Chapter 26

1K 158 3
                                    

Hiruk pikuk suasana agensi di mana para staf kocar-kacir kelabakan menerima banyak dering telepon yang masuk. Dari keluhan hingga pertanyaan klarifikasi yang tak lain penyebab dari rumor panas di luar sana. Jawaban yang selalu dilontarkan konstan acap kali serupa, disertai silabel kata maaf yang sebenarnya tak begitu krusial diutarakan.

Sementara subjek yang kini tengah tersorot menjadi bahan pembicaraan publik lantas merenungi dirinya di ruangan berukuran 4 x 5 meter dengan interior khas studio. Kelopak matanya terpejam bukanlah pertanda dirinya acuh tak acuh akan hal yang menimpanya. Bukan pula dirinya santai begitu saja. Justru atmanya mengerang nestapa dimamah sang durjana. Berbagai prediksi yang menyambanginya terjadi pada saat ini juga. Tindakan imbesil tanpa memikirkan langkah ke depannya melesat pada kenyataan. Perasaan gamang yang ia hindari alih-alih memproteksi sang kekasih berakhir sudah.

Memang sekecil apapun rahasia akan terendus pula. Agaknya di dunia ini memang bukanlah tempat yang aman menyimpan segala rahasia. Tak ada privasi secuil pun di sini, semuanya akan terkuak. Dunia memang begitu transparan di mata Yeonjun.

Rasa bersalah tak lepas dari diri Yeonjun sebab orang di sekilingnya harus ikut dalam kekacauan yang dibuatnya. Terutama benaknya terus tertuju pada sang kekasih. Ingin menghubungi pun rasanya mustahil untuk saat ini kendati hanya bertanya kabar barang semenit, memastikan ia baik-baik saja.

Ia memijat pangkal hidungnya, kalut dengan masalah pelik yang entah berakar dari mana. Rasa-rasanya ia sudah bermain dengan aman, memastikan tak ada yang mengikuti. Tak bisa dimungkiri jika ia bertindak gegabah sehingga gerak-geriknya bisa terendus para wartawan yang haus akan berita. Rumor maupun fakta, mereka akan memuatnya dengan bumbu secara berlebihan demi menebalkan dompet. Apapun itu, pasti soal uang. Entitas kertas berdigit itu mampu menggerakkan buana, tak terkecuali insan di dalamnya. Tak sedikit membuat mereka menjadi seorang monster. Bahkan di zaman kiwari, iblis sudah menyerupai manusia. Ya, manusia lebih menakutkan daripada apapun. Ironis.

Larut dalam kalutnya pikiran, Yeonjun  lekas menoleh tatkala rungunya mendengar potekan gagang pintu diiringi derap langkah yang kian mendekat. Seorang pria menjulang dengan tatapan sendu yang kian romannya berubah dengan ulasan senyuman menenangkan. Yeonjun hanya bisa bertindak abstain, ia tak ingin memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi. Apapun premis yang ia tarik tak jarang meleset sebab ia hanyalah seorang insan.

"Aku sudah bicara dengan Bang PD-nim," ujar Manajer Yoon memulai konversasi. Namun, tak ada sahutan atau lolosan kuriositas dari ceruk bibir Yeonjun, lantas Manajer Yoon melanjutkan, "Mereka akan mengonfirmasikan bahwa kalian tak ada hubungan apapun. Dan kau—"

"Mengakhiri hubunganku dengannya, begitu?" tukas Yeonjun. "Akan tetapi, maaf Hyung, aku tidak bisa."

"Ya! Dengarkan aku terlebih dulu! Jangan memotong pembicaraan! Kau malah menarik kesimpulanmu sendiri. Kau tak tahu apa yang sebenarnya akan kukatakan," hardik Manajer Yoon. Ia tak habis pikir menghadapi anak ini yang tengah kacau. Ia mengerti bagaimana rasanya seperti dikekang dari kehendaknya sendiri. Lantas bagaimanapun juga Yeonjun merupakan salah satu tanggung jawabnya, terlebih lagi ia menganggap kelima pemuda itu adalah adik-adiknya sendiri.

Sekali tarikan napas lantas ia hentakan sebelum memaparkan konklusi dari keputusan dari atasan. "Kita akan umumkan pada publik bahwa kalian tak ada hubungan apa-apa, hanya seorang teman. Namun soal hubungan kalian, kami takkan menghalanginya. Kau masih bisa melanjutkan hubungan kalian, akan tetapi secara diam-diam. Jangan sampai kau terciduk lagi. Paham, 'kan?"

Secepat kilat manik jelaganya kini memindai roman pria bertubuh tinggi nan gempal di hadapannya, berharap tak ada omong kosong. Bukan pula sekadar kelakar. Nihil, ia tak menemukannya. Sudah dipastikan bahwa Manajer Yoon berkata jujur.

YOU ARE • Choi YeonjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang