ClassMeeting

3 0 0
                                    


Ujian tengah semester baru saja selesai di laksanakan. Minggu depan adalah hari yang sibuk untuk masing masing perwakilan ekskul karena mereka akan mengadakan lomba. Mulai dari ekskul minat dan bakat seperti paduan suara hingga paling populer adalah ekskul di bidang olahraga.

Ekskul sastra kami juga ikut meramaikan pekan Classmeeting, seperti yang telah kami siapkan sebelum nya. Kami mengadakan pameran kumpulan sajak, kami membuka stand di depan perpustakaan yang kebetulan letaknya di samping lapangan karena lokasi lorong depan perpustakaan cukup luas, kami menyusun papan tulis berkaki roda mengitari stand seolah menjadi tembok pembatas, kemudian kami tempel kan beberapa karya tulisan sajak dari banyak penulis di papan tersebut, lengkap dengan biodata dan foto pengarang tulisan tersebut. Kami juga bertugas untuk memasang poster dari masing-masing cabang perlombaan di mading utama dan di mading samping lapangan.

Perlombaan yang sedang di nantikan adalah lomba badminton yang di wakilkan oleh Wawan, karena secara bersamaan, dia akan mewakili sekolah kami dalam ajang lomba badminton Jakarta Open tingkat provinsi. Aku lumayan banyak mengetahui info nya karena aku mendapat tugas menempelkan poster poster ini sejak kemarin.

Namun karena hari ini aku mendapat tugas untuk menyeleksi lomba karangan yang diadakan osis, maka aku terpaksa berada di ruang osis, sementara stand di jaga oleh Sinta dan Vino. Tak apa lah, biar mereka juga lebih banyak menghabiskan waktu berdua, pikirku.

Saat di ruang osis, aku bersama dengan tim penilaian yang terdiri dari beberapa anggota osis mulai menyeleksi karangan, aku membuat beberapa kriteria penilaian berdasarkan penggunaan majas dan gaya bahasa penulisan, ada sekitar puluhan peserta dari semua kelas yang ikut berpartisipasi. Di sudut lain terlihat Rendy Tama dan Dewi sedang diskusi serius, dari yang aku dengar sekilas, mereka sepertinya tidak sedang membahas masalah klasmtg ini, padahal ini termasuk acara yang besar dan rumit, mengapa mereka malah tidak mengurus nya.

Padahal sekolah kami hanya mempunyai 2 lapangan, dengan perbandingan jumlah perlombaan yang lumayan banyak, semua seakan telah tersusun tanpa ada perdebatan dari masing masing cabang lomba. Mulai dari lokasi, waktu, sampai dengan jadwal keluar masuk pendukung tim pun tidak terlihat adanya bentrokan. Bagaimana semua itu bisa tersusun, pikirku.

Saat semua sedang fokus, tiba-tiba Dewi marah kepada Rendy,

"Jadi gimana ini Ren, kita tidak mungkin menyusun ulang semua nya".

"Bisa kok, ya kan.?" lalu Rendy mencoba meyakinkan Dewi sambil menepuk pundak Tama yang sejak tadi terlihat fokus dengan laptop nya.

"Kalau kamu bilang begitu aku malah tambah nggak yakin". Dewi masih terlihat kecewa kemudian pergi meninggalkan ruangan.

Setelah 15 menit aku mengerjakan tugas ku, aku merasa sedikit lelah, aku putuskan untuk beristirahat keluar. Aku pergi ke kantin untuk membeli minuman dingin, saat di kantin aku bertemu Dewi sedang duduk sendiri, dengan wajah lesu. Karena juga merasa belum ingin melanjutkan pekerjaan ku, maka aku putuskan untuk menghampiri Dewi.

Kemudian aku mencoba membuka obrolan. Ternyata Dewi sedang kesal karena projek pensi yang ia rencanakan dengan Rendy terancam gagal karena tidak mendapat sponsor dari pihak sekolah seperti tahun tahun sebelum nya. Ia berkata jika mengacu pada kebiasaan sekolah ini, karena sekolah ini termasuk sekolah elite, maka terdapat anggaran dari pihak sekolah untuk mengadakan pensi.

Biaya itu pun padahal sudah tertera pada biaya pendaftaran masuk sekolah kami dulu mulai dari biaya seragam, buku, kebersihan, study tour hingga biaya perpisahan semua telah kita bayarkan di awal, tapi semenjak pergantian kepala sekolah kami tahun lalu, banyak kebijakan yang semakin di persulit, bahkan mungkin jika tidak ada Rendy, sekolah ini akan terlihat semakin buruk.

Terka KarinWhere stories live. Discover now