10. Arrival

144 16 0
                                    

Waktu terus berjalan, saat ini jam sudah menunjukkan pukul 5 pagi hari

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

Waktu terus berjalan, saat ini jam sudah menunjukkan pukul 5 pagi hari. Sedang sekarang aku masih berada di rumah sakit, jelas menunggu Jeno sadar tentunya. Aku masih menunggu duduk didepan ruangan Jeno, sejak semalam aku tak bisa tidur lelap.  Ketakutan pada Jeno yang sedang berusaha keras untuk berdetak saja sudah membuat ku sangat pilu.

Semalam aku mencari tahu tentang pasien kecelakaan kemarin sore, dan jelas itu benar Na Jaemin. Lelaki itu sekarang koma, aku melihatnya melalui sela-sela jendela yang buram. Aku juga mengetahui orang tua Na Jaemin yang menangis sesenggukan diluar ruangannya. Aku juga mendengar Mama ku, kalau Na Jaemin benar-benar koma dan kemungkinan untuk hidup sangatlah kecil.

Maafkan aku Na, kecelakaan maut mu itu karena aku.

"Clover, enggak sekolah?" Sepasang orang tua itu berada didepan pintu ruangan Jeno, diantaranya yang mengeluarkan suara pedih penuh luka itu, dia Ibu Jeno. Lantas aku langsung menggeleng dan menjawab, "Aku disini, nunggu Jeno sadar." Kata ku memoleskan senyum gencar penuh paksaan.

"Ibu mu bilang Jeno sebentar lagi sadar, tapi dia belum bisa pulih." Kini giliran seorang pria cukup tua yang berjalan duduk dikursi yang tersedia diluar ruangan ini. Ayah Jeno menghampiri ku dan duduk disamping. "Jeno itu lelaki yang kuat, kamu enggak usah khawatir banget." Katanya lagi.

Aku menghela napas, seandainya apa yang dikatakan Ayah Jeno itu benar. Kepalaku menunduk menatap lantai putih pucat itu dengan dada yang sesak ingin menumpahkan air mata. "Jeno kayak gini pasti karna aku, kan?" Mataku sudah memburam karena air mata yang sudah memenuhi dan mintai ingin jatuh. Tak bisa dipungkiri kalau aku akan benar-benar menangis sebentar lagi.

Kedua orang tua itu menggeleng kepalanya samar lalu tersenyum sendu dengan kompak. "Ini takdir." Ayah Jeno berucap dengan singkat namun sangat menusuk ke hati.

Mungkin benar, ini takdir.

"Kamu pulang aja ya nanti kan sekolah, kalau Jeno udah sadar kita kabarin lagi." Wanita sekiranya usia 45an itu kembali berucap gentar dengan mata sembabnya. Ia menginginkan gadis remaja di depannya itu pulang, mengingat remaja perempuan itu semalaman tidak pulang dengan pakaiannya yang sebagian masih memakai seragam sekolah.

Rasanya air mata yang ingin ku jatuhkan tadi menghilang. Mata ku menatap manik kembar milik Ibu Jeno, mata yang sama dengan Jeno dan itu mengingatkan ku dengannya. Saat itu aku sadar, aku sudah merepotkan mereka disini. "Aku pulang sekarang, nanti kalau Jeno sadar telepon aku aja." Kata ku sebelum pamit pada orangtuanya Jeno.

Aku berpamitan dengan wajah kusut, tak ada senyuman manis yang ku nampakkan pada seseorang. Sekarang aku harus pulang berjalan kaki, sendiri dipukul 5 pagi ini.

Aku berhenti untuk  menangkap pada ruangan yang pernah ku lewati tadi malam. "Nana.." lirih ku. Saat ini aku ada di depan ruangan yang Jaemin tempati. Sepi, didalam dan diluar ruangan Jaemin rasanya tidak ada sesiapapun yang datang.

❲✓❳Clover HeartOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz