14 | Kebencian

81 13 10
                                    

Sarah tiba di rumah dengan kekesalan yang masih tersimpan di dalam hatinya. Ia benar-benar tak menduga kalau Farid akan lebih membela orang yang ia benci!

Ya, Sarah membenci Gia! Sejak Wanita itu ikut campur dengan urusannya pada Safira, ia sudah menjadi sangat membencinya!

"Seandainya saja kamu tidak ikut campur dengan urusanku dan Fira, mungkin kamu tidak perlu berurusan denganku!" geram Sarah di depan cermin yang ada di kamarnya.

Kepalanya sangat sakit karena kekesalan yang terus memuncak.

"Ah!!! Sialan!!! Kenapa juga Farid sekarang lebih membelanya??? Apakah karena sekarang kecantikanku berkurang??? Apakah karena aku sudah menikah, makanya Farid sudah tidak tertarik lagi dengan kecantikanku??? Pernikahan sialan!!! Kenapa aku harus terjebak dengan pernikahan ini di saat sedang banyak Pria yang tergila-gila padaku??? Kenapa???" Sarah mengamuk.

Nafasnya naik-turun karena emosi. Ia membanting tubuhnya di atas tempat tidur setelah puas menghancurkan barang-barang di dalam kamar pribadinya. Matanya begitu nyalang menatap langit-langit kamarnya yang berhiaskan permata sehingga nampak indah.

"Dulu semua orang mencintaiku! Dulu semua orang tak ada yang pernah berani menyalahkanku! Semuanya hilang sejak aku menikahi Romi! Romi memang pembawa sial!" geram Sarah.

Flashback On

"Duh, tolong ya Bu Fira, saya nggak suka kalau ada uap-uap air panas yang sampai menyentuh kulit saya. Saya nggak suka kalau kulit saya jadi lembab!"

Sarah menyampaikan sindirannya dengan sangat halus, seakan-akan apa yang dikatakannya memanglah benar. Safira mengerenyitkan keningnya.

"Ini cuma uap teh Bu Sarah, bukan uap pemandian air panas. Apa urusannya sama kulit Bu Sarah? Meja saya saja tidak bersebelahan dengan meja Ibu!" balas Safira, kebingungan.

Sarah terlihat tidak suka dengan perlawanan Safira atas kata-katanya.

"Bu Fira ini kenapa sih? Saya kan meminta baik-baik, kenapa Bu Fira harus membalas dengan kasar seperti itu?" Sarah berlagak sedih.

"Hah? Saya kasar? Lalu bagaimana dengan mulut Bu Sarah sendiri? Meja saya ini jaraknya jauh dari meja Ibu, mana mungkin uap teh yang saya buat akan sampai di sana? Ibu jangan mengada-ada," ujar Safira dengan tenang.

Farid melihat ke arah Safira.

"Sudahlah Bu Fira, kenapa memperpanjang masalah? Jauhkan saja gelas teh yang Bu Fira punya agar uapnya tidak kena kulit Bu Sarah," tegur Farid.

Safira pun tertawa mendengar teguran itu dari mulut Farid. Fakhrul tidak ingin ikut campur karena sudah jelas kalau itu bukanlah urusannya. Sarah tersenyum senang karena dirinya dibela oleh Farid.

"Saya memperpanjang masalah? Akh Farid buta, atau tuli? Sudah jelas siapa yang membuat masalah malah ikut menyalahkan orang lain!" Safira terus berupaya menahan diri.

"DIAM!" tegur Wahyu.

Semuanya tiba-tiba terdiam di tempatnya saat itu juga.

"Kalian semua pengendali angin, sehingga yakin kalau uap tehnya akan lari kemana? Kenapa hanya gara-gara uap saja kalian harus berdebat panjang seperti ini?" tanya Wahyu, tegas.

"Sudah, kembali mengajar saja ke kelas masing-masing," saran Fakhrul sambil memberi tanda pada Safira agar mengalah.

Safira pun diam lalu kembali pada pekerjaannya yang belum selesai. Sarah belum puas, ia bangkit dari kursinya menuju ke arah ruang dapur kecil di Kantor Guru. Toples berisi gula yang biasa Safira simpan di sana dengan sengaja ia jatuhkan ke lantai.

PRANGGGGGG!!!

"Aduh!!!" Sarah menggores kakinya dengan pecahan toples itu agar terlihat sempurna.

Beberapa orang Guru mendekat dan melihat ke dalam dapur.

"Ada apa Bu Sarah?" tanya Haris - Guru Kesenian.

"Ini Pak, Bu Fira menaruh toples sembarangan sehingga jatuh dan pecah. Kaki saya terkena pecahannya sekarang," jawab Sarah sambil menangis.

Safira benar-benar tak percaya dengan apa yang Sarah katakan tentangnya hari itu. Ia merasa sangat muak.

"Astaghfirullah, kenapa hamba harus menghadapi manusia penuh drama macam dia?" keluh Safira sambil memegangi dadanya.

"Ukhti Fira, lain kali kalau menyimpan toples hati-hati. Jangan teledor! Lihat hasil perbuatan kamu, kaki Bu Sarah jadi berdarah seperti itu!" tegur Farid lagi, kali ini lebih keras.

"Akh Farid cukup! Ini bukan salah Ukhti Fira. Toples itu ada di pojok paling ujung saat saya ke dapur menyimpan gelas kotor tadi usai Ukhti Fira membuat teh. Jadi tidak mungkin kalau Ukhti Fira yang teledor dalam menyimpannya!" bela Fakhrul, marah.

Sarah menggeram hebat di tempatnya saat mendengar Fakhrul membela Safira. Ia begitu geram sehingga wajahnya memerah akibat emosi.

"Jadi Pak Fakhrul mau bilang kalau saya memfitnah Bu Fira??? Pak Fakhrul mau bilang kalau saya pembohong??? Kenapa Bapak tega sekali pada saya???" Sarah marah.

"Saya hanya mengatakan yang sebenarnya! Saya tidak ingin Ukhti Fira dizhalimi padahal dia tidak salah!" tegas Fakhrul.

"Sudah cukup Akh Fakhrul! Nyatanya Bu Sarah terluka, tidak mungkin toplesnya bergeser sendiri kalau bukan Ukhti Fira yang memindahkannya!" bantah Farid.

"Saya sudah bilang Akh Farid, saya masuk ke dapur menyimpan gelas kotor setelah Ukhti Fira selesai membuat teh! Dan toples itu ada dipojok sana! Di pojok sana!!! Ukhti Fira tidak lupa menyimpannya kembali!" balas Fakhrul.

"CUKUP!" Wahyu kembali menegur dengan keras.

Semua kembali menatap Pria paruh baya itu dengan mulut terkunci rapat.

"CCTV di dapur menunjukkan kalau posisi toples gulanya ada di pojok Akh Farid, jadi cukup! Jangan lagi menyudutkan yang tidak bersalah, atau saya akan mempermalukan Bu Sarah hari ini di depan semua siswa dan siswi," ancam Wahyu.

Flashback Off

Sejak itulah, semua orang mulai tidak mempercayai Sarah lagi. Bahkan termasuk Farid yang pernah mencintainya mati-matian.

* * *

"Ada apa Sarah?" tanya Ramadi - Papanya.

"Pa, aku butuh bantuan Papa. Ada orang yang sangat aku tidak suka karena dia berani mencampuri urusanku!" rajuk Sarah.

Ramadi menutup berkas yang sedang di bacanya saat itu. Ia menatap Putri kesayangannya yang sedang menekuk wajah sambil tersenyum.

"Sini, mendekat pada Papa," panggil Ramadi.

Sarah pun mendekat untuk duduk di samping Papanya. Ramadi merangkul Putrinya dengan erat.

"Katakan pada Papa, siapa yang berani membuat Putri cantik Papa ini kesal? Biar Papa yang membuatnya menyesal karena telah mengganggu kamu," ujar Ramadi.

Sarah masih berdiam diri dan tak mengatakan apapun.

"Oke, katakan sekalian, kamu mau Papa berbuat apa untuk memberinya pelajaran?"

Sarah pun tersenyum senang saat mendengar penawaran itu. Ia menatap Ramadi dengan wajahnya yang penuh dengan kelicikan.

"Aku mau dia dipermalukan seumur hidup, aku mau dia dibuat tak mampu berdiri di hadapan banyak orang bahkan jika itu hanya satu detik! Aku mau dia menderita dengan rasa malu yang menimpanya seumur hidup!" ungkap Sarah berapi-api.

"Oke. Gampang. Itu semua bisa diatur. Sekarang katakan, siapa namanya?"

Sarah tersenyum jahat.

"Gianika Syafika, dia mengajar di tempatku mengajar dulu. Dia adalah Guru yang menggantikan aku," jawab Sarah.

* * *

Berserah Kepada-Nya [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang