduk di atas motornya. Tapi bukan itu yang menjadi perhatian. Keberadaan Rere yang berdiri di samping Romeo membuat Putri greget.

Lena menatap lurus. Benar, itu Romeo. Meskipun  memakai helm, tapi Lena hafal motor yang pernah didudukinya itu.

"Ihhh, itu ngapain si Rere sok imut pake ngukel-ngukel rambut pake jari." Putri meradang sendiri. Padahal dia tidak ada hubungan apa-apa dengan Romeo. Sebagai siswi yang saat ospek terpesona dengan ke-masyaallahan fisik Romeo, dia merasa tidak terima ada saingan lain selain sahabatnya itu sendiri. Padahal dia tau, Romeo mengajaknya ngobrol saja bakal jadi satu dari sejuta kejadian.

Lena menatap Putri heran. "Lo kenapa dah?"

"Itu Abang Romeo ganteng sama Rere!!"

"Lha terus elonya kenapa?"

"Gue merasa diselingkuhi tau nggak." Lena langsung menoyor kepala Putri sambil memberi embel-embel kata lebay. Resiko punya teman tukang halu.

"Yok ah cabut. Keburu sore nih."

"Oh iya. Kuy sanmori lah." Lagi-lagi Lena menoyor kepala Putri.

"Sanmori pale lo. Motor cuma satu, dikira rame-rame apa."

LUGUWhere stories live. Discover now