Bab 8

34.6K 8.2K 544
                                    

Seza kembali ke rumahnya dengan perasaan yang sulit digambarkan. Antara takut, sedih dan juga kasihan pada Deva. Seza tahu, ini yang dinamakan risiko pekerjaan, walaupun Deva bekerja di rumah sakit mata, tentu saja dia tetap bisa terpapar virus covid-19.

Sebenarnya siapapun bisa terkena virus itu sih, ditambah dengan fakta dia bekerja di rumah sakit dan menghadapi banyak orang setiap harinya. Seza berharap semoga hasil lab Deva dinyatakan negatif. Kemudian tiba-tiba Seza meletakkan telapak tangannya di kepala, merasa-rasa apakah suhu tubuhnya normal atau panas. Seza bahkan mengambil termometer untuk mengecek suhu tubuhnya. Tiga puluh tujuh derajat, normal.

Seza menghela napas, dia memang tidak pernah berinteraksi langsung dengan Deva, tetapi dia yang setiap membereskan rumah Deva, seluruh rumah hingga mencuci semua dalaman laki-laki itu. Mungkin ada baiknya Seza juga menjaga jarak dengan adik dan ibunya.

Saat sedang berpikir, ponsel Seza bergetar sebuah pesan dari bank tempatnya membuat rekening, laporan yang sangat dirindukannya. Uang masuk! Bibirnya langsung membentuk senyuman lebar. "Ya Allah aku gajian lagi!" serunya.

Rasanya begitu rindu dengan laporan yang satu ini, setelah hampir lima bulan dia menjadi pengangguran. Gajinya memang tidak sebesar di tempatnya bekerja dulu, tetapi cukup untuk saat ini. Deva juga baik sekali sudah mengirimkan uang ini padahal seharusnya hari gajiannya masih besok lusa.

Seza membuka aplikasi WhatsApp-nya dan mengirimkan pesan pada majikannya itu.

Seza : Dok, terima kasih banyak. Padahal harusnya masih besok lusa. Sekali lagi semoga cepet sembuh.

Tidak lama kemudian, Deva langsung membalas pesan yang dikirimkan Seza itu.

Dokter Deva : sama-sama. Saya kirimkan uang lagi untuk kamu.

Seza mengerutkan kening, tidak lama kemudian ada laporan uang masuk lagi. "Buat apaan ini?" gumamnya.

Seza : Bonus saya? Gede banget dok.

Dokter Deva : Haha, katanya kamu mau nganterin saya makanan, itu untuk beli bahannya. Btw, masakan kamu enak.

"Yeee.... ini dokter nggak tahu apa kalau gue emang tukang masak?" selorohnya.

Seza : Okeeee sekarang saya beralih jadi tukang catering dong.

Dokter Deva : Kamu yang menawarkan diri.

Seza : Iyaaa. Ada request makanan nggak, Dok? Biar saya bisa belanja bahannya.

Dokter Deva : Saya makan apapun yang enak.

Seza : Yang enak dan sehat dong, Dok.

Dokter Deva : Bagian yang sehat, saya serahin sama kamu.

Seza : Lah, ini siapa yang dokter sih?

Dokter Deva : 😂😂
Kadang karena udah kelewat sibuk, apa yang ada aja dimakan, Za.

Seza : Iya deh iya. Saya belanja dulu ya, Dok.

*****

Deva tersenyum sendiri membaca pesan balasan dari Seza, kalau dilihat dari caranya mengirim pesan baik lewat post it, maupun WhatsApp, Deva tebak Seza ini orang yang asik. Sejak awal dia membuat pesan-pesan aneh, tetapi Deva dengan senang hati saja menuruti permintaan ART-nya itu.

Deva semakin merasa beruntung karena dalam kondisi seperti ini Seza bekerja padanya, selain pekerjaannya yang memuaskan, perempuan itu juga pintar memasak. Seza juga bukan hanya memasak, perempuan itu juga tahu cara mengolah makanan sehat. . Deva jadi ingat cerita Haikal kalau dulunya Seza adalah seorang asisten koki di sebuah hotel, yang harus kehilangan pekerjaan karena hotel itu terpaksa merumahkan karyawannya. Corona memang memberi pukulan besar untuk banyak orang.

Deva membuka foto profil Seza sayangnya perempuan itu menggunakan foto makanan sebagai display picture-nya. Jujur Deva penasaran dengan sosok gadis itu, mungkin besok dia bisa melihat Seza saat perempuan itu mengantarkan makanan untuknya.

Pukul delapan pagi, Deva sudah dihebohkan dengan panggilan dari Monika. Entah siapa yang memberikan informasi pada Monika tentang dirinya yang sedang menunggu hasil lab dan harus karantina mandiri di rumah.

"Aku ke sana! Pokoknya aku mau lihat kamu, Dev!"

"Nggak Mon! Kalau kamu ke sini malah bahaya. Sejauh ini aku nggak papa, nanti aku kabarin begitu hasilnya keluar." Sudah sepuluh menit ini Deva berusaha menjelaskan kalau dia tidak perlu dijenguk dan malah menjenguknya akan menimbulkan masalah baru. Namun bukan Monika namanya kalau tidak mengajaknya berdebat.

"Tapi aku mau lihat kamu biar tenang."

"Ya udah kita video call, bukan dengan cara kamu ke sini."

"Dev..." rengek perempuan itu.

"Nggak Mon. Udahlah, aku mau istirahat. Aku tutup." Deva langsung mengakhiri panggilan itu. Monika memang suka berlebihan kalau tahu dirinya sakit. Padahal sebenarnya panasnya sudah menurun dan pagi ini Deva merasa jauh lebih baik, walaupun dia masih merasa lemas.

Deva mendekati jendela kamarnya, dia sedang menunggu kedatangan Seza. Kedatangan makanan lebih tepatnya. Tidak lama kemudian dia melihat sebuah mobil Kijang Kapsul warna hijau berhenti di depan rumahnya, kemudian seorang perempuan mengenakan masker turun dari sana. Itu Seza! Gadis itu mengenakan kaos putih oversized dipadukan dengan boyfriend jeans warna navy.

Deva langsung bergegas turun dan langsung membuka tirai yang menutupi jendela ruang tamu agar bisa melihat Seza. Sayangnya perempuan itu ternyata sudah selesai meletakkan makanan di depan pintu rumah Deva, menyisakan pemandangan punggungnya saja.

Deva memandangi Seza yang berjalan menuju mobilnya. Matanya terus memperhatikan tubuh Seza sampai perempuan itu masuk ke mobil. "Ternyata orangnya imut," gumannya. Kalau dibandingkan dengan dirinya yang memiliki tinggi 178 senti tentu saja Seza masuk kategori imut, kalau mereka berdiri berdampingan tinggi Seza pasti hanya mencapai bahunya saja.

Tidak lama kemudian sebuah pesan masuk ke ponsel Deva dan itu dari Seza.

Seza : Cateringnya udah dianter. Saya taruh di depan pintu. Diabisin ya, Dok.

Deva segera membalas pesan Seza itu.

Deva : Tergantung, kalau enak pasti habis.

Seza : belum pernah ada yang bilang masakan saya nggak enak lho, Dok. 🤔

Deva : Kamu mulai jumawa

Seza : Oh kadang saya emang suka begitu.

Deva : Tadi saya lihat kamu.

Seza : Eh? Dokter ada di bawah?

Deva : Iya, tapi cuma lihat punggung kamu.

Seza : Artinya kita impas.

Deva : Maksudnya?

Seza : Kemarin juga saya lihat dokter. Tapi cuma punggungnya. 🤭
Udah ya, saya pulang dulu. Jangan diberantakin yaa rumahnya. Kalau saya harus lembur. Bayarannya gede lho. 😝

*****

Happy reading...

Gara-gara Corona (TERBIT DI GOOGLE PLAYBOOK)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt