Bab 5

35.2K 8K 655
                                    

Seperti yang sudah direncanakannya, begitu sampai di rumah Seza langsung memasangkan koyo pada bagian pinggangnya. Ternyata beres-beres rumah itu begitu menguras energi, dia jadi salut dengan ibunya yang bisa mengurus urusan rumah dan masih harus bekerja. Tentu saja juga ada rasa bersalah karena selama ini lebih banyak mangkir dari tugas menyapu, mengepel dan membiarkan ibunya mengerjakannya sendiri.

"Kenapa pinggangnya?" tanya Ibu Seza yang masuk ke kamar. Seza lupa menutup pintu kamar tadi, kalau ibunya bertanya macam-macam dia harus jawab apa?

"Pegel aja sih, Bu. Empat bulan rebahan mulu, sekalinya kerja lagi badan jadi sakit semua," jawabnya.

"Oalah, mau ibu olesin minyak urut?"

Seza menggeleng. "Udah pake koyo ini."

"Gimana kerja hari pertama."

Berat, Bu. Berat! Ngelihat sempak bertebaran di mana-mana.

"Aman, Bu. Masih penyesuaian aja paling." Harapan Seza agar ibunya segera berlalu dari kamar tampaknya harus berakhir dengan kekecewaan, karena sekarang sang ibu malah duduk di atas ranjangnya.

"Betah-betah ya, semoga kali ini lancar kerjaannya."

"Aamiin, Bu."

"Di mana sih restonya? Terus mereka pake protokol kesehatan yang sesuai kan? Banyak yang dine in atau take away gitu, Za?" Rentetan pertanyaan dari ibunya itu membuat Seza gelagapan.

"Buuu... handphone-nya bunyi," teriakan Salma itu benar-benar membuat Seza bisa menghela napas lega karena ibunya langsung berjalan keluar dari kamarnya.

Dia menenangkan jantungnya yang berdebar kencang. Seza tahu dia tidak boleh berbohong dan tidak selamanya juga dia bisa menutupi kebohongan ini. Namun, kalau dia memilih berkata jujur ibunya pasti akan menyuruhnya berhenti dan mencari pekerjaan lain, sedangkan saat ini dia butuh pemasukan untuk membayar cicilan. Dia tidak mau menjadi gelandangan karena rumah mereka disita bank.

Semua ini terjadi karena ayahnya mengajukan pinjaman di bank untuk membuka usaha bersama temannya. Rencananya ingin jual beli mobil bekas. Seza ingat saat itu ibunya sudah tidak menyetujui rencana sang ayah tetapi, ayahnya terus berkeras. Akhirnya rumah yang ditempati mereka saat ini digadaikan dan uangnya dipakai untuk modal usaha.

Awalnya usahanya berjalan lancar, sampai enam bulan kemudian teman ayah Seza membawa lari semua uang yang ada, meninggalkan ayah Seza dengan segunung hutang. Ayahnya langsung drop saat itu, kena serangan jantung, syukurlah masih bisa diselamatkan. Namun, sejak saat itu kondisi ayah Seza semakin buruk.

Apalagi ibunya juga sering mengungkit tentang penolakan saat ingin menggadaikan rumah mereka karena pinjaman itu atas nama ibunya. Ayah dan ibunya jadi sering bertengkar. Setahun setelah ayahnya bangkrut beliau meninggal karena stroke dan komplikasi lainnya. Saat itu Seza baru saja di terima menjadi asisten koki di salah satu hotel. Semenjak itu beban di pundak Seza semakin berat, penghasilan ibunya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Itulah yang membuat Seza harus menyisihkan sebagian besar gajinya untuk membayar cicilan rumah juga membeli kebutuhan sekolah Salma.

Dari ayahnya, Seza banyak belajar untuk tidak gegabah dan mudah percaya pada orang lain. Orangtua juga bisa membuat keputusan keliru. Sejak dulu hidup Seza dan keluarganya biasa-biasa saja, mereka bukan berasal dari keluarga kaya, tetapi kesederhanaan yang dulu sangat ia rindukan. Seza pernah bercita-cita untuk menjadi orang kaya yang bisa membeli apapun tanpa perlu banyak berpikir. Namun, sekarang dia hanya ingin terbebas dari hutang.

Walaupun di usianya yang sekarang Seza paham, salah satu orang bisa mempertahankan kekayaannya karena dia bisa mengatur keuangan.

Sejak dilimpahi tanggung jawab itu, pikiran Seza hanya terpusat pada bagaimana caranya agar hutangnya cepat lunas. Tidak seperti perempuan seusianya yang bergalau ria masalah cinta. Kalau dipikir-pikir Seza juga belum pernah merasakan jatuh cinta. Kalau tertertarikan pada lawan jenis sih tentu saja.

Gara-gara Corona (TERBIT DI GOOGLE PLAYBOOK)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن