Selamat Hari Kelulusan

175 25 0
                                    

Dua hari begitu berat sudah dilalui baik untuk Agatha maupun Gea, keduanya masih tak menyangka kejadian ini sungguh mengguncang batin keduanya. Agatha tidak pernah meninggalkan papanya, kadang ia memilih untuk tidur disofa yang telah disediakan. Gea dan Ardan sudah berulang kali mengatakan agar mereka bisa berjaga bergantian namun Agatha selalu melarang, ini disebabkan kondisi kakaknya dan kakak iparnya itu akan semakin memburuk jika terlalu lama ada di rumah sakit sementara mereka juga belum lama pulang dari perjalanan bulan madu yang panjang. Ia saat ini sedang menggenggam tangan papanya, begitu dingin, tak ada kehangatan yang tersisa. Ia meringis ngeri membayangkan papanya harus hidup dengan dibantu oleh semua alat medis ini, suara alat elektrokardiograf yang iramanya stabil menemani Agatha.

"Tha.." Suara Gea memenuhi ruangan yang tadinya sepi itu.

"Makan dulu ya, Kakak beliin bakso kesukaan kamu nih." Gea memberikan Agatha sebuah bungkusan yang disambut oleh Agatha.

"Jusnya diminum ya, Tha." Ardan memberikan jus alpukat pada Agatha sambil mengelus puncak kepala adik iparnya itu.

"Makasih ya, kalian jadi repot beli-beliin gini." Ucap Agatha menuju sofa.

"Kamu tuh lebih ngerepotin kalau nanti sakit, makanya harus istirahat di rumah." Ucap Gea terkekeh.

"Aku mau selalu deket sama Papa, semangatin Papa supaya gak bobo terus." Balas Agatha.

"Iya deh.. Oh iya Tha, kamu tuh lagi kenapa sih sama Aldo? Tadi Kakak ketemu dia duduk aja di depan, pas disapa justru buru-buru pergi." Gea menatap adik satu-satunya yang sekarang tampak terkejut lalu menghentikan gerakannya.

"Gapapa." Ucap Agatha cepat. Dalam hati bertanya Aldo masih peduli padanya, namun mengapa Aldo memilih pergi?

"Kalau lagi berantem itu ya diomongin baik-baik." Saran Gea mendekati Agatha.

"Aku udah putus." Ucap Agatha singkat namun disana ada getaran.

"Kok?" tanya Gea lalu duduk disamping Agatha merangkul adiknya, sedangkan Ardan sibuk memperhatikan mereka berdua.

"Aku ngerasa dia gak bahagia sama aku, dia gak jadi dia sendiri, intinya ada yang lebih baik dari aku." Agatha mulai meneteskan air matanya.

"Kamu gak mau coba bicarain dulu? Takutnya itu pemikiran kamu aja." Saran Ardan yang kini ikut duduk di samping Gea.

"Itu keputusan terbaik saat ini, aku mau kita bisa sama-sama fokus sama masa depan." Agatha mulai memakan makanannya.

"Yauda kalian masih bisa jadi teman." Gea memeluk Agatha erat.

"Yang penting kalian berdua bahagia dengan keputusan yang sudah diambil." Ardan menggenggam tangan Agatha, membuat Agatha justru semakin meneteskan air mata. Apakah ia bahagia dengan keputusan yang ia ambil sepihak? Apakah Aldo bahagia dengan kebebasannya? Setelah apa yang mereka lewati sejauh ini, bahkan mereka sudah melewati jatuh bangun bersama, sudah sampai pada kebahagiaan waktu di Bandung, waktu di tepi kolam, dan masih terlalu banyak moment indah, apakah Agatha bahagia jika hidup tanpa Aldo? Ia menyesali semuanya, namun hanya satu pertanyaan Agatha, mengapa Aldo tidak masuk ke dalam ruangan papanya tadi, justru memilih pergi? Apakah Aldo sudah benar-benar melupakannya?

*******

"Kak aku takut banget, orang pertama yang terlintas dipikiran aku ya cuman Kakak." Abel kini memeluk Aldo yang baru saja tiba dirumahnya, ia takut sekali pasalnya tadi ada sekelompok orang tak dikenal menggedor-gedor pagar rumah Abel lalu meneriakan nama Billy.

"Pasti musuh Kakak lo, yauda lo tenang dulu aja." Aldo melihat Abel berkeringat, wjaahnya pucat, badannya bergetar, ia segera menyuruh Abel untuk duduk.

SOULMATE: Always and Forever AldoWhere stories live. Discover now