Bab 3

35.7K 7.2K 238
                                    

Kekesalan Seza pada Monika sepertinya bertahan lama. Siapa sih yang tidak merasa direndahkan setelah mendengar kalimat yang keluar dari mulut perempuan itu. Kalau saja dia tidak terdesak, Seza juga tidak mau bekerja dengannya. Ralat, dia tidak pernah bekerja untuk Monika, melainkan pada Deva.

Namun, Seza harus menekan egonya, menyabarkan diri dan mengingat gaji yang ditawarkan lumayan untuk memenuhi kebutuhannya dan juga membayar cicilan utang ayahnya.

Setelah mendengarkan ocehan perempuan itu, akhirnya Seza diterima bekerja, dia juga harus menandatangani kontrak yang disiapkan Monika. Berkali-kali Monika mengingatkan ini semua karena dia percaya pada Haikal. Dari Mbak Intan, Seza tahu kalau Monika bekerja sebagai pengacara, ya kuasa hukum dokter Deva yang merangkap juru bicara mungkin.

"Ini kartu nama saya, kalau ada sesuatu kamu hubungi saya."

"Tapi saya kan kerja sama dokter Deva," jawab Seza yang sejak tadi menahan unek-uneknya.

Monika mendelik kesal. "Selama kerja di sini, kamu cukup komunikasi dengan saya."

Tidak mau memperpanjang masalah, akhirnya Seza hanya mengatakan oke pada perempuan itu. Dalam hati Seza mengingatkan dirinya sendiri untuk memberikan nama 'Nenek Lampir' pada kontak Monika.

*****

"Gue gedek banget sama si Monika!" geram Seza begitu panggilannya dijawab oleh Indri.

"Astaga itu sapaan baru ya? Salam dulu kek," sindir Indri. "Monika emang nyebelin, sih. Mbak Intan tadi udah cerita sama gue," responsnya kemudian.

"Sok banget dia! Kayak dia aja yang jadi majikan gue. Gue jadi curiga kalau majikan gue lebih gila dari dia."

"Hush! Mas Deva nggak gitu, kok. Gue pernah ketemu orangnya. Baik, ramah, ganteng pula. Monika emang gitu, denger-denger sih dia tuh cinta pertamanya dokter Deva."

"Heh? Duh, gue yakin banget deh kalau si Deva ini mirip Monika!" kata Seza berapi-api.

"Kok lo nebak gitu?"

"Cowok nyebelin bakal suka sama cewek yang nyebelin juga." Seza sangat yakin dengan teorinya itu, orang baik mana yang berteman dengan nenek lampir seperti Monika pakai naksir pula, pikirnya. "Mana gue harus komunikasi sama si lampir ini lagi. Si dokter ini emang sibuk banget ya?"

"Setahu aku iya. Udahlah nggak usah dipikirin banget, kan lo nggak harus ketemu mereka. Asal kerjaan lo udah beres, lo bisa langsung pulang," jelas Indri.

"Iya sih, lo bener. Mana katanya dokter Deva ini pembersih banget. Dia nggak mengidap OCD, kan?"

"Ya nggak tahu. Eh, lo udah ngomong sama tante keterima kerja?"

Seza diam, dan Indri tahu jawabannya. Mungkin masih berat baginya untuk mengatakan yang sebenarnya. Seza bukannya gengsi, Indri tahu sekali sifat sahabatnya ini, hanya saja Seza pasti takut tidak diizinkan kalau ibunya tahu. Bagaimanapun di tempat kerja terakhirnya, Seza menempati posisi yang lumayan, apalagi hotel tempatnya bekerja juga bintang empat, penghasilannya jauh dari pekerjaannya yang sekarang.

"Ya udah deh, gue tutup dulu ya," ucap Seza akhirnya. Setelah panggilan itu diakhiri, Seza berbaring di kasurnya, pandangannya nyalang. Benar adanya, manusia tidak pernah tahu kapan musibah datang, bisa sangat tiba-tiba. Siapa yang menyangka hotel tempatnya bekerja selama tiga tahun terakhir terpaksa memberhentikannya, karena nyaris tidak ada tamu. Bukan hanya dirinya tetapi hampir semua koki.

Rasanya seperti makan buah simalakama, di satu sisi Seza mendukung sekali gerakan di rumah saja untuk menekan rantai penyebaran covid-19, namun di sini lain banyak orang yang merugi. Siapa yang akan menginap di hotel mereka kalau semua orang saja diminta untuk di rumah saja. Belum lagi pesta pernikahan yang masih dilarang dilakukan. Siapa yang akan memakai jasa catering hotel? Seza membuka ponselnya untuk mengecek sesuatu.

Perkembangan vaksin corona

Seza menghela napas, belum ada perkembangan padahal dia sudah tidak mengecek berita vaksin sejak seminggu lalu. Kesal, dia menyimpan kembali ponselnya di nakas samping kasurnya.

Dia harus tidur lebih awal. Besok Seza akan memulai pekerjaan barunya. Pasti akan berat.

*****

Sejak kecil Seza selalu suka memasak, dia sudah menunjukkan ketertarikan dengan dunia memasak sejak masih di bangku sekolah dasar. Itu semua karena almarhum neneknya punya usaha catering. Seza selalu menyukai masakan neneknya, sayangnya bakat memasak  nenek tidak diturunkan pada sang ibu.

Berkat ajaran dari neneknya, dan tekad untuk melanjutkan usaha catering sang Nenek, Seza mengambil sekolah kejuruan, dia juga melanjutkan pendidikan D3 Tata Boga di Universitas Negeri Jakarta.

Di sekolah dan bangku kuliah, Seza mendapat ilmu tidak hanya tentang mengelola makanan dengan baik, tetapi juga belajar bisnis. Selain mempunyai cita-cita bisa membeli rumah sendiri, Seza juga punya angan-angan untuk membuka kembali usaha catering sang nenek yang tutup sejak beliau meninggal.

Namun, keinginannya itu banyak sekali mendapatkan jegalan, utang sang ayah, kemudian sekarang virus covid-19. Rasanya angan itu semakin jauh untuk ia gapai. Malah sekarang dia menjalani pekerjaan yang sama sekali tidak ia inginkan.

Seza memarkirkan motor Honda Beat-nya di carport rumah Deva. Setelah memastikan motornya terkunci, dia beranjak dan mengeluarkan kunci rumah Deva. "Mulai dari mana ya?" gumamnya. "Oh ya, nyapu dulu mungkin."

Seza mengambil sapu dan juga lap, dan segera menyelesaikan tugasnya. Ucapan Monika kembali terulang dalam benaknya. "Deva itu pembersih." Setiap kata itu muncul di otaknya, Seza langsung memastikan pekerjaannya memuaskan.

Setelah selesai membersihkan bagian bawah, Seza naik untuk membersihkan lantai dua. Saat akan mengelap meja yang ada di sana. Mata Seza menangkap selembar sticky note berwarna kuning. Perempuan itu memeriksanya, ada tulisan tangan yang meski tidak rapi tetap bisa dibaca olehnya.

Tolong bersihkan kamar saya. Jangan lupa pakai masker.

"Lah, kata si lampir gue nggak boleh masuk kamar ini orang. Gimana sih!"

Meski kesal akhirnya Seza berjalan mendekati kamar laki-laki itu, sebelumnya dia mengenakan masker seperti peringah Deva.  Dengan perlahan dia membuka knop pintu. Gelap, itu yang ditangkap matanya pertama kali, pengap yang dirasakannya kemudian.

Seza menyalakan saklar lampu. "Hah! Astaga!" Perempuan itu langsung kaget dengan apa yang menyambutnya di dalam kamar itu.

*****

Kira-kira apaan yang dilihat Seza?

Happy reading...

Gara-gara Corona (TERBIT DI GOOGLE PLAYBOOK)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora