Bab 22

33.7K 7.4K 460
                                    

Seza masih berdiri terpaku setelah mendapat pertanyaan dari Salma, kenapa juga adiknya ini belum tidur, dia harus menjawab apa? "Hm... iya dokternya punya bisnis kuliner." Jawaban itu tercetus begitu saja dari mulutnya.

"Oh, Teteh nggak bilang kemarin pas dokternya anterin kita."

"Iya ya? Teteh lupa kali. Udah yuk istirahat udah malem ini. Teteh juga udah capek, Bu."

Ibu Seza terlihat masih ingin menanyakan hal lain, tetapi melihat anaknya yang sudah lelah akhirnya beliau mengangguk. "Yuk Dek, kita tidur. Seza bersih-bersih dulu sebelum tidur."

"Iya, Bu."

Salma bangkit berdiri mengikuti ibunya menuju kamar, membuat Seza agak sedikit lega, cepat-cepat dia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Seza tahu lagi-lagi dia membohongi ibunya, entah sudah seberapa banyak kebohongan yang dilakukannya untuk menutupi pekerjaannya sekarang.

****

Keesokan harinya Seza bekerja seperti biasa, perempuan itu memilih pergi menggunakan mobil tuanya yang baru keluar dari bengkel. Pagi tadi Seza mendapat pesan dari Deva kalau hari ini dia tidak perlu memasak untuknya karena laki-laki itu kemungkinan pulang larut malam.

Setelah pekerjaannya selesai. Seza duduk sejenak di sofa ruang tengah, ia mengeluarkan ponsel lalu mencoba menghubungi Indri. Setelah panggilan itu tersambung Seza langsung menceritakan apa yang dialaminya semalam.

"Lo nggak bisa lihat muka orangnya?"

"Nggak, orangnya pake helm full face."

"Hm, ngeri banget. Lagian Mas Deva harus banget makan malem ditemenin. Gue curiga dia ada maksud lain."

"Maksud apa?"

"Ya ngedeketin lo gitu," cerocos Indri.

"Ngaco lo. Tapi hari ini dia nggak minta gue masakin, katanya pulangnya malem. Gue disuruh pulang kalau kerjaan udah selesai."

"Bagus deh. Kecuali kalau dia mau nganterin pulang."

Seza menggigit bibir bawahnya, tidak mau menceritakan bagian tentang Deva yang memang menawarkan diri untuk mengantarnya pulang, karena pasti perempuan itu akan semakin heboh dan malah membuat Seza semakin berharap kalau rasanya bisa berbalas.

"Tapi lo beneran nggak mau jujur aja sama Ibu?" tanya Indri kemudian.

"Tentang kerjaan gue? Gila aja Ibu pasti nyuruh gue berhenti."

"Kenapa sih? Kerjaan lo tuh halal kan? Lagian kita semua tahulah pandemi kayak gini nyari kerja memang lagi susah-susahnya, malah banyak pengurangan karyawan. Menurut gue, ibu lo pasti ngerti, Za. Lagian selain beres-beres rumah lo juga kan jadi kokinya Mas Deva, masih cocok dong di bidang kerjaan lo yang sebelumnya."

"Gue takut Ndri."

"Ya kalau lo terus menutupi kayak gini yang ada bohong lo makin banyak. Kalau nanti ketahuan sama ibu lo malah makin sakit hati beliaunya," pungkas Indri.

Seza terdiam, apa yang dikatakan oleh sahabatnya ini memang benar. Mau sampai kapan dia berbohong masalah pekerjaan? Tetapi di sisi lain dia juga takut akan konsekuensinya kalau nanti jujur pada sang ibu.

"Nanti deh gue pikirin dulu," jawab Seza.

"Gue cuma kasih saran yang menurut gue baik buat lo, Za. Dibohongin itu nggak enak lo," tambah Indri sebelum mengakhiri panggilan itu.

*****

Seminggu telah berlalu sejak insiden malam itu, dan selama satu minggu ini pun Seza belum berani berbicara jujur pada ibunya. Seza masih memilih untuk menyimpan rahasianya rapat-rapat.

Seminggu terakhir ini pun Seza belum pernah lagi bertatap muka dengan Deva. Laki-laki itu sepertinya begitu sibuk, sehingga tidak pernah ada di rumah. Seza tidak lagi memasakkan makanan untuk Deva. Pesan yang dikirimkan oleh laki-laki itu pun hanya sebatas membahas masalah rumah.

Jujur ada perasaan tidak nyaman di hati Seza. Inilah yang selalu diwaspadainya, Deva mudah saja menghilang dari hidupnya seperti tanpa beban apapun, sementara dirinya yang sudah menyimpan rasa harus berakhir dengan menyembuhkan luka hati sendiri.

Luka hati karena terlalu berharap.

Benar kata orang rindu tak akan musnah, layaknya senja ia hanya besembunyi untuk muncul keesokan harinya. Itulah kenapa jatuh cinta itu sulit, karena menimbulkan banyak rasa yang terlalu menyiksa, kalau cinta itu tak berbalas.

Seza menghela napas panjang, lalu beranjak dari Sofa bersiap untuk pulang. Namun saat dia berjalan ke pintu depan, ada suara mobil berhenti di pekarangan rumah Deva. Bibir Seza langsung tertarik membentuk senyuman, dirinya sudah siap untuk membukakan pintu dan menyambut Deva.

Namun seseorang yang turun dari mobil itu membuat Seza mengerutkan kening. Monika! Kenapa perempuan itu bisa bersama Deva?

Tidak lama kemudian seorang perempuan paruh baya ikut turun dari kursi belakang. Wajahnya begitu mirip dengan Deva, Seza langsung bisa menebak kalau itu adalah ibu Deva.

Seza langsung mundur, dia memilih untuk kembali ke dapur. Di dapur, dia bisa mendengar suara Monika yang terdengar begitu riang berbicara dengan ibu Deva. Tidak lama kemudian mereka semua sudah tiba di dapur.

"Ada siapa ini?" tanya ibu Deva sambil memandangi Seza.

"Ini Seza, Ma," jawab Deva.

"Pembantu di sini," tambah Monika cepat. Seza menelan ludah sementara raut wajah Deva langsung berubah karena jawaban Monika.

"Oh Deva nggak bilang kalau ada yang bantu di sini." Hanya itu tanggapan dari ibu Deva, beliau masih terus memerhatikan Seza yang berdiri diam dan bingung harus bagaimana.

"Za, ini Ibu saya," kata Deva berusaha memecah kecanggungan.

Seza tersenyum lalu menangkupkan tangannya di depan dada. "Seza, Bu."

"Ya ya, Monika coba ambilin Tante minum dulu. Tante mau tunggu di depan ya," ucap ibu Deva lalu berjalan ke ruang tengah diikuti oleh anak laki-lakinya.

Monika memandangi Seza dengan raut wajahnya yang menyebalkan. "Kerjaan kamu udah selesai?"

"Udah."

"Terus ngapain masih di sini? Pulang sana."

Seza mengepalkan tangannya. Kenapa juga dia harus bertemu dengan perempuan ini lagi. Monika melewatinya lamu mengambil gelas kemudian mengisinya dengan air dari dispenser. "Kamu kayaknya suka sama Deva, ya?" tanyanya.

"Eh?" Seza kaget mendengar pertanyaan itu.

Monika tertawa mengejek. "Kelihatan jelas banget kamu berharap sama Deva."

"Maksud Mbak apa, sih?"

Monika sudah selesai mengisi air dalam gelas. Dia berbalik untuk memandang wajah Seza. "Jangan mimpi ketinggian. Kamu cuma pembantu yang kalau dipecat sekarang bakalan susah dapet kerjaan lain. Bisa sadar diri nggak? Kamu pikir dengan Deva yang baik sama kamu artinya dia jatuh cinta?"

Monika mendekati Seza lalu berbisik di telinganya. "time to wake up, bitch!" bisiknya lalu berlalu dari hadapan Seza.

*****

Lama ya gak ketemu Monika, semoga mengobati rindu teman-teman wkwkw

Happy reading...

Gara-gara Corona (TERBIT DI GOOGLE PLAYBOOK)Место, где живут истории. Откройте их для себя