1 | Berjumpa Lagi

158 14 6
                                    

Satu tahun kemudian...

Farid berjalan menuju Kantor Guru dengan menerobos hujan pagi itu yang tiada henti-hentinya. Sebagian bajunya basah, namun tak menyurutkan semangatnya untuk tiba lebih awal di sekolah.

Kantor Guru agak lebih ramai pagi itu, Kepala Sekolah datang lebih awal karena ingin memperkenalkan Guru baru yang akan menggantikan Sarah setelah Wanita itu resign karena menikah. Farid bertanya-tanya, siapakah sosok yang akan menggantikan Sarah di sekolah mulai hari ini?

"Assalamu'alaikum," ujar Farid.

"Wa'alaikumsalam Pak Farid, mari silahkan masuk, kami sudah menunggu sejak tadi," balas Fakhrul - Guru Bahasa Arab.

"Apakah Guru baru yang akan menggantikan Bu Sarah sudah datang Pak?" tanya Farid.

"Alhamdulillah Pak Farid, sudah sejak tadi Guru baru itu datang. Saat ini Bu Mila sedang mengajaknya berkeliling agar tahu betul lokasi sekolah ini," jawab Fakhrul.

Tak lama kemudian, Bu Mila - Sang Kepala Sekolah - datang bersama seorang Akhwat berhijab besar, wajahnya tertutupi niqob dengan sempurna. Farid mengamatinya beberapa saat dan ia merasa mengenali Akhwat tersebut, namun entah di mana.

"Nah, yang ini namanya Pak Farid Syamsudin, Beliau ini Guru yang mengajar mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam," ujar Bu Mila memperkenalkan.

"Assalamu'alaikum Bu, nama saya Farid," ujar Farid seraya menangkupkan kedua tangannya di depan dada.

Akhwat itu hanya menunduk menatap lantai, kedua tangannya tertangkup di depan dada seperti yang Farid lakukan.

"Wa'alaikumsalam, nama saya Gianika Syafika Pak, panggil saja nama saya dengan sebutan Gia," balas Gia dengan suaranya yang pelan.

DEG!!!

Farid pun kini benar-benar ingat siapa Akhwat yang berada di hadapannya, pantas saja ia merasa pernah melihatnya tadi.

"Nah, Bu Gia mulai hari ini akan menggantikan Bu Sarah yang mengundurkan diri seminggu yang lalu sebagai Guru Al-Qur'an Hadits. Saya harap Bapak dan Ibu Guru sekalian bisa membantu Bu Gia untuk beradaptasi dengan lingkungan sekolah kita," pinta Bu Mila.

"Insya Allah Bu Mila, kami akan dengan senang hati membantu Bu Gia untuk langsung beradaptasi di sekolah ini," balas Safira sambil merangkul Gia dengan lembut.

Gia tersenyum dan menggenggam erat tangan Wanita itu.

"Syukron Bu Safira," ungkap Gia.

"Afwan Bu Gia," balasnya.

Semua mata menatap ke arah Safira dengan penuh kebingungan. Dulu sewaktu Sarah masih mengajar di sekolah itu, Safira tak pernah sama sekali bisa dekat dengan Sarah. Padahal saat itu, hanya Sarah dan Safira Guru Wanita yang ada di sana. Namun dengan Gia, sikap Safira sangat berbeda. Dia lebih hangat dan menerima kehadiran Gia.

Usai memperkenalkan Gia pada semua Guru, Bu Mila pun kembali ke ruangannya. Gia segera menempati meja yang pernah Sarah pakai lalu mulai meneliti jadwal mengajar yang sudah tersedia di sana. Farid ingin mengawasi Gia namun ia tahu kalau Allah takkan menyukai apa yang ia perbuat, sehingga ia urung melakukannya. Safira mendekat pada Gia dan menyodorkan selembar kertas ke hadapan Wanita itu.

"Ini jadwal yang baru. Nama Ukhti Gia sudah ada di sana, saya sudah menghapus nama Bu Sarah karena dia sudah tidak mengajar lagi di sini," ujar Safira.

"Syukron Ukhti Fira, maaf kalau saya sangat merepotkan," ucap Gia seraya tersenyum dari balik niqob-nya.

"Afwan Ukhti Gia. Mari, saya antar ke kelas yang akan Bu Gia ajar hari ini. Sekalian saya mau ke kelas yang saya ajar juga," ajak Safira.

Gia pun segera meraih tasnya dan berjalan keluar Kantor Guru bersama Safira. Farid mengamati mereka berdua yang terlihat begitu akrab padahal baru saling mengenal.

"Saya akan mengajar di kelas 10-2 pagi ini, mata pelajaran Bahasa Indonesia," ujar Safira.

"Ukhti sudah lama mengajar di sini?" tanya Gia.

"Alhamdulillah Ukhti Gia, hampir empat tahun saya mengajar di sini. Sekolah ini membuat saya nyaman sehingga saya sangat betah mengajar di sini," jawab Safira, jujur.

"Alhamdulillah, berarti saya tidak salah melamar pekerjaan di sini. Jika di suatu tempat mampu memberikan kita kenyamanan, maka tempat itu adalah yang paling diberkahi oleh Allah oleh Rahmat-Nya."

Safira tersenyum di balik niqob-nya seraya menatap ke arah Gia.

"Insya Allah Ukhti Gia, Ukhti tidak melamar pekerjaan di tempat yang salah sama sekali. Ukhti pasti akan betah berada di tempat ini."

Mereka pun berpisah menuju kelas masing-masing yang akan mereka ajar. Gia masuk ke kelas 10-3.

"Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh," sapa Gia.

"Wa'alaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh," jawab semua siswa di dalam kelas itu.

"Perkenalkan, nama Ibu Gianika Syafika, kalian boleh memanggil Ibu dengan panggilan Gia. Mulai hari ini Ibu akan mengajar mata pelajaran Al-Qur'an dan Hadits menggantikan Ibu Sarah," jelaa Gia.

Salah satu siswa mengangkat tangannya, Gia tersenyum sari balik niqob-nya lalu mempersilahkan siswa tersebut untuk bicara.

"Saya Risna, Sekretaris kelas 10-3. Tugas pertama dari Ibu untuk kelas ini apa saja? Dan apakah jika tidak selesai kami bisa mengerjakan sisanya di rumah?" tanya Risna.

Gia pun seketika mengerenyitkan keningnya karena kebingungan.

"Ibu tidak akan memberikan tugas pada kalian, kecuali Ibu sudah memberikan materi dan sudah menjelaskan. Selama Ibu tidak memberikan materi apapun dan tidak menjelaskan apapun, maka kalian tidak punya kewajiban untuk mengerjakan tugas. Apakah jawaban dari Ibu dapat di pahami?" tanya Gia, lembut.

"Paham Bu," jawab semua siswa dan siswi di kelas itu, serempak.

Gia kini kembali menatap ke arah Risna sambil tetap tersenyum.

"Afwan Bu Gia, saya bertanya seperti itu karena dulu Bu Sarah sering menyuruh kami mencari materi sendiri dan mewajibkan bisa menjelaskan materi tersebut di depan kelas dengan benar. Kalau kami tidak mengerjakan apa yang Bu Sarah perintahkan, maka nilai kami akan dikurangi meskipun nilai hasil ujian akhir kami bagus. Nilai itu akan berkurang seperempatnya jika kami tidak mematuhi perintah Bu Sarah," ungkap Risna dengan sangat jujur.

Gia kehilangan senyumannya.

"Astaghfirullahal 'adzhim! Kalian tidak pernah melaporkan tindakan seperti itu pada Kepala Sekolah?" tanya Gia, kaget dengan pengakuan itu.

Seorang siswa mengangkat tangannya, Gia pun menatapnya.

"Saya Satria, Ketua kelas 10-3. Saya pernah melaporkan hal itu pada Bu Mila, tapi Bu Sarah berhasil menutupinya dan membuat Bu Mila percaya dengan sangkalan Bu Sarah. Setelah itu saya diskors selama seminggu dan nilai-nilai saya dalam mata pelajaran Al-Qur'an dan Hadits menjadi nol. Saya juga kehilangan beasiswa akibat laporan itu," ujar Satria.

Gia menutup kedua matanya sambil memegangi dadanya yang terasa sesak. Ia tak pernah mendengar seseorang yang tega memperlakukan anak-anak dengan sangat keterlaluan seperti itu, namun kini ia harus mempercayainya.

"Baik, kita tidak perlu lagi membahas masa lalu, kita boleh melakukan ghibah. Apapun yang sudah terjadi, biarlah berlalu. Bu Sarah sudah mengundurkan diri dan Ibu akan menggantikannya dalam mengajar kalian. Insya Allah, Ibu tidak akan memperlakukan kalian dengan tidak adil. Jika ada cara mengajar Ibu yang kalian tidak bisa pahami, silahkan katakan langsung pada Ibu, agar Ibu bisa mengoreksi kesalahan yang Ibu perbuat. Apa kalian sudah paham?" Gia mencoba menenangkan mereka semua yang sejak tadi begitu tegang.

"Insya Allah sudah Bu Gia."

"Alhamdulillah, kalau begitu mari kita mulai pembelajaran hari ini ya," Gia pun membuka buku panduannya.

Farid masih berdiam diri di depan pintu kelas itu, ia ingin mengetuk namun urung melakukannya setelah mendengar pengakuan anak-anak dengan jujur mengenai Sarah pada Gia.

"Mengapa tanggapanmu bisa setenang itu? Mengapa kau tak pernah terlihat emosional?" batin Farid.

* * *

Berserah Kepada-Nya [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang