24 | Hilang

79 14 11
                                    

Farid masuk ke kelas yang akan diajarnya. Jadwal lama masih tetap berlaku karena Fakhrul masih merombak jadwal, jadi ia akan mengajar dengan waktu yang tepat agar Gia tidak lagi menunggu saat jam pelajarannya habis seperti yang pernah terjadi.

"Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh," ujar Farid.

"Wa'alaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh."

"Baiklah hari ini kita akan langsung saja masuk ke materi selanjutnya dalam pelajaran Akidah Akhlak, yaitu ta'ziyah. Kalian boleh sambil mencatat apa yang Bapak terangkan hari ini, atau boleh juga mencatatnya nanti di rumah dan akan terhitung sebagai PR untuk tambahan nilai kalian," Farid memberikan opsi.

Para siswa dan siswi pun menutup buku mereka serempak sehingga Farid tertawa melihat hal itu.

"Kalian memang suka diberi PR atau memang suka tidak menulis di sekolah?" sindirnya.

Beberapa orang tertawa tanpa merasa malu, dan kebanyakan yang tertawa adalah para siswa.

"Baiklah, Bismillahirrahmannirrahim, saya akan memulai dari pengertian ta'ziyah. Secara bahasa ta'ziyah artinya menguatkan. Sedangkan secara istilah adalah menganjurkan seseorang untuk bersabar atas beban musibah yang menimpanya, mengingatkan dosa orang yang meratap agar tak meratap, mendo'akan ampunan bagi mayit, mendo'akan orang yang tertimpa musibah dari pedihnya musibah. Ada yang ingin ditanyakan?"

"Tidak Pak."

"Oke, saya akan melanjutkan. Dalam sebuah hadits disebutkan, 'tidaklah seorang mukmin berta'ziyah kepada saudaranya yang terkena musibah kecuali Allah akan memakaikan pakaian kemulian kepadanya di hari kiamat', hadits riwayat Ibnu Majah. Berdasarkan hadits tersebut, para ulama menyebutkan tentang fadhilah ta'ziyah. Fadhilah ta'ziyah yang pertama adalah, mendapat pahala seperti pahala orang yang tertimpa musibah. Ath-Tirmidzi mengatakan dalam sebuah hadits, 'barangsiapa yang berta'ziyah kepada orang yang tertimpa musibah, maka baginya pahala seperti pahala yang didapat orang tersebut'."

Beberapa orang memutuskan untuk mencatat apa yang Farid terangkan siang itu.

"Fadhilah ta'ziyah yang kedua, mendapatkan kemuliaan di hari Kiamat. Ibnu Majah mengatakan dalam sebuah hadits, 'tidaklah seorang mukmin berta'ziyah kepada saudaranya yang terkena musibah kecuali Allah akan memakaikan pakaian kemulian kepadanya di hari kiamat', apakah ada yang ingin di tanyakan?"

"Tunggu Pak, kami masih mencatat haditsnya," tahan salah satu siswa.

Farid pun memberi waktu untuk mereka mencatat di buku masing-masing.

"Lanjutkan Pak," ujar beberapa yang sudah selesai.

"Baiklah. Menurut Ulama, waktu berta'ziyah adalah tiga hari, dan dimakruhkan melebihi dari tiga hari. Karena tujuan ta'ziyah adalah untuk menenangkan hati orang yang tertimpa musibah. Setelah tiga hari, hati yang berduka biasanya sudah bisa tenang. Justru bila ada ta'ziyah setelah itu, akan kembali mengingatkan kepada kesedihannya. Pendapat ini didasari oleh hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Dalam hadits itu disebutkan, 'tidaklah dihalalkan bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, untuk berkabung lebih dari tiga hari, terkecuali berkabung karena ditinggal mati suaminya, yaitu selama empat bulan sepuluh hari', sampai di sini apa kalian paham?"

"Insya Allah paham Pak."

"Kalau begitu di pertemuan selanjutnya akan saya periksa satu-persatu buku catatan kalian. Tolong catatannya benar-benar dilengkapi, karena semua materi yang akan keluar dalam Ujian Akhir Sekolah ada di dalam catatan yang kalian tulis," ujar Farid.

"Baik Pak."

"Oke, karena waktu mengajar saya sudah habis, maka sekian dulu untuk hari ini. Insya Allah kita akan bertemu lagi besok lusa sesuai jadwal lama jika belum ada jadwal baru. Wabillahi taufik wal hidayah, wassalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh," tutup Farid.

"Wa'alaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh."

Farid pun berjalan keluar dari kelas itu. Ia berpapasan dengan Gia, namun ia bisa melihat dengan jelas kalau Istrinya itu sedang memikirkan sesuatu, meski wajahnya tertutupi oleh niqob.

"Mi? Ada apa?" tanya Farid.

"Ukhti Fira tidak ada di Kantor Guru. Dia seharusnya mengajar di kelas 11 IPA 1, tapi anak-anak bilang kalau Ukhti Fira tidak kembali lagi ke kelas setelah mengatakan akan mengambil buku panduan di perpustakaan. Bisakah Abi bertanya pada Akh Wahyu atau Akh Fakhrul mengenai CCTV yang sudah terpasang itu? Ummi cemas karena Ukhti Fira tak ada di mana-mana," jawab Gia, sekaligus meminta pada suaminya.

"Baiklah, Abi akan tanyakan sekarang juga. Ummi masuk saja ke kelas 11 IPA 2 ya, anak-anak sudah menunggu kedatangan Ummi," Farid mengantar Gia sampai ke pintu kelas.

Setelah Gia berada di kelas 11 IPA 2, Farid pun segera bergegas menuju ke Kantor Guru. Fakhrul melihat kedatangannya dan menatap dengan dahi berkerut.

"Ada apa Akh Farid? Kenapa Akh Farid sepertinya sedang merasa gusar?" tanya Fakhrul.

"Istri saya mengatakan kalau Ukhti Fira tidak kembali ke kelas 11 IPA 1 setelah keluar menuju perpustakaan untuk meminjam buku panduan. Bisakah Akh Fakhrul lihat hasil pantauan CCTV yang mengarah ke perpustakaan?" tanya Farid.

Fakhrul pun segera bangkit dari kursinya dan naik ke lantai dua bersama Farid. Ia segera melihat hasil rekaman yang ada di sana.

"Selama satu jam pelajaran Ukhti Fira tidak muncul?" tanya Fakhrul.

"Iya, selama satu jam pelajaran, benar sekali," jawab Farid.

Fakhrul memutar hasil rekaman selama satu jam mata pelajaran tadi. Sosok Safira terlihat dengan jelas berjalan dari arah depan sekolah menuju ke arah perpustakaan. Farid dan Fakhrul mengamatinya dengan seksama, hingga tak lama kemudian sosok seseorang muncul dan membekap mulut Safira hingga wanita itu lemas tak berdaya.

"Astaghfirullahal 'adzhim!!! Itu Sarah???" Farid tersentak dari kursinya.

"Lapor Polisi Akh!!! Lapor Polisi cepat!!!" Fakhrul juga ikut panik.

Farid berlari ke bawah, Fakhrul mengambil hasil rekaman CCTV itu untuk dijadikan barang bukti.

'Tidak! Ini tidak boleh terjadi! Tidak pada Ukhti Fira!'

* * *

Gia segera meraih tangan Farid dan mencengkramnya dengan erat.

"Bilang sama Ummi kalau semua itu bohong! Bilang sama Ummi Bi!" pinta Gia.

"Sabar Mi, Polisi sudah menangani masalah ini. Ummi sabar dulu ya," bujuk Farid.

Gia segera menghubungi Husna - Ibunya Safira - untuk mengabarkan mengenai kejadian buruk itu.

"Tidak mungkin Neng! Bukankah Sarah sudah ditangkap oleh Polisi?" Husna tidak ingin mempercayai hal itu.

"Ummi, aku pun tidak percaya pada awalnya. Namun ternyata itu benar Mi, ada bukti rekaman CCTV ketika Sarah menculik Ukhti Fira Mi," jelas Gia sambil terus menyeka airmatanya yang mulai membasahi niqob-nya.

"Ya Allah, Astagfirullah, bagaimana ini Neng?" Husna terdengar menangis di seberang sana.

"Ummi tenang saja di rumah ya, aku dan Mas Farid akan usahakan pencarian pada Ukhti Fira agar segera ditemukan," bujuk Gia.

"Ummi mau kabari Bapaknya Neng Fira dulu, Ummi nanti menyusul ke sekolah ya Neng," pamit Husna.

"Iya Mi, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Gia kembali menatap Farid yang berdiri tak jauh darinya saat itu. Farid mengulurkan tangannya pada Gia agar bisa menjadi tumpuan bagi istrinya yang sedang kalut saat itu.

"Sabar ya sayang, Abi dan Akh Fakhrul akan ikut mencari keberadaan Ukhti Fira bersama Polisi," ujar Farid.

* * *

Berserah Kepada-Nya [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang