ADISA | 31

579 47 21
                                    

Jadi...









Karena sudah menghilang lama dan mumpung lagi selow, daku memutuskan untuk update 😂

So... Happy reading 😘

.

Seorang perempuan duduk termenung di kusen jendela kamarnya. Kepalanya mendongak, mengamati balkon kamar tetangganya. Mungkin sudah lebih dari sepuluh menit, ia menghela napas. Sembari memeluk boneka beruang kecil, ia berharap jika seorang remaja laki-laki akan muncul di sana. Menyapa, melemparkan senyum bahkan godaan, hingga keduanya akan tertawa karena kekonyolan mereka. Sayang, harapannya itu semu.

"Gue kangen..." desahnya.

Lima menit kemudian, perempuan itu memutuskan untuk berbaring di ranjang. Mengamati langit-langit kamarnya, sembari merenungi satu persatu masalah akibat kekacauan yang dirinya perbuat. Gosip tentang ia yang merokok sudah menyebar luas di kalangan anak-anak. Entah sudah sampai ruang guru atau belum. Karena dirinya belum mendapat panggilan untuk menghadap ke sana.

Sedangkan perihal selentingan-selentingan soal hubungannya dan sang kekasih, semakin tidak jelas. Kebanyakan orang percaya jika mereka berdua telah balik kanan bubar jalan, alias putus. Ditambah dengan menghilangnya kebersamaan antara dua insan itu, semakin gencar lah para penggosip membicarakan tentang perpisahan mereka.

"Adisa goblok! Rokok sialan! Alano kampret!" Umpat Adisa sembari memukul permukaan ranjang dengan boneka di tangan.

"Haaaah..." kembali ia menghela napas setelah meluapkan kekesalannya.

"Duh, maap yaa, Dek..." sesalnya setelah sadar telah menyakiti boneka kecil itu.

Setiap kali hatinya merasa resah, Adisa selalu memeluk boneka beruang kecil yang entah sejak kapan menjadi miliknya. Perempuan itu tidak ingat kapan merengek dan meminta dibelikan boneka berwarna putih itu.

Yang pasti, sejak sekolah dasar, boneka itu menjadi salah satu barang terpenting bagi Adisa. Karena ia selalu uring-uringan jika lupa menaruh boneka itu di tempat yang tak terlihat. Maka dari itu, setelah pindah ke rumah mungilnya ini, Adisa meletakkan boneka itu di etalase dalam kamarnya.

"Adek..."

Perempuan berkaus hitam itu berusaha mengingat-ingat, mengapa dirinya menamakan boneka itu dengan nama "Adek"? Apa karena ia anak tunggal dan menginginkan seorang adik? Atau karena ada alasan lain?

"Ah, embuh!" dumel Adisa sambil mengembalikan boneka itu ke singgasananya.

Tok tok tok!

"Iya?!" teriak Adisa menanggapi ketukan pintu kamar.

Sang ayah muncul dari balik pintu dan tersenyum. "Keluar, yuk! Ada Mama," katanya sembari menghampiri sang anak.

Adisa pun ikut tersenyum dan memeluk lengan pria paling penting di hidupnya. "Mama Disa apa istri Ayah?"

Godaan itu membuat Panji tertawa, kemudian mengacak-acak rambut anak semata wayangnya. "Dua-duanya, dong!"

Nina ikut tertawa mendengar jawaban Panji. "How was your day, my pretty girl?" tanyanya setelah ikut bergabung berpelukan. Ketiganya telah duduk berdempelan di sofa hitam dengan Adisa menyempil di antara kedua orangtuanya.

"It was fine," jawab Adisa lugas.

"Are you sure?" kali ini Panji yang menanggapi terlebih dahulu. Adisa hanya mengangguk sambil melirik kedua orangtuanya.

Kemudian terdengar helaan napas dari Nina. Tangan yang pernah menimang-nimang Adisa kecil, kini mengelus rambut hitam sang anak. Merasakan bagaimana sang anak kini telah tumbuh berkembang menjadi gadis cantik dan menarik, bibirnya mengulas senyum. "Disa..." panggilnya.

ADISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang