9 | Jarak Yang Tercipta

84 13 5
                                    

Pagi-pagi sekali Safira datang ke rumah Gia untuk menjenguk ketika mendengar kabar kalau Wanita itu sedang sakit. Lastri membukakan pintu saat mendengar suara ketukan.

"Assalamu'alaikum Ibu, saya temannya Ukhti Gia," ujar Safira memperkenalkan diri.

"Wa'alaikumsalam. Neng Fira ya? Mari masuk, Neng Gia ada di kamarnya," Lastri menyambutnya dengan ramah.

Safira mengikuti langkah Rahmi menuju kamar Gia.

"Neng Gia, ada Neng Fira datang," ujar Rahmi.

Gia membuka matanya dan tersenyum saat melihat sosok Safira di ambang pintu kamarnya.

"Ummi tinggal dulu ya Neng, ngobrol saja sama Neng Gia, anggap rumah sendiri jangan sungkan-sungkan," ujar Lastri.

"Syukron Mi, eh..., saya jadi ikutan panggil Ummi," Safira salah tingkah.

"Nggak apa-apa. Anggap saja seperti Ummi sendiri juga boleh."

Lastri meninggalkan Safira dan Gia berdua.

"Assalamu'alaikum Ukhti Gia," sapa Safira dengan ceria.

"Wa'alaikumsalam Ukhti Fira. Sini duduk sama saya," pinta Gia.

Safira mendekat dan memeluk Gia dengan erat.

"Aku khawatir sekali saat dengar berita kalau Ukhti sakit. Semua pasti gara-gara saya, seandainya saja saya bisa lebih menahan diri untuk tidak membalas sindiran Bu Sarah, mungkin Ukhti Gia tidak akan sakit seperti ini," sesal Safira.

Gia tersenyum. Wajahnya yang kali itu tidak tertutup niqob memancarkan kecantikan yang Safira tak pernah lihat sebelumnya. Bahkan kecantikan yang Sarah miliki sekalipun, sangat jauh jika dibandingkan dengan kecantikan Gia yang begitu alami.

"Bukan salah Ukhti Fira. Sama sekali bukan. Daya tahan tubuh saya saja yang agak sedang kurang baik. Ukhti tidak perlu merasa bersalah, saya ikhlas melindungi Ukhti kemarin, karena saya tahu Ukhti tidak pantas menerima penghinaan seperti itu," ujar Gia mencoba menenangkan Safira yang matanya sudah berkaca-kaca.

Safira pun menghapus airmatanya, Wanita itu tersenyum kembali pada Gia.

"Anak-anak menanyakan Ukhti, beberapa orang hendak menyetor hafalan Al-Qur'an mereka tadi. Saat saya bilang kalau Ukhti sakit, mereka ikut terlihat khawatir," ujar Safira.

"Masya Allah, saya jadi rindu ingin segera mengajar kembali. Apakah mereka hari ini mencatat tugas yang saya berikan?" tanya Gia.

"Alhamdulillah Ukhti, mereka semua sangat bersemangat ketika saya memberitahu bahwa Ukhti memberikan tugas mencatat. Mereka sangat antusias dengan semua hal yang Ukhti berikan," jawab Safira, jujur.

"Alhamdulillah Ya Allah..., Alhamdulillah," Gia sangat bersyukur.

Safira membuka tas-nya lalu mengeluarkan sebuah kotak untuk diberikan pada Gia.

"Apa ini Ukhti Fira?" Gia mengerenyitkan keningnya.

"Ini titipan dari Bu Mila. Katanya isinya kurma agar Ukhti bisa memakannya dan segera cepat sembuh," jelas Safira.

"Masya Allah, saya jadi tidak enak pada Bu Mila. Kesannya saya jadi seperti membuatnya repot."

"Jangan berpikiran begitu Ukhti Gia, Bu Mila tidak merasa repot sama sekali. Insya Allah."

Tok..., tok..., tok...!!!

Lastri kembali muncul di ambang pintu sambil membawa baki berisi teh hangat dan cemilan untuk Safira.

Berserah Kepada-Nya [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang